• Kolom
  • Pawai Obor, Syiar, dan Syair

Pawai Obor, Syiar, dan Syair

Pawai obor menjadi tradisi perayaan tahun baru Hijriah. Merupakan wujud dari persaudaraan, kebersamaan, silaturahmi, dan persatuan di antara sesama muslim.

Ibn Ghifarie

Pegiat kajian agama dan media di Institute for Religion and Future Analysis (IRFANI) Bandung.

Suasana kegembiraan saat pawai obor di kampung halaman Bungbulang Garut Kidul. (Foto: Nuralimat Hakiah)

15 Juli 2024


BandungBergerak.id – Hujan yang mengguyur daerah Bandung tak menyulutkan warganya untuk tetap semangat melakukan tradisi pawai obor sebagai tanda syiar Islam.

Betapa tidak, gerimis dan dinginnya malam, Sabtu (6/7/2024), tak menjadi penghalang bagi warga RW 05 Kelurahan Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung untuk melaksanakan tradisi pawai obor menyambut tahun baru Islam.

Suara langkah kaki ratusan orang yang berbaris, diiringi lantunan selawat dan puji-pujian riuh terdengar. Dari kejauhan terlihat cahaya merah yang semakin dekat warnanya kian pekat. Terlihat warga menggenggam obor yang terbuat dari bambu dan dimodifikasi. Mereka berjalan bersamaan menyusuri ruas Jalan Kiputih, Ciumbuleuit.

Cahaya obor merambat di kegelapan, menciptakan gradasi merah dan siluet di tengah kumpulan warga. Tradisi pawai obor ini diikuti warga lintas generasi. Tak sedikit orang tua yang mengajak anak-anaknya untuk ikut meramaikan kegiatan tahunan. Antusiasme warga kelurahan Cidadap terasa tinggi dalam melaksanakan tradisi pawai obor ini.

Uniknya, di wilayah lain, terlihat beberapa warga melakukan atraksi sembur api. Pemegang obor menyemburkan minyak dari mulut ke arah ujung obor, hingga menciptakan gelombang api yang menyembur ke udara.

Di tengah padatnya lalu lintas, aksi suci tahunan ini mendapatkan perhatian para pengendara. Acara digelar dalam rangka menyambut tahun baru Islam, yang dalam sejarahnya ditandai dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Kota Mekkah ke Madinah pada 622 Masehi.

Bagi sebagian masyarakat, tradisi pawai obor semacam ini memilik makna kebersamaan dan silaturahmi antarsesama manusia. (Kompas, 6 Juli 2024: 23:59 WIB)

Kondisi masjid Darussalam Bungbulang, Garut Kidul, Rabu (27/3/2024). (Foto: Nuralimat Hakiah)
Kondisi masjid Darussalam Bungbulang, Garut Kidul, Rabu (27/3/2024). (Foto: Nuralimat Hakiah)

Baca Juga: MERAWAT ZIARAH INGATAN RAMADAN #3: Sirene, Pupujian dan Imsak
Rumah Ibadah di Tengah Pusaran Komodifikasi Agama
Samen, Pantai, dan Jalan Kaki

Merawat Tradisi

Saat asyik membaca liputan bertajuk "Warga Bandung Antusias Ikuti Pawai Obor Sambut Tahun Baru Islam" Tiba-tiba Aa Akil, anak kedua berkomentar "Padahal hujan ya Bah? Kan kena air obornya bisa mati. Udah latihan pidato. Aa tidak jadi ikut pawai obor di sini!" ujarnya. 

Kujawab dengan singkat. "Moal pareumeun obor A!"

Seorang kawan berkata, "Aduh hujan wengi mah janten hente kaluar ngiringan pawai? Pami tahun kamari mah di lembur meuni guyub, rame pisan pawai obor taun hijriah teh," tuturnya sambil nyarap bubur Pasor yang tepat berada di depan photo copy Manisi 45, Kantin Biru.

Memang sudah menjadi tradisi, perayaan tahun baru Hijriah selalu diramaikan dengan pawai obor. Dulu, di kampung halaman, Bungbulang Garut Kidul yang terkenal dengan cemilan opak, wajit, sale.

Biasanya, seminggu sebelum pergantian tahun baru. Anak-anak yang ngaji di Masjid Darussalam diperintahkan Ajengan untuk membuat obor. Lomba asesoris, menghiasi obor menjadi pengalaman berharga dan tak bisa dilupakan barudaks.

Bambu milik Pa Haji Hasan menjadi langganan untuk dibuatkan obor. Ada yang bertugas menyiapkan bambu, membawa gergaji, kain sumbu kompor minyak, jelantah. Caranya, pilih bambu yang baik, tidak retak dan berlubang.

Ya kira-kira 60-80 cm ukuran bambu dan dipotong. Hasil potongan bambu harus memiliki dua buku. Satu untuk pegangan dan satu lagi untuk menyimpan bahan bakar (minyak jelantah). Isi salah satu buku bambu dengan jelantah, masukan sumbu kompor dan biarkan minyaknya meresap. Supaya tidak mudah tumpah, bagian atas bumbu yang diisi jelantah diberi penutup dari tanah liat. Setelah minyaknya meresap pada sumbu, baru obor siap dinyalakan. Hore hurung!

Berbagai lomba diadakan untuk memperingati tahun baru Islam mulai dari pidato, azan, ikamah, bacaan surat-surat pendek, sampai nadoman (pupujian). Puncaknya dilakukan pawai obor mengelilingi kampung sambil salawat, pupujian yang diiringi dengan tagonian, rebana, musik ala kadarnya.

Rutenya dimulai dari depan Masjid terus lurus ke Pasantren, memutar ke sekolah dasar, Masjid Agung, lulus ke stamplat, belok kiri ke Pasar Lama dan berakhir di tempat ngaji yang sudah disediakan nasi kuning untuk botram. Asyik makan bareng, balakecrakan!

Masih segar dalam ingatan, Ajengan pernah berkata "Pokona mah tradisi pawai obor teh salah sahiji cara dakwah, syiar Islam para wali nu masih dijaga ku umatna dugikeun ka kiwari," jelasnya.

Ingat, orang tua, selalu mewanti-wanti generasi muda agar terus merawat tradisi pawai obor. Pasalnya aktivitas turun temurun ini dilakukan untuk menyambung tali silaturahmi, kebersamaan. "Nya supados hente pareumeun obor istilahna mah!"

Pareum obor artinya tidak mengenal satu sama lain, dengan saudara, ponakan, keluarga besar dikarenakan terputusnya tali silaturahmi. Walhasil, pawai obor berusaha untuk mencegah putusnya persaudaraan. Obor yang menyala jadi simbol dari semangat berkumpul, bersilaturahmi yang terus tersambung dan terjaga.

Tentunya dengan melakukan pawai obor diharapkan dapat memberikan kegembiraan, kebahagiaan pada masyarakat. Bagi peserta pawai obor saat bertemu dengan kelompok lain langsung bercengkerama bersama, bertegur sapa, saling memamerkan keahlian main obor.

Untuk memeriahkan penetapan 1 Muharam, pawai obor ini biasanya diadakan perlombaan baris berbaris yang paling tertib dan paling rapi diganjar hadiah menarik dari panitia dan Ajengan.

Lantunkan selawat dan takbir yang diteriakkan oleh peserta pawai obor terus menggema. Berjalan perlahan-lahan dan menjaga jarak satu sama lain agar rombongan pawai berlangsung dengan tertib, aman, dan nyaman.

Mengelilingi kampung, desa menjadi aktivitas yang menyenangkan bila dilakukan bersama-sama, membentuk sebuah rombongan, ditambah membawa obor menyala sambil nadoman. Sungguh suasana terasa hangat, ramai, damai dan indah.

Suasana pengajian, muhasabah di Masjid Al-Hidayah Kebon Terong Cibiru Kota Bandung, foto DKM Al-Hidayah
Suasana pengajian, muhasabah di Masjid Al-Hidayah Kebon Terong Cibiru Kota Bandung, foto DKM Al-Hidayah

Syiar Islam

Dalam tajuk rencana PR (Pikiran Rakyat) dijelaskan tradisi pawai obor merupakan perayaan penting untuk memperingati tahun baru Islam. Pawai obor bukan hanya budaya untuk kegembiraan, tapi  memiliki dimensi (manfaat) sosial seperti menjalani silaturahmi dan membuat masyarakat erat dalam kebersamaan bisa hidup rukun dan damai.

Makna yang tersirat dari pawai obor ini seperti tertulis dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 257, minaz-zulumati ilan-nur, (dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Cahaya iman apabila telah meresap ke dalam kalbu seseorang akan menerangi jalannya. Tentu dapat menangkal kegelapan dan menjangkau sekian banyak hakikat dalam menjalani kehidupan.

Dengan menyambut tahun baru Hijriah, umat Islam diminta untuk mengoreksi diri agar merayakan tahun baru dengan hati yang bersih dan murni, karena Muharam adalah bulan kebaikan.

Obor yang menyala terang dalam pawai melambangkan cahaya yang menerangi kegelapan. Cahaya ini diibaratkan sebagai pengetahuan dan petunjuk yang menuntun umat muslim dalam menjalani kehidupan yang lebih baik.

Pawai obor ini mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah. Peristiwa hijrah ini merupakan simbol perubahan dan kemajuan menuju kehidupan yang lebih baik sekaligus menjadi momentum untuk merefleksikan diri dan merencanakan perubahan positif.

Pawai obor merupakan wujud dari persaudaraan, kebersamaan, silaturahmi dan memperkuat rasa persatuan di antara sesama muslim. Ini menjadi  salah satu cara untuk menyiarkan agama Islam kepada masyarakat luas. Cahaya obor yang menerangi jalan bagaikan menyebarkan syiar Islam, mengajak orang-orang untuk mengenal, memeluk agama Islam.

Kehadirannya menjadi momen untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat Islam dan bertekad supaya terus menebarkan kebaikan dan nilai-nilai Islam. Dalam pergantian tahun baru ini kaum muslimin perlu mengetahui sejarah muasalnya sebagai sebuah perenungan.

Dalam catatan sejarah, penetapan awal tahun baru Islam (penanggalan Hijriah) merujuk pada peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah. Peristiwa hijrah Nabi adalah salah satu momen penting sejarah Islam yang terjadi pada tahun 622 M. Dengan kejadian luar biasa itu ditetapkan sebagai hari pertama dalam penggalan hijrah, kalender Islam, yakni 1 Muharam, 1 Hijriah.

Sejarah penetapan awal penggalan kalender Hijriah tidak lepas dari peran Khalifah Umar bin Khattab. Penentuan awal tahun baru Islam itu diprakarsai oleh Khalifah Umar bin Khattab dengan persetujuan Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib.  Kala itu adalah tahun ke-17 setelah peristiwa hijrah 3/4 tahun saat kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab yang tetap menetapkan tahun hijriah dengan semangat hijrah Nabi Muhammad.

Tahun baru Hijriah bukan sekedar pergantian kalender, tapi mengandung nilai-nilai semangat hijrah Rasul dan para sahabatnya. Semangat hijrah inilah yang harus menjadi energi, spirit bagi kita untuk mengubah ke arah yang lebih baik, menjadi obor menerangi sekitar kita guna tercipta lingkungan yang terang dan terhindar dari kegelapan.

Mengingat tantangan semakin berat. Persaingan global haruskan kita untuk terus menempa diri, menerangi diri dengan berbagai ilmu pengetahuan dan skill yang mumpuni agar tidak tergerus zaman. Pawai obor harus jadi cerminan dalam menghadapi kehidupan ini. Semangat untuk menerangi, hijrah, dan menebar kebaikan. (Pikiran Rakyat edisi Senin 8 Juli 2024).

Tradisi sepak bola api di Cibiru Hilir sebagai bentuk silaturahmi dan syiar untuk mengajak umat selalu berjamaah ke masjid, Selasa (18/7/2023). (Foto : Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Tradisi sepak bola api di Cibiru Hilir sebagai bentuk silaturahmi dan syiar untuk mengajak umat selalu berjamaah ke masjid, Selasa (18/7/2023). (Foto : Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Bentuk Syukur

Untuk di daerah Cibiru, Kebon Terong malam pergantian tahun baru di Masjid Al-Hidayah digelar doa, renungan muhasabah yang dipimpin oleh KH Hanafi. Doa bersama di malam tahun baru Islam (1 Muharam 1146 H) dilaksanakan pada Sabtu (6/7/2024) yang dimulai pukul 18.15 WIB, setelah salat magrib. Membaca surat Yassin, doa akhir dan awal tahun dilantunkan untuk munajat kepada Sang Khalik.

Dengan harapan tahun baru harus diisi amal saleh, berusaha menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya. Prinsip hari ini mesti lebih baik daripada hari kemarin terus diberikan ruang, semangat untuk meningkatkan kualitas iman dan takwa wajib ditanamkan. Semuanya dilakukan dalam rangka mencintai ridha Allah SWT.

Selain pawai obor, doa bersama, pengajian, muhasabah pergantian tahun baru kerap kali diekspresikan dalam bentuk sepak bola api.  

Anak-anak mencoba bermain sepak bola api dalam acara menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1445 di Cibiru Hilir, Selasa (18/7/2023). (Foto : Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Anak-anak mencoba bermain sepak bola api dalam acara menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharam 1445 di Cibiru Hilir, Selasa (18/7/2023). (Foto : Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Dalam liputan bertajuk "Sepak Bola Api dari Cibiru Hilir" Prima Mulia, menggambarkan secara detail peristiwa unik ini, usai salat Isya berjamaah di Masjid Safinatussalam, warga permukiman di sekitar Bumi Harapan Cibiru, Desa Cibiru Hilir, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, berkumpul di lapangan samping masjid. Wajah-wajah berpendar tersapu cahaya oranye ratusan obor yang mereka genggam, menerangi gelap malam kawasan permukiman yang berada di dekat eks stasiun kereta api Cimekar lama. 

Perlahan iring-iringan anak-anak, remaja, ibu-ibu dan bapak-bapak, berjalan keliling kampung, sambil berselawat.  Pawai obor ini jadi penanda datangnya tahun baru Islam 1 Muharam 1445 H, Selasa (18/7/2023).

Warga yang tak ikut pawai keluar dari rumah masing-masing sambil menunggu di halaman,  teras rumah, menanti iring-iringan pawai melintas. Keriuhan ini diwarnai dengan atraksi para penyembur api dan pemain tongkat api. Iring-iringan pawai akhirnya tiba kembali di lapangan samping masjid.

Acara puncak yang ditunggu-tunggu pun tiba, sepak bola api. Tradisi ini digelar rutin setiap peringatan tahun baru Islam di kawasan Bandung Timur. Setelah tiga tahun ditiadakan karena pandemi covid-19, sepak bola api akhirnya untuk pertama kalinya bisa digelar kembali pascapandemi. Walhasil, tradisi sepak bola api di Cibiru Hilir sebagai bentuk silaturahmi dan syiar untuk mengajak umat selalu berjamaah ke masjid. (Bandung Bergerak, 22 Juli 2023)

Saat mencari referensi tentang peristiwa hijrah dengan dinamikanya. Terselip sajak apik soal tradisi yang perlu kita renungkan secara bersama-sama.

Pawai Obor 1 Muharam
Berbaris rapi
cahaya itu menuju alun-alun.
Tua, muda, juga
sepasukan remaja bergembira
merayakan kedatangan harapan baru.
Malam hangat
seorang anak kecil melonjak
dari matanya
yang setengah mengantuk memancar doa-doa
hingga meruyak ke kepala.
Air mata untuk baju baru yang didambanya terhenti.
Bau minyak tanah sumbu terbakar.
Seorang anak kecil lari mengejar cahaya.
2015-2016 (Zalila Isa [Editor], 2017:168).

Waktu asyik membaca syair sambil bersuara lantang. Tiba-tiba Aa Akil, anak kedua manggil, "Bah mana obor dari pengajian untuk dipakai pawai!" Cag Ah.

*Kawan-kawan bisa membaca tulisan lain dari Ibn Ghifarie, atau artikel-artikel lainnya tentang tradisi

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//