• Berita
  • Kebijakan UPI Menghentikan Cicilan Uang Kuliah Tunggal Merugikan Mahasiswa

Kebijakan UPI Menghentikan Cicilan Uang Kuliah Tunggal Merugikan Mahasiswa

Mahasiswa UPI berunjuk rasa menolak kebijakan UKT tidak bisa dicicil. Tercatat ada ratusan mahasiswa yang terdampak kebijakan ini.

Mahasiswa UPI yang tergabung dalam Badan Advokasi Mahasiswa (BAM) UPI 2025 menggeruduk Gedung Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa) UPI, Kamis, 30 Januari 2025. (Foto: Nabil Haqqillah)

Penulis Yopi Muharam1 Februari 2025


BandungBergerak.idUniversitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengeluarkan kebijakan mendadak terkait pencabutan cicilan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Ratusan mahasiswa terdampak kebijakan ini, terutama dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Mahasiswa khawatir tidak bisa melanjutkan kuliah di kampus pendidikan tersebut.

Merespons kebijakan yang dikeluarkan Direktorat Keuangan UPI, mahasiswa UPI yang tergabung dalam Badan Advokasi Mahasiswa (BAM) UPI 2025 menggeruduk Gedung Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa) UPI, Kamis, 30 Januari 2025. Mereka menuntut agar kebijakan cicilan UKT diterapkan kembali.

Salah satu mahasiswa yang ikut mengadvokasi, Taqi menjelaskan permasalahan UKT di kampusnya sudah terjadi sejak UPI menyandang gelar PTN-BH pada 2014 silam. Mahasiswa semester 3 itu mengungkapkan pencicilan UKT yang biasa dilakukan mahasiswa tiba-tiba dicabut pada 24 Januari lalu.

Sebelumnya pembayaran UKT ditetapkan pada tanggal 2-14 Januari, kemudian diperpanjang hingga 26 Januari berdasarkan Surat Edaran Rektor Universitas Pendidikan Indonesia Nomor 9 Tahun 2025 Tentang Perpanjangan Waktu Pembayaran dan Angsuran Biaya Pendidikan/Ukt Semester Genap 2024/2025.

Dalam point 6 surat tersebut tertera masa pembayaran cicilan UKT pertama paling lambat dilakukan pada tanggal 26 Januari 2025. Sedangkan di poin nomor 7 ditulis masa pembayaran cicilan kedua paling lambat dilakukan pada tanggal 21-28 April 2025. Artinya dalam surat edaran tersebut mahasiswa masih bisa membayar UKT dengan metode cicilan.

“Masalah muncul pada Jumat 24 Januari ketika direktorat keuangan di bawah komando direktur keuangan, Ikin Solikin (Direktur Direktorat Keuangan UPI) itu membatalkan pembayaran cicilan pertama,” tegas Taqi, kepada BandungBergerak setelah audiensi.

Mahasiswa yang sudah membayar cicilan pertama harus membayar kontan sesuai dengan nominal UKT. Taqi mengatakan pencicilan tersebut seharusnya bisa dibayar 50 persen dari jumlah UKT mahasiswa.

“Misalnya mahasiswa punya uang 1 juta (rupiah) untuk membayar UKT, sedangkan UKT mahasiswa yang harus dicicil itu 3,5 juta (rupiah),” ungkap mahasiswa yang aktif di Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) itu.

BandungBergerak telah menghubungi Ikin Solikin, selaku Direktur Direktorat Keuangan UPI untuk mengkonfirmasi pencabutan kebijakan pencicilan yang dinilai dadakan, pada Jumat 31 Januari 2025 siang melalui pesan seluler. Akan tetapi, Ikin menjawab agar BandungBergerak menghubungi pihak humas UPI terkait permasalahan pencicilan UKT ini.

“Supaya jawabannya satu pintu, baiknya pertanyaannya disampaikan ke Humas UPI, pak, terima kasih,” ujar Ikin.

Di sisi lain, BandungBergerak juga mengkonfirmasi terkait pencabutan kebijakan pencicilan UKT ini kepada Suhendra, kepala hubungan masyarakat (Humas) UPI. Dia mengatakan bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh UPI merupakan upaya demi kebaikan mahasiswa.

“Kebijakan yang ditetapkan oleh UPI semata untuk membantu mahasiswa agar mereka dapat membayar UKT sesuai dengan ketentuan sehingga mereka tetap dapat melanjutkan studinya,” tuturnya, Jumat, 31 Januari 2025.

Mahasiswa UPI yang tergabung dalam Badan Advokasi Mahasiswa (BAM) UPI 2025 menggeruduk Gedung Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa) UPI, Kamis, 30 Januari 2025. (Foto: Nabil Haqqillah)
Mahasiswa UPI yang tergabung dalam Badan Advokasi Mahasiswa (BAM) UPI 2025 menggeruduk Gedung Direktorat Kemahasiswaan (Dirmawa) UPI, Kamis, 30 Januari 2025. (Foto: Nabil Haqqillah)

Banyak Korban

BAM UPI menyatakan, alasan dari kebijakan pencabutan pencicilan UKT lantaran UPI mengalami defisit sebesar 1 miliar rupiah. Akan tetapi, laporan tahunan UPI yang BAM temukan dari PPID mencatat pada tahun 2021 UPI mendapat surplus 75 miliar rupiah, pada tahun 2022 140 miliar rupiah, dan tahun 2023 139 miliar rupiah.

“Hal ini menunjukkan bahwa UPI sebenarnya tidak mengalami defisit, melainkan hanya penurunan surplus dibanding tahun sebelumnya,” kata BAM UPI.

BAM UPI mencatat hingga 26 Januari, jumlah korban pencicilan mencapai 313 mahasiswa. Lalu dikonfirmasi kembali oleh birokrat UPI sebanyak 675 mahasiswa yang bermasalah terkait pembatalan pencicilan UKT.

Menurut Taqi, permasalahan tiap semester selalu sama, yaitu; pembayaran UKT yang tidak diverifikasi ulang. “Ataupun untuk mengkroscek kemampuan dari ekonomi mahasiswanya atau pun orangtuanya,” lanjutnya.

Di sisi lain, mahasiswa yang tergabung dalam BAM UPI 2025, Ahimsa menyebut yang dibutuhkan mahasiswa ialah verifikasi ulang kemampuan ekonomi mahasiswa atau orang tua mahasiswa. Tujuannya adalah agar mahasiswa tidak terbebani dengan biaya kuliah yang tinggi.

“Harus menyesuaikan kondisi ekonomi, kan berubah-ubah ekonomi tuh, enggak akan terus stabil,” ungkapnya.

Di sisi lain, saat ditanya terkait metode pencicilan ke depannya, Suhendra mengatakan bahwa kebijakan yang ditetapkan oleh UPI selalu mengakomodasi kepentingan mahasiswa. “Terutama mahasiswa yang orang tua/walinya memiliki keterbatasan, lebih khusus lagi keterbatasan ekonomi,” jelasnya.

Memberatkan Mahasiswa

Setelah audiensi selesai, ratusan mahasiswa yang menjadi korban atas pencabutan pencicilan UKT memenuhi ruang gedung Pendidikan Profesi Guru (PPG) lantai 2, atau tepatnya di ruangan direktur keuangan. Mereka sudah mengantre sejak pagi untuk meminta keringanan pembayaran.

Salah satu dari ratusan mahasiswa itu adalah Ardi, mahasiswa jurusan Ilmu Keolahragaan semester 6. Menurutnya jika kampus tidak menyediakan keringanan dengan skema pencicilan akan memberatkan mahasiswanya.

Dia kecewa ketika pihak kampus mengubah kebijakan tersebut secara mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya. Padahal pembayaran dengan metode pencicilan menurutnya sangat dibutuhkan. “Karena kan kalau mahasiswa yang tidak mampu, cicilan itu sangat dibutuhkan,” ujarnya saat dirinya masih mengantre.

Ardi sendiri kebagian UKT golongan 4 dengan nominal 4,4 juta rupiah. Semester sebelumnya dia masih bisa mencicil UKT dengan tenggat waktu yang ditentukan sebesar 50 persen dari total UKT-nya.

Alangkah kagetnya ketika dia hendak membayar UKT, nominal yang tertera di kolom pembayarannya tidak bisa dicicil atau harus dibayar penuh. “Waktu semester kemarin juga dicicil dan masih bisa,” lanjutnya.

Di sisi lain, kerabat Ardi, Anwar yang turut serta membantu mahasiswa sejurusannya dalam mengadvokasi merasa ada kejanggalan terkait pembayaran UKT. Sebelumnya, ujar Anwar, mahasiswa yang kurang mampu dalam membayar UKT dapat dicicil sesuai dengan uang dimiliki mahasiswa.

“Misalkan mahasiswa punya uang 500 ribu (rupiah), nah itu tuh masih bisa dibayar,” ujarnya. “Nah yang dibingungkan tuh kenapa sekarang dicabut. Karena kan dibilanglah pencicilan tuh sangat membantu buat mahasiswa.”

Anwar mencatat di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) ada 90an mahasiswa yang terdampak. Sedangkan yang tidak terdata ada 20 mahasiswa. Dia juga menyayangkan dengan kebijakan cuti bagi mahasiswa yang tidak bisa membayar UKT. “Kan enggak masuk akal,” ungkapnya.

Menurut Anwar, idealnya pendidikan tinggi seharusnya tidak membebankan biaya kepada mahasiswanya. Terlebih mahasiswa dengan golongan ekonomi rendah. “Idealnya adalah yang tidak memberatkan mahasiswanya. Biaya pendidikannya harus disesuaikan dengan kesanggupan orang tua masing-masing,” ungkapnya

Baca Juga: Kebijakan Penetapan Uang Kuliah Tunggal UPI Meresahkan Mahasiswa
Menaikkan Uang Kuliah Tunggal, Melupakan Amanat Undang-undang
Membayar UKT ITB dengan Dana Pinjol Bertentangan dengan Amanat Undang-undang Pendidikan

Butuh Verifikasi Ulang

Setelah BAM UPI 2025 melakukan audiensi secara langsung yang dihadiri oleh pihak Direktorat Kemahasiswaan, Direktorat Keuangan, Warek Bidang Pendidikan, dan Direktorat Pendidikan, pada pukul 13.00 menyerahkan surat tuntutan mahasiswa.

Dalam surat tuntutan tersebut tertera 4 point, seperti; verifikasi ulang untuk menurunkan golongan UKT menurut kemampuan ekonomi mahasiswa, memberikan pencicilan sesuai kemampuan ekonomi mahasiswa, memperpanjang tenggat waktu pembayaran cicilan pertama sesuai surat edaran sampai perubahan rencana studi (PRS) selesai, dan wujudkan pendidikan ilmiah, demokratis, dan mengabdi pada rakyat.

Ahimsa mengatakan, sebelum audiensi tersebut selesai salah satu direktur mengatakan bahwa kampus tidak akan mengeluarkan mahasiswa karena alasan keuangan. Namun di sisi lain dia juga mengkhawatirkan kerabatnya sesama mahasiswa tidak dapat melanjutkan kuliah atau harus cuti satu semester akibat dicabutnya pecicilan tersebut.

Dia menegaskan akan terus mengawal permasalahan ini. “Mau dienggak-enggak juga yang keberatan itu kawan-kawan kami. Kami juga akan tetap mengawal,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Humas UPI Suhendra menegaskan, kebijakan pencabutan kebijakan cicilan tersebut berasal dari surat edaran rektor. Dia berdalih Direktur Keuangan tidak memiliki kewenangan untuk mencabut surat edaran yang terlah dikeluarkan oleh universitas.

“Apabila kebijakan yang ditetapkan berupa SE (surat edaran) yang dikeluarkan oleh universitas, maka pembatalannya harus melalui SE lagi yang dikeluarkan oleh universitas,” tegasnya.

*Kawan-kawan dapat membaca karya-karya lain dari Yopi Muharam, atau artikel-artiikel lain tentang Mahasiswa

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//