• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: Hikayat Perjalanan Orang Tionghoa ke Nusantara serta Pasang Surut Perayaan Imlek di Indonesia #1

NGULIK BANDUNG: Hikayat Perjalanan Orang Tionghoa ke Nusantara serta Pasang Surut Perayaan Imlek di Indonesia #1

VOC disebut-sebut mendominasi perdagangan rempah Nusantara dan pertama kali bermarkas di Banten. Tapi, pelaut Tionghoa adalah pionirnya.

Merrina Listiandari

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB: Merrina Kertowidjojo, IG: merrina_kertowidjojo, atau FB page: Djiwadjaman

Perkampungan Tionghoa di Batavia. Sketsa karya Bleckmann sekitar tahun 1900. (Koleksi KITLV52F9, Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

6 Februari 2025


BandungBergerak.id – Tradisi perayaan Imlek atau tahun baru China di Indonesia dan Priangan khususnya, berawal sejak kedatangan etnis Tionghoa ke Nusantara. Dipicu oleh kekacauan situasi ekonomi dan politik Tiongkok kisaran abad ke-14 menyebabkan banyak warga Tionghoa yang harus beremigrasi ke wilayah Asia Tenggara, termasuk wilayah Nusantara.

Emigrasi masyarakat Tiongkok ke Nusantara berkembang menjadi sebuah pelayaran niaga. Bahkan pelayaran para pelaut Fujian dilakukan di dua jalur niaga alur barat dan alur timur yang mengisahkan tentang hubungan dagang antara Tiongkok dan Nusantara, seperti tertulis dalam naskah-naskah kuno Tiongkok (Sugiri Kustedja, 2012).

Sejarah Singkat Pelayaran Warga Tionghoa ke Wilayah Nusantara

Dengan menggunakan perahu jung kayu warga Tionghoa berlayar ke wilayah Nusantara melalui dua jalur pelayaran. Jalur pertama adalah alur barat menelusuri Pantai Asia Tenggara dan Semenanjung Malaya ke Sumatera dan Jawa. Jalur kedua adalah alur timur yang mengikuti kepulauan Filipina, dilanjutkan ke Kepulauan Maluku, dan Pantai Barat Kalimantan (Mills,1979 ; Kusteja,2012).

Sejarah pelayaran warga Tionghoa tersebut bahkan tercatat dalam naskah-naskah kuno yang dikisahkan dalam buku Shun-feng xiang-song atau Fair Winds for the Escort, yang merupakan buku acuan para pelaut Tionghoa pada abad ke-15, yang ditulis sekitar tahun 1430 kemudian mendapat beberapa sisipan setelah tahun 1571. Naskah tersebut diedit ulang oleh Xiang Da pada tahun 1961 (Blusse, 1979 ; Kusteja, 2012).

Naskah kuno yang dibahas oleh Leonard Blusse dalam bukunya “Chinese Trade to Batavia During the Days of the V.O.C.” itu memuat tentang teori-teori pelayaran, praktik, doa-doa, jalur pelayaran, tempat-tempat yang pernah disinggahi termasuk Nusantara. Dalam naskah itu pula disebutkan tentang kehebatan para pelaut Fujian yang dituntut untuk mampu bertahan dalam gempuran gelombang dan kerasnya alam.

Kapal Jung Cina sekitar tahun 1910. (Koleksi KITLV 104058, Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Kapal Jung Cina sekitar tahun 1910. (Koleksi KITLV 104058, Sumber: digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Pelaut Tiongkok Berlayar untuk Berniaga

Pada awalnya para pelaut Tionghoa hanya melakukan pelayaran di wilayah setempat saja. Mereka melakukan pelayaran niaga dari satu daerah pesisir ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah tertentu, seperti beras yang tidak dapat dihasilkan oleh daerah yang tandus. Begitupun mereka membawa hasil produksi dari daerah yang tandus seperti keramik, tekstil, dan barang-barang yang terbuat dari logam ke daerah pertanian.

Pelayaran niaga lokal tersebut terpaksa harus dihentikan pada kisaran abad 14-16 karena mendapat gangguan dari para perompak Jepang dan Tiongkok sendiri. Para perompak menggunakan perahu niaha sehingga sulit dibedakan mana kapal perompak dan mana kapal niaga. Maka, Kekaisaran Qing saat itu memutuskan menghentikan pelayaran niaga, para pedagang diharuskan meninggalkan permukiman mereka di daerah pesisir dan pindah ke daerah pedalaman (Kustedja, 2012).

Ketika situasi ekonomi serta perpolitikan di Tiongkok kacau maka keinginan masyarakat Tionghoa untuk melakukan pelayaran niaga berkembang lagi. Para pelaut itu mendesak untuk diizinkan melakukan pelayaran niaga dan kali ini mereka ingin mencoba peruntungan dengan melakukan perniagaan ke daerah yang jauh yaitu ke wilayah Asia Tenggara. Atas desakan para pedagang itulah maka pada tahun 1567 pelayaran Niaga pun Kembali diizinkan.

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Peristiwa Perobekan Bendera Belanda di Surabaya, Terulang di Bank DENIS Jalan Braga #1
NGULIK BANDUNG: Riwayat Pemindahan Ibu Kota Priangan dari Cianjur ke Bandung #6
NGULIK BANDUNG: Pahatan Harimau di Gua Jepang Tahura Bandung dan Kisah Mengharukan di Baliknya

Perahu Jung Niaga dari Tiongkok abad ke-14. (Sumber: Blusse, 1979 ; Kustedja, 2012)
Perahu Jung Niaga dari Tiongkok abad ke-14. (Sumber: Blusse, 1979 ; Kustedja, 2012)

VOC Kalah Cepat Tiba di Banten Dibanding Pelaut Tiongkok

Menarik untuk dicermati, ternyata kedatangan para pelaut dari Tiongkok ke Nusantara jauh lebih awal dibanding kedatangan Vereenigne Oost Indische Compagnie (VOC). Saat delegasi dagang Belanda pertama kali merapatkan kapal-kapal dagang mereka ke Banten pada tahun 1596, perahu-perahu jung milik saudagar-saudagar Tiongkok sudah merapat sejak 29 tahun sebelum kedatangan mereka, yaitu di tahun 1567. Orang-orang Belanda itu mendapati bahwa berbagai barang asal Tiongkok sudah tersebar di daerah Banten.

Perusahaan dagang Belanda itu berhasil melakukan pendekatan persuasif kepada penguasa Banten. Mereka menjalin hubungan baik hingga Sultan Banten mengizinkan VOC untuk mendirikan dermaga, kantor administrasi bahkan gudang di sana – sebuah kebaikan yang tak pernah disadari menjadi awal petaka  bagi Nusantara. Hingga pada 20 Maret 1602 VOC resmi didirikan dan menjadikan Banten sebagai markas pertama VOC setahun kemudian, 1603.

Namun hal itu tak berlangsung lama. Ketika VOC menguasai perdagangan di Banten, penguasa Banten tidak hanya memberikan hak untuk berdagang kepada VOC saja namun juga memberikan hak kepada perusahaan dagang milik Inggris East India Company atau EIC. Tidak hanya memberikan hak berdagang, EIC juga mendapatkan lokasi yang jauh lebih menguntungkan.

VOC kecewa karena persaingan dagang mulai tidak menguntungkan bagi mereka. Didorong oleh rasa tidak dapat menguasai Banten sepenuhnya, mereka mulai melirik wilayah Ambon yang kaya akan rempah-rempah. Sejak awal VOC memang berambisi menguasai perdagangan rempah dunia. VOC akhirnya berhasil menguasai Ambon setelah menaklukkan imperialis Portugis. Setelah 7 tahun bermarkas di Banten pada tahun 1610 VOC memindahkan markas mereka ke Ambon.

Tujuan VOC memindahkan markas mereka ke Ambon tentu karena keinginan mereka untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di sana. Namun cita-cita VOC menjadi satu-satunya penguasa perdagangan rempah yang berasal dari pulau tersebut tidak berjalan mulus. VOC bukan satu-satunya yang meminati Pulau Maluku yang kaya akan rempah. Portugis dan Spanyol masih terus berupaya merebut Ambon dari tangan VOC.

Berbagai Upaya terus dilakukan VOC untuk menghalau serbuan Portugis dan Spanyol. Ambon menjadi saksi bisu kejayaan VOC. Laiknya gudang emas  Ambon sangat mereka jaga dari serbuan musuh yang ingin menguasai. Dibangunlah benteng-benteng yang mengitari Pulau Maluku untuk melindungi dari serangan musuh.

Namun meski segala upaya telah dilakukan, setelah hampir satu dekade menjadikan Ambon sebagai markas utama, VOC harus menyerah dan memindahkan markas utamanya pada tahun 1619.  

*Tulisan kolom Ngulik Bandung, yang terbit setiap Kamis, merupakan bagian dari kolaborasi antara bandungbergerak dengan Komunitas Djiwadjaman

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//