• Berita
  • Tragedi Kemanusiaan Palestina Menggema di Konser Musik Flower City Fest 2024

Tragedi Kemanusiaan Palestina Menggema di Konser Musik Flower City Fest 2024

Orang-orang muda Bandung menyuguhkan warna-warni musik subkultur. Terselip protes terhadap penjajahan Palestina dan kritik atas isu-isu sosial.

Konser musik Flower City Fest 2024 diselenggarakan Bandung Belong to Us di Lapangan Pussenif Bandung, Minggu, 4 Agustus 2024. (Foto: Alfonsus Ontrano/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah13 Agustus 2024


BandungBergerak.id - Musik lebih dari sekadar medium penyampai nada dan suara. Ia bisa menggemakan perlawanan terhadap ketidakadilan, membahas sepak bola, menceritakan kecintaan terhadap kota, dan masih banyak lagi. Semua tergambar dalam konser musik “Flower City Fest 2024” yang diselenggarakan Bandung Belong to Us di Lapangan Pussenif Bandung, Minggu, 4 Agustus 2024 lalu.

“Flower City Fest tidak hanya sekadar membicarakan sepak bola, musik, dan subkultur, kita mengobrolkan hal yang terjadi di Kota Bandung,” tutur Project Manager Reazha Putra, akrab disapa Eza, saat ditemui BandungBergerak.

Ribuan penonton membanjiri Flower City Fest 2024 meski belum dihitung secara pasti berapa tiket ludes terjual. Di tengah iringan musik dengan genre beragam, mulai dari punk hingga reggae, orang-orang muda Bandung bersatu dalam dansa, tarian, atau ‘mengamuk’ di mosphit area.

Meski tampak larut merayakan pesta, suara-suara kemanusiaan terdengar, wabilkhusus terhadap isu genosida yang terjadi di Palestina. Vokalis band Taring, Hari melakukan orasi sambil memegang bendera Palestina. Ia mengajak seluruh penonton menggemakan “Free Palestine” sebelum melanjutkan aksi panggungnya.

Simbol marah ditampilkan band Alone At Last. Sang vokalis mengecat mukanya dengan warna merah sebagai bentuk protes terhadap parlemen Amerika Serikat yang melakukan standing ovation untuk pemimpin Israel saat berkunjung ke Amerika.

Konser musik Flower City Fest 2024 diselenggarakan Bandung Belong to Us di Lapangan Pussenif Bandung, Minggu, 4 Agustus 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Konser musik Flower City Fest 2024 diselenggarakan Bandung Belong to Us di Lapangan Pussenif Bandung, Minggu, 4 Agustus 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Aksi protes juga dilakukan Forgotten Generation dan DT09 yang tidak hanya menyelipkan makna-makna tersirat tentang sepak bola tetapi juga membicarakan isu-isu sosial dan perang Palestina. “Kami benci dengan negara yang so dua kaki, gak punya sikap (terhadap Palestina),” kata Rian, sang vokalis.

Lagu-lagu DT09 banyak membicarakan sepak bola dan kemanusiaan. Rian mengatakan, sepak bola tidak akan pernah bisa lepas dari isu-isu kemanusiaan. Ia percaya sepak bola diciptakan oleh si miskin dan dicuri oleh si kaya.

“Dengan sepak bola, di tribun kita bisa menyuarakan aspirasi kita. Maka menjadi penting bahwa sepak bola memberikan pesan kedamaian dan segalanya. Ada beberapa negara yang menciptakan politik dua kaki (terhadap isu Palestina), jangan main aman,” ujar Rian.

Cholil Mahmud, vokalis Efek Rumah Kaca tak ketinggalan menyoroti pembantaian di Palestina dan standar ganda yang dilakukan oleh negara-negara barat terhadap penjajahan tanah Palestina oleh Israel.

“Israel memang fasis, kolonialis tapi didukung Amerika. Terus sama negara-negara Barat, mereka melakukan standar ganda. Standar ganda demokrasi di barat jelas banget. Mereka gak berani melakukan boikot Israel di Olimpiade,” ujarnya.

Baca Juga: Classics in the Movies, Menikmati Perjalanan Sinematik dalam Balutan Musik Klasik
Musik Kota Bandung masih Kalah dengan Kota Lain, Benarkah?
Jejak-jejak Blues di Bandung

Penonton konser musik Flower City Fest 2024 diselenggarakan Bandung Belong to Us di Lapangan Pussenif Bandung, Minggu, 4 Agustus 2024. (Foto: Alfonsus Ontrano/BandungBergerak)
Penonton konser musik Flower City Fest 2024 diselenggarakan Bandung Belong to Us di Lapangan Pussenif Bandung, Minggu, 4 Agustus 2024. (Foto: Alfonsus Ontrano/BandungBergerak)

Bising Perlawanan Melalui Musik

Efek Rumah Kaca terkenal dengan lagu-lagu yang membawa isu-isu sosial. Muatan isu-isu sosial dalam bermusik bisa menjadi efektif menggerakkan perhatian publik. Namun itu bukan satu-satunya yang menjadi faktor penggerak. “Bagi gua, efektif (musik dan isu sosial), tapi kayaknya gua engga sendirian,” beber Cholil.

Personel lain Efek Rumah Kaca, Natasha Abigail menyebut, musik sebagai bagian dari budaya sebaiknya memuat isu-isu sosial dan mengaplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. “Apa pun hal-hal baik yang disampaikan dengan isu-isu sosial,” ucap Abigail.

Delpi, vokalis dan gitaris band Dongker, mengatakan, musik akan terasa lebih kuat jika mengangkat isu tertentu, tidak hanya personal. Ia mengacu pada album terbaru Ceriwis Necis (2024) yang membicarakan isu personal terkait dominasi kuasa baik oleh agama dan negara tetapi tidak mengandung isu sosial sehingga nuansa musiknya terasa lemah.

“Membawa isu itu efektif, menggerakkan isunya supaya maju itu bawa perubahan. Efektifnya bawa semangat. Keterlibatannya setelahnya yang lebih penting seperti teman-teman di LBH Bandung misalnya atau forum seperti Tamansari Melawan,” ungkap Delpi.

Band DT09 dan bendera Palestina dalam Flower City Fest 2024 di Lapngan Pussenif Bandung, Minggu (04/08/2024). (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)
Band DT09 dan bendera Palestina dalam Flower City Fest 2024 di Lapngan Pussenif Bandung, Minggu (04/08/2024). (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak.id)

Cinta Bandung

Tidak hanya membicarakan isu sosial dan kemanusiaan, band-band yang memeriahkan helatan akhir pekan di Flower City Fest 2024 menyuarakan kecintaannya terhadap Kota Bandung. Menurut vokalis DT09 Rian, Kota Bandung merupakan keberuntungan. Ia mengungkap hal tersebut melalui lagunya Kebanggan Bandung.

“Terima kasih Tuhan, Bandung tempat kelahiranku, punya tim kebanggaan Persib Bandung dengan sejarah yang melambung,” kata Rian.

Cholil mempunyai pandangan berbeda mengenai iklim musik di Bandung yang bisa menyatu dengan aktivisme. Ia menerangkan, orang-orang Bandung memiliki sikap. Hal ini terlihat dari penonton Flower City Fest 2024 yang menurutnya mencapai dua belas ribu orang.

“Musik yang dimainin bukan musik mainstream tapi bisa jadi mainstream di sini. Satu daerah, di mana anak-anak NGO dengerin musik independen, anak musik independennya dekat dengan aktivis-aktivis,” ujar Cholil.

Flower City Fest 2024 disebut mencerminkan urang Bandung yang mencintai kolaborasi dan semangat kebersamaan. Diharapkan, tahun depan terjalin lagi kolaborasi dengan komunitas-komunitas di Bandung.

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang Musik Kota Bandung

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//