• Berita
  • Ruang Bercerita IofC, Memahami Perbedaan dan Menciptakan Perdamaian Melalui Nobar Film Beyond Forgiving

Ruang Bercerita IofC, Memahami Perbedaan dan Menciptakan Perdamaian Melalui Nobar Film Beyond Forgiving

Film Beyond Forgiving yang diputar IofC (Initiative of Change) di Studio Komuji, Bandung mengajak orang-orang untuk menyembuhkan diri dengan bercerita.

Film Beyond Forgiving diputar IofC (Initiative of Change) di Studio Komuji, Bandung, Kamis, 6 Februari 2025. (Foto: Abdurrauf Syaban/BandungBergerak)

Penulis Abdurrauf Syaban8 Februari 2025


BandungBergerak.id - Aktivis pemimpin pergerakan, Letlapa, dipertemukan dengan ibu dari seorang korban kejadian yang diinisiasi oleh Latlapa sendiri. Mereka saling menceritakan perasaan dan masalah mereka terkait kejadian yang menjadikan anak dari ibu tersebut meninggal.

Pertemuan itu bukan menciptakan dendam, mereka berdua akhirnya lebih memilih untuk saling memaafkan dan saling memahami. Lalu mereka membuat sebuah organisasi yang bertujuan untuk menghilangkan penindasan dan penjajahan.

Kisah tersebut diceritakan film Beyond Forgiving, film dokumenter berlatar belakang Afrika Selatan, yang diputar IofC (Initiative of Change) di Studio Komuji, Kamis, 6 Februari 2025. Nobar ini bertujuan mengajak orang-orang untuk bercerita guna penyembuhan diri. Tujuan lain dari dibuatnya acara tersebut yaitu untuk menciptakan perdamaian dan memahami perbedaan.

Acara menghadirkan langsung pemeran dari film dokumenter sekaligus pembicara dalam sesi diskusi yang berasal dari Afrika Selatan, yaitu Letlapa M. Hal. IofC juga menggaet Komunitas Lintas Iman Bandung dalam acara yang dibuka dengan santai dan hangat tersebut.

Di awal acara, audiens dipersilakan memperkenalkan diri, dibuka oleh Anisa Eka Putri, seorang mahasiswa CRCS (Center for Religious and Cross-cultural Studies) UGM Yogyakarta sebagai moderator. Wanita yang akrab dipanggil Ninis itu sekaligus menjadi interpreter dari pesan yang disampaikan oleh Letlapha kepada audiens.

Miftahul Huda, Program Manager dari IofC menyampaikan, pemilihan Film Beyond Forgiving dalam acara ini bertujuan untuk menciptakan ruang aman untuk orang-orang bercerita tanpa rasa takut mengenai berbagai masalah ataupun pendapat.

Letlapa juga menjawab beberapa pertanyaan dari audiens yang berposisi melingkar dan terasa hangat dalam diskusi. Dia memberikan gambaran tentang luka dan pemaafan. Dia juga merasa bersalah mengenai kejadian yang menimpa anak dari ibu yang menjadi korban.

Letlapa tidak ada niat untuk melakukan hal tersebut. Ia hanya berniat melawan penjajahan dan penindasan yang terjadi saat itu. Mantan pemimpin pergerakan berharap agar orang-orang bisa saling memahami dan memutus rantai penindasan serta penjajahan.

Baca Juga: Film Bumi Manusia, antara Idealisme Pembaca dan Pragmatisme Industri Film
NONTON FILM: Film Legally Blonde, Mengapa Perempuan Cantik Dipandang Sebelah Mata
Watchdoc dan ICW Rilis Film Dokumenter tentang Kolaborasi Jurnalis Mengungkap Kasus Korupsi

Pentingnya Ruang Aman untuk Bercerita dan Memahami Perbedaan

Orang-orang yang hadir di acara tersebut juga datang dari berbagai macam kalangan dan pemahaman yang berbeda. Hal tersebut sesuai dengan program dan tujuan dari IofC sebagai pembuat acara. Mereka menginginkan ruang publik yang aman untuk bisa dipakai bercerita.

“Jadi, sebetulnya program signaturenya IofC itu adalah menyediakan ruang-ruang aman untuk bercerita seperti ini, Kebetulan malam ini metodenya adalah nonton film, jadi bahan refleksinya nonton film. Jadi tujuannya adalah itu, yang pertama memberikan ruang aman kepada orang-orang untuk bisa bercerita siapa dirinya, apa lukanya, apa yang sedang diperjuangkannya, dan kami sama-sama ingin berlatih untuk menjadi pendengar yang baik aja. Karena, di era sekarang sudah sangat jarang punya tempat aman untuk bercerita tanpa dihakimi, tanpa dibanding-bandingkan. Seperti tagline malam ini, berceritalah maka kamu akan pulih,” ujar Nenden, salah satu pengurus IofC.

Di negara demokrasi pemerintah harus ikut terlibat dalam sebuah diskusi publik dan membuat ruang aman untuk masyarakat bercerita. Ironisnya, para penegak hukum masih memiliki mindset yang keliru, biasanya mereka mendatangi ruang diskusi publik sebagai penjaga keamanan, seakan-akan diskusi yang diselenggarakan oleh masyarakat adalah suatu kejahatan yang mengancam keamanan negara.

“Saya berharap mereka (pemerintah) itu ikut dalam diskusi. Ternyata mereka masih menggunakan mindset bahwa tugas saya bukan diskusi, tugas saya bukan untuk bercerita, tugas saya adalah mengamankan. Yang kita harapkan adalah mereka datang ke sini tuh untuk saling mendengarkan ceritanya, saling bercerita dan saling mendengarkan bagaimana perspektif dari masyarakat,” ujar Miftahul Huda terkait kedatangan pihak penegak hukum yang hanya memantau acara tersebut.

“Supaya, kita ngerti gitu situasinya seperti apa. Apalagi kalau pemerintah, seharusnya mereka lebih mendengarkan, supaya pengambilan kebijakan, membuat undang-undang itu berdasarkan cerita nyata masyarakat,” sambung lelaki yang akrab dipanggil Huda.

Maka dari itu, IofC hadir sebagai pembuka ruang untuk masyarakat bercerita. IofC memiliki berbagai macam program yang bertujuan menjadi bagian dari ekosistem guna menciptakan perdamaian dan menjadi penyedia ruang bagi komunitas dan masyarakat yang membutuhkan ruang untuk bercerita.

“Kita ingin menjadi bagian dari support system komunitas. Terutama, kita ingin menjadi support system untuk bagaimana kita bisa merawat mental health. Kan kita aktivis nih, melayani di luar, tapi bagaimana dengan kita melayani diri sendiri, menjaga kesehatan, menjaga keseimbangan dalam hidup,” terang Miftahul Huda.

 

*Kawan-kawan bisa menyimak reportase lain dari Abdurrauf Syaban, atau tulisan lain tentang Diskusi Film 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//