Pemandu, Pendidik, dan Sosiolog
Nanat Fatah Natsir telah menorehkan jejak yang dalam bagi kemajuan pendidikan dan penguatan nilai keislaman. Guru berprinsip tegas, namun tetap hangat dan bijak.
Ibn Ghifarie
Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.
23 Januari 2025
BandungBergerak.id – Saat asyik menyiapkan kejutan ala kadarnya untuk Milangkala ke-10 anak kedua, Aa Akil. Tiba-tiba Istri memanggil, "Bah, Pa Nanat, meninggal ya?"
Kujawab dengan singkat “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun!”
Pikiran melayang pada sosok yang bersahaja, sederhana, berseka, tegas, deretan buku-buku Wahyu Memandu Ilmu, terutama metafor roda untuk rumpun ilmu perubahan IAIN menjadi UIN.
Kuambil handphone untuk mengecek kabar duka, benar saja, informasi meninggalnya rektor sejati (2023-2007 dan 2007-2011) tersebar melalui pesan beruntun dalam grup kampus, dosen, alumni, Kamis (2/1/2025) pagi.
Assalamualaikum wr wb.
Telah berpulang ke Rahmatullah Bapak Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS di rumah sakit Al Islam Bandung pukul 01.00 pada Hari Kamis, 2 Januari 2025. Meninggal pada usia 70 Tahun karena Sakit.
Almarhum akan disholatkan di Mesjid Iqomah UIN pukul 06.00 Jl. A.H Nasution No. 105 dimakamkan pada hari ini di Pemakaman Ciburuy Muhammad Thoha pukul 09.00.
Semoga amal ibadah Bapak kami diterima iman Islamnya, diampuni salah dan dosanya juga terima disisi Allah. Kami yang ditinggalkan tetap diberi ketabahan dan Keikhlasan . Aamiin Yaa Rabbal’alamin.
Baca Juga: Samen, Pantai, dan Jalan Kaki
Pawai Obor, Syiar, dan Syair
Penafsir, Filsafat, dan Pendidikan
Biodata
Nanat Fatah Natsir dilahirkan di Garut, 11 Desember 1954 dari pasangan H. Muhammad Madin (alm)-Hj. Komariah (almh). Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cikelet Garut (1967), Madrasah Ibtidaiyah Cikelet Garut (1967), Pondok Pesantren As-Sharkowiyah Cikelet Garut, (1962-1967), Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 4 tahun Bandung (1971), PGAN 6 tahun Bandung (1973), Sarjana Lengkap (Drs) Fakultas Tabiyah (Pendidikan) Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) IAIN Sunan Gunung Djati Bandung (1980), Program Magister (S2) Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Program Studi Ilmu-ilmu Sosial, Kajian Utama Sosiologi, (1988), Program Doktor (S3) Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung, Program Studi Ilmu-ilmu Sosial, Kajian Utama Sosiologi (1997).
Untuk karier dan jabatannya dimulai dari Guru SMAN 12 (tidak tetap) Filial SMAN 3 Bandung (1979-1980); Staf Kantor Departemen Agama (Depag) RI Kabupaten Garut (1979); Dosen IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, (1980 – 2025); Staf Ahli Lembaga Penelitian IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, (1984); Sekretaris Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah II Jawa Barat, (1990 – 1996); Wakil Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah II Jawa Barat, (1996 – 1997); Pembantu Rektor I IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, (1999 – 2003); Pembantu Rektor IV Universitas Garut/Uniga, (1999 – 2000); Dekan Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Garut/Uniga, (1999 – 2003); Asisten Direktur I Pascasarjana Universitas Garut (Uniga), Program Studi Administrasi Negara, (2000 – 2003); Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) Wilayah II Jawa Barat dan Banten, (2003 -2007/2007-2011); Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, (2003 – 2007/2007-2011); Staf Ahli Menteri Agama RI, (2012 – 2014); Presidium ICMI, (2015); Ketua Senat Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung (2016-2023); Ketua Pembina Ponpes Al-Lughah Al-Arabiyyah, Kabupaten Bandung (2022-2025).
Karya tulis (buku, artikel, dan makalah) pada umumnya dalam bidang pendidikan dan sosiologi. Buku yang sudah dipublikasikan di antaranya: Integrasi dan Konflik dalam Adat Masyarakat Aceh (1999); Etos Kerja Wirausahawan Muslim (1999); Etos Kerja Sufisme (2000); Akar Pertumbuhan Masyarakat Demokratis (Wacana Budaya, Agama, Ekonomi, Politik, Pendidikan Era Reformasi di Indonesia), (2000); Sosiologi Agama; Teori dan Praktek, (2002); Moral dan Etika Elite Politik, (2008); Pengembangan Pendidikan Tinggi dalam Perspektif Wahyu Memandu Ilmu, (2008); Metode Sehat dan Penyembuhan Penyakit dengan Positive Thingking, (2009); Yahudi Versus Islam Konflik Agama dan Politik, (2010); Ahmadiyah dalam Realitas Keberagamaan; The Next Civilization: Menggagas Indonesia sebagai Puncak Peradaban Dunia, (2012). Gagasannya menghasikan ratusan makalah, hasil penelitian dan publikasi artikel. (Nanat Fatah Natsir, 2012:i, Ridhazia, Pasqa Muhammad, 2024:331-339, www.uinsgd.ac.id, www.kemenag.go.id)
Khazanah pemikiran Nanat semasa hidupnya telah mencerahkan dan mencerdaskan bangsa, terutama dalam ranah pendidikan dan sosiologi. Dalam konteks membaca jejak pemikirannya tulisan ini hadir sekedar merawat ingatan kolektif untuk takzim kepada guru.
Dalam buku 70 Tahun Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, M.S.: Cendekiawan, Pemimpin dan Pengabdi. Menteri Agama, Nasaruddin Umar memberikan sambutan tertulis:
Nanat sebagai seorang akademisi yang telah menulis berpuluh-puluh buku yang antara lain Pengembangan Perguruan Tinggi dalam Perspektif Wahyu Memandu Ilmu (2008) mengemukakan bahwa umat Islam pernah memimpin peradaban dunia, yaitu pada abad ke-8 M sampai dengan ke-13 M. Zaman Daulah Abbasiyah di Baghdad, di samping Daulah Umayyah di Spanyol Andalusia, lahir pemikir-pemikir muslim cemerlang, yang fasih berbicara agama dan pakar dalam bidangnya, misalnya Ibnu Sina ahli kedokteran yang hasil karyanya sampai saat ini masih menjadi rujukan ilmuwan di berbagai universitas terkemuka dunia, yaitu Al-Qanu fi At-Tibb, teori-teori kedokteran. Demikian juga al-Khawarizmi yang menulis kitab Al-Jabr wa Al-muqabala, teori tentang matematika.
Pertanyaannya, mengapa pada saat itu umat Islam menguasai peradaban dunia? Hal ini disebabkan oleh sistem pendidikan yang dikembangkan tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan kata lain, ayat quraniyah memandu ayat kauniyah (wahyu memandu ilmu). Jadi, wahyu membimbing, mengarahkan, dan mengoreksi ilmu, baik ontologi, epistemologi, maupun aksiologi.
Ketika umat Islam mengalami kekalahan secara militer, kota Baghdad dihancurkan oleh tentara Hulago, Mongol. Dunia Islam mengalami kemunduran secara militer, ekonomi, politik, dan pendidikan mulai abad ke-13 M sampai dengan abad ke-18 M. Nanat menawarkan gagasan untuk mengembalikan kejayaan, zaman keemasan (The Golden Age) umat Islam di masa lalu, diperlukan pengembangan sistem pendidikan wahyu memandu ilmu, (ayat quraniyah memandu ayat kauniyah), integrasi ilmu dan agama, seperti zaman keemasan umat Islam itu. Karena itulah, yang menjadi latar belakang mengapa IAIN berubah menjadi UIN. Di samping itu, alasan kewahyuan antara lain surah Ali Imran ayat 190-191.
Spirit surah Ali Imran ayat 190-191 mengharuskan pendidikan manusia yang dibangun menuju pembentukan manusia ulul albab, manusia berpikir mendalam substansi, yaitu membina insan yang memadukan antara zikir dan pikir di mana sala berada yang tujuan akhirnya memahami, mengakui, menyadar, dan mengamalkan akan kebesaran Allah Swt. Yang Mahabesar sebagai pencipta alam semesta yang luar biasa.
Secara empirik, bahwa kemajuan umat Islam pada abad 8 M sampai 13 M, sehingga disebut zaman keemasan Islam (The Golden Age) hal itu disebabkan sistem pendidikan yang dikembangkan berbasis wahyu memandu ilmu ayat quraniyah memandu ayat kauniyah. Hal ini digambarkan dalan metafora roda. Prinsip-prinsip wahyu memandu ilmu: Pertama, tauhid sebagai fondasi mendasar dalam pengembangan ilmu, baik ontologis, epistimologis, maupun aksiologis. Oleh karena itu, al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai sumber utama pengembangan ilmu. Kedua, tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu agama. Ilmu dikembangkan untuk kemaslahatan umum.
Dalam buku "The Next Civilization", Nanat bersikap optimisme bahwa Indonesia emas 2045 akan terwujud, dengan merujuk pada pandangan lembaga internasional bahwa bangsa Indonesia pada 2045 akan menjadi empat besar kekuatan ekonomi dunia, berturut-turut Cina, India, Amerika, dan Indonesia. Dengan merujuk kepada pendapat salah seorang futurolog bahwa bangsa-bangsa yang pernah menguasai peradaban dunia, misalnya peradaban bangsa Yunani, Persia, Romawi, Islam, dan saat ini yang sedang memimpin peradaban adalah Barat, adalah bangsa-bangsa yang pada umumnya muncul dari etnis besar, misalnya: Romawi dan Persia. Siklus yang memimpin peradaban itu tidak pernah kembali kepada bangsa itu, tetapi beralih ke bangsa lain.
Salah satu etnis besar yang belum pernah menguasai peradaban dunia itu adalah etnis Melayu. Kata futurolog, ke depan yang akan menguasai peradaban dunia itu adalah Indonesia, bukan Malaysia, Brunei Darussalam walaupun sama-sama etnis Melayu.
Walhasil dalam buku ini mengajukan delapan catatan bahwa Indonesia akan terwujud menjadi Indonesia emas 2045 bila: Pertama, penguatan ideologi bangsa; Kedua, penguatan akhlakul karimah dan karakter bangsa; Ketiga, peningkatan kualitas sumber daya manusia (human resource); Keempat, menumbuhkan ekonomi yang berkeadilan (berbasis syariah); Kelima, pengembangan sains dan teknologi; Keenam, reintegrasi keilmuan; Ketujuh, membangun masyarakat pluralis; Kedelapan, penguatan demokratisasi dan good governance.
Diakui Afif Muhammad, Guru Besar Universitas Muhammadiyah Bandung, ketika kawan-kawan di UIN Sunan Gunung Djati Bandung membentuk Grup Diskusi Ulul Albab, beberapa kali tema epistemologi Islam itu didiskusikan dengan mengundang Herman Soewardi. Dari sinilah, kemudian Nanat merumuskan pandangan keilmuan UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang kemudian terkenal dengan "Wahyu Memandu Ilmu" itu.
Wahyu Memandu Ilmu, adalah pandangan keilmuan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, yang dilukiskan dalam bentuk roda dengan banyak jari. Di inti roda itu ditempatkan iman dan takwa sebagai poros, yang dari situ jari-jari berbagai jenis ilmu terhubung.
Tanpa bermaksud mengurangi peran kawan-kawan lain, saya tidak ragu sedikit pun untuk mengatakan bahwa "Wahyu Memandu Ilmu" adalah rumusan asli yang berasal dari Prof Nanat. Di kemudian hari, ke dalam rumusan ini ditambahkan asas moral dan karakter keilmuannya yang berbunyi, "Dalam Bingkai Akhlakul Karimah" sehingga pandangan keilmuan itu menjadi "Wahyu Memandu Ilmu dalam Bingkai Akhlakul Karimah", yang terus digunakan hingga saat ini. (Ridhazia, Pasqa Muhammad, 2024:282)
Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Rosihon Anwar secara tegas menguraikan erubahan IAIN menjadi UIN merupakan pintu gerbang bagi kampus ini untuk membuka perluasan mandat (wider mandate) fokus kajian yang lebih banyak. Semenjak itu, UIN Bandung membuka beberapa fakultas dan prodi umum di samping fakultas dan prodi agama. Sampai saat ini ada sembilan fakultas dan satu program Pascasarjana serta 64 prodi, jurusan, termasuk di dalamnya prodi-prodi umum.
Sebagai konsekuensi keberadaan prodi agama dan prodi umum, maka ada tuntutan untuk mengintegrasikan keduanya. Ada kebutuhan merumuskan paradigma keilmuan yang mengintegrasikan keduanya. Hal itu disadari oleh semua rektor UIN saat itu, termasuk di UIN Bandung. Nanat berhasil menghasilkan formula Paradigma Wahyu Memandu Ilmu.
Pada paradigma tersebut terdapat (filosofi) metafora roda. Filosofi roda ini menandakan adanya titik-titik persentuhan, antara ilmu dan agama. Artinya, pada titik-titik persentuhan itu, kita dapat membangun juga kemungkinan melakukan integrasi keduanya. Bagaimana pula dengan pandangan mengenai ilmu. Sampai saat ini, paradigma tersebut tetap menjadi acuan dalam pengembangan keilmuan di UIN Bandung.
Teladan
Bagi saya, Prof. Nanat bukan saja sebagai guru, tetapi juga dapat dikatakan sebagai mentor. Saya banyak mendapatkan nasehat-nasehat kepemimpinan dari beliau, baik sewaktu saya sebagai Dekan, Wakil Rektor, maupun Rektor saat ini. Nasihat-nasihatnya sangat futuristik, termasuk dorongan agar kampus ini go international. Terima kasih Prof. Nanat atas semua saran dan masukannya. (Ridhazia, Pasqa Muhammad, 2024:xxii-xxiii dan www.uinsgd.ac.id)
Dalam pengantar buku "The Next Civilization", Habibie menuliskan "Membangun Indonesia Masa Depan", Nanat adalah salah seorang cendikiawan yang mempunyai wawasan luas khususnya masalah sosial, masalah lingkungan yang tidak terbatas pada disiplin ilmu yang dimilikinya. Memang demikianlah seharusnya sifat seorang cendikiawan yang selalu memberikan sumbangsih bagi kepentingan masyarakat. Seorang cendekiawan tidak berhenti berpikir dan mengkaji, untuk mengurai masalah bangsa dan dunia serta bagaimana mencari upaya pemecahannya.
Kalau seorang pakar adalah orang yang menguasai bidang keilmuan, kalau cendekiawan adalah seorang pakar yang punya kepedulian terhadap lingkungan masyarakat, kalau seorang pakar tidak punya kepedulian terhadap masyarakat sekitarnya, tidak disebut cendekiawan.
Untuk keunggulan dan peran strategis Indonesia di kancah global tersebut, ada satu hal yang dapat mengancam ketahanan bangsa Indonesia dari percaturan global, yaitu ancaman bersifat "intangible". Masalah dan ancaman yang tidak bisa kita raba dengan panca indra, yaitu masalah kesenjangan sosial.
Ihwal perluasan peran umat Islam Indonesia dalam menyinergikan peningkatan peran itu, dengan upaya pengembalian kejayaan nilai-nilai universal Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, rahmatan lil alamin. (Nanat Fatah Natsir, 2012:iii-vi).
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Republik Indonesia, Muhammad Ali Ramdhani menyampaikan Nanat adalah salah satu sosok yang memiliki pengaruh besar dalam memperkuat peran UIN Sunan Gunung Djati Bandung sebagai pusat pendidikan Islam yang modern dan inklusif. Selama menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Gunung Djati Bandung periode 2003-2011, membawa UIN Sunan Gunung Djati Bandung berkembang pesat, menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman, dan menyiapkan generasi muda yang berpengetahuan luas serta berakhlak mulia.
Sebagai seorang akademisi dan pemimpin, Nanat telah menorehkan jejak yang dalam bagi kemajuan pendidikan dan penguatan nilai-nilai keislaman. Selalu mendorong peningkatan kualitas pendidikan Islam dan pembentukan karakter yang berlandaskan nilai-nilai agama sehingga menjadi landasan kokoh bagi generasi penerus bangsa.
Sebagai seorang guru, Nanat adalah sosok panutan yang mengayomi, mendidik dengan kasih sayang, memberikan teladan dalam bertutur kata, berperilaku, dan menjalankan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sosok guru yang berprinsip tegas, namun tetap hangat dan bijak. Kehangatan dan keteladanannya menjadikan sosoknya yang dihormati dan disayangi oleh civitas akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung. (Ridhazia, Pasqa Muhammad, 2024:xviii-xix)
Kini tak ada lagi cerita, "Tolong dikirim foto terbaik acara tadi ya!; Tolong dikliping tulisan di koran ya!; Tolong dikirim draf berita dan tulisannya ya!"
Hanya rindu yang terus menggebu sambil ditemani lagu Kelahiran dan Kematian WIRAHMA, yang menjadi pengingat momentum berharga saat penyerahan Piala dari Rektor (Nanat Fatah Natsir) ke Teater Awal atas segala prestasi yang membanggakan kampus.
Kelahiran dan Kematian
Kematian dan Kelahiran
Setiap saat setiap waktu datang bertamu
Kelahiran adalah pintu
Kematian adalah pintu
Pintu masuk pintu keluar ke meja Tuhan
Pintu masuk pintu keluar ke meja Tuhan
Reff;
Semua mahluk hidup pernah lahir
Semua mahluk hidup pasti mati
Semua mahluk hidup pernah lahir
Semua mahluk hidup pasti mati
Kelahiran adalah batas
Kematian adalah batas
Batas awal dan batas akhir dari kehidupan
Batas awal dan batas akhir dari kehidupan
Selamat jalan guruku, pemandu wahyu, ilmu (pendidikan) dan Quran dalam bingkai sosiologi ala UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
* Kawan-kawan bisa membaca tulisan lain dari Ibn Ghifarie, atau artikel-artikel lainnya tentang agama dan keberagaman.