Sebelum Jadi Jabar 1
Menakar komitmen Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan dalam persoalan kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Jawa Barat

Sabahuddin
Pegiat Dialog Lintas Iman
3 Februari 2025
BandungBergerak.id – Pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan menjadi pasangan calon terpilih berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat. Berdasarkan data KPU Jawa Barat, pasangan Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan memperoleh 62,22% suara atau sekitar 14.130.192 suara sah. Hal ini menandakan bahwa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jawa Barat akan dilaksanakan dengan satu putaran.
Persoalan-persoalan di Jawa Barat tentu sangat banyak sekali, mulai dari persoalan kemiskinan, hingga kesehatan, tapi tidak kalah menarik juga persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB). Berdasarkan hasil riset SETARA Institute (11 Juni 2024) merilis data Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) tahun 2023, menempatkan Provinsi Jawa Barat menjadi Provinsi dengan tingkat pelanggaran KBB tertinggi di Indonesia. Penyegelan Tempat Ibadah GKPS di Purwakarta, gangguan pendirian Vihara di Ciracas, Kabupaten Cianjur, pelarangan Ibadah di rumah yang dilakukan oleh ASN Eselon 3 Kota Bekasi dan banyak lagi seperti yang dilaporkan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam Monthly Update on Religious Issues in Indonesia 2023-2024.
Media BandungBergerak.id tanggal 9 September 2023 misalnya, dalam liputannya menyebutkan bahwa jumlah Gereja di Kabupaten Bandung tidak lebih dari 12 dengan jumlah Jemaat Kristiani lebih dari 180 ribu. Menurut data BPS, sepanjang tahun 2021 ada sekitar 44.353 Masjid, 36.030 Mushola dengan Umat Islam sekitar 48 Juta. Lalu terdapat sekitar 552 Gereja Kristiani (Protestan, Katolik, Ortodox) dengan lebih dari 1 Juta Jemaat. Sekitar 36 Pura dengan 17. 356 Umat Hindu. Kemudian 195 Vihara dengan 98.232 Umat Buddha. Kegagalan Negara dalam Menjadi KBB warga negaranya terlihat dari ketidakseimbangan antara jumlah penganut dan ketersediaan tempat ibadah.
Bahkan di tahun 2024 saja misalnya, setidaknya terjadi beberapa peristiwa pelanggaran KBB. Seperti Penutupan Masjid Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Kampung Nyalindung, Garut (Selasa, 2 Juli 2024). Pembubaran kegiatan Asyura di Kopo, Kabupaten Bandung (Rabu, 17 Juli 2024). Hingga pelarangan kegiatan bakti sosial yang diinisiasi oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Parakansalak, Sukabumi (Jumat, 9 Agustus 2024). Peristiwa-peristiwa ini menunjukan bahwa Jawa Barat sebagai zona merah untuk kelompok rentan, khususnya kelompok rentan Keagamaan. Bahkan baru-baru ini terjadi pelarangan kegiatan Jalsah Salanah oleh Penjabat (Pj) Bupati Kuningan, yang akan dilaksanakan oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Manislor, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan dan Pelarangan kegiatan dialog kebangsaan yang diselenggarakan oleh Jong Voice Indonesia, sehingga kegiatan dialog yang rencananya digelar secara tatap muka terpaksa diselenggarakan secara hybrid.
Baca Juga: Jawa Barat Kembali Menjadi Provinsi Paling Banyak Terjadi Pelanggaran Kebebasan Beragama BerkeyakinanDiskusi Lintas Agama, Mendorong Negara untuk Tidak Melakukan Pelanggaran Kebebasan Beragama Berkeyakinan
Peran Aktif Negara dalam Pelanggaran
Salah satu penyebab yang menjadi Jawa Barat tidak pernah absen menjadi Provinsi dengan tingkat pelanggaran KBB tertinggi di Indonesia adalah peran aktif negara dalam berbagai pelanggaran. Mulai dari terbitnya peraturan-peraturan diskriminatif (seperti Pergub no 12. tahun 2011 tentang pelarangan aktivitas JAI, dan Surat Edaran No.451/1/1605/
Bakesbangpol tanggal: 06 Mei 2021 Tentang Pelarangan Aktivitas Penganut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Penghentian Kegiatan Pembangunan tempat ibadah JAI di Kp. Nyalindung, Kecamatan CIlawu Kabupaten Garut, Jawa Barat), gangguan pada tempat ibadah (Peristiwa penyegelan masjid Ahmadiyah di Kp. Nyalindung, Garut; Gereja Kristen Pasundan (GKP) Dayeuhkolot) , hingga tindakan represif (peristiwa penyegelan Masjid Ahmadiyah Kp. Nyalindung, Garut; dan penyegelan Madrasah Ahmadiyah Kp. Parakansalak, Sukabumi). Sejauh ini, komitmen Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan dalam pemajuan hak Kebebasan Beragama/ Berkeyakinan tidak terlihat sama sekali. Bahkan dalam rencana program yang akan dilaksanakan oleh Pasangan ini seperti dilansir Kompas.com (Pilkada Jabar, Dedi Mulyadi Tawarkan Program Unggulan: Semua Serba Terintegrasi, 29 Agustus 2024) tidak terlihat sama sekali program-program yang mengagendakan pemajuan hak-hak beragama masyarakat Jawa Barat.
Dedi Mulyadi saat debat sesi kedua pilkada Jawa Barat, menanggapi persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Jawa Barat dengan mengatakan, “Saat saya SD, guru PMP (Pendidikan Moral Pancasila) saya namanya Udensius Nated dia beragama Katolik. Saya di tampar di sekolah, ketika pulang ke rumah saya ditampar lagi oleh orang tua saya. Artinya sesungguhnya warga Jawa Barat sudah sejak lama hidup toleran dan tidak ada problem tentang agama…”. Tampak jelas dalam pernyataan tersebut Dedi Mulyadi cacat berpikir, tepatnya Hasty Generalization Fallacy yang berarti seseorang menyimpulkan suatu hal berdasarkan sampel yang terlalu kecil atau tidak mewakili seluruh populasi, dalam hal ini Dedi Mulyadi memberikan pernyataan berdasarkan pengalaman pribadi atau kasus individu yang tidak bisa dijadikan dasar untuk gambaran toleransi di Jawa Barat. Padahal persoalan hak beragama khususnya hak beribadah, pelayanan publik, dan diskriminasi terhadap kelompok rentan sering kali menjadi hambatan seseorang untuk menjadi manusia seutuhnya di Jawa Barat.
Rasanya menantang Dedi Mulyadi dan Erwan Setiawan untuk melakukan perombakan besar-besaran di tubuh pemerintahan Jawa Barat saat ini bukanlah hal yang buruk. Mengingat perspektif yang sudah terbangun dalam tubuh pemerintahan Jawa Barat saat ini seperti belatung yang menggerogoti bangkai. Membuat program-program “yang penting ada” tidak substantif masih kerap dilakukan, seperti kunjungan kerja atau studi banding ke bali misalnya, atau seminar kebangsaan basa-basi belaka. Perlunya menguatkan perspektif penyelenggara negara terhadap jaminan atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Jawa Barat sesuai amanat konstitusi merupakan hal yang sangat mendesak dilakukan. Tentu bukan malah membuat riset tandingan ya.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan menarik lain tentang kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB)