PERAYAAN SEABAD PRAM DI BANDUNG: Kembang Kata Book Club Edisi Gema Perlawanan Pramoedya Ananta Toer
Para peserta Kembang Kata Book Club membaca lalu menuliskan curahan hati kepada Pramoedya Ananta Toer yang hari ini genap 100 tahun.
Penulis Fauzan Rafles 9 Februari 2025
BandungBergerak.id - Tahun 2025 menandai satu abad sejak kelahiran Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan yang mencatat sejarah Indonesia melalui perkataan yang ia tuliskan dan lalu menjadi buku bacaan hingga zaman kini. Semangat perlawanan dan keberanian ia tularkan kepada setiap pembacanya.
Setelah tiga kali menggelar acara rutinan yang diselenggarakan setiap hari Jumat, Kembang Kata Book Club pun tak mau ketinggalan menggelar acara perayaan Pramoedya Ananta Toer. Acara bertema “Baca Bareng Buku Pram” ini dilangsungkan di Perpustakaan Bunga di Tembok, 7 Februari 2025.
Seperti biasa, meskipun ini acara spesial, tradisi khas ala Kembang Kata yaitu menulis setelah membaca tentu tidak tergeserkan. Bedanya, kali ini masyarakat Kembang Kata tidak menulis buah pikiran dari bacaan yang mereka baca. Di edisi spesial seabad Pram mereka diharuskan menulis surat untuk legenda sastra yang selama hidupnya banyak menerima represi dari rezim Orde Baru. Dan tentu saja, setelah itu mereka akan membacakan suratnya secara lantang dan bergiliran.
Dibuka oleh pembawa acara Winda Fadillah yang membuat para audiens tidak merasa kaku atau gelisah karena senyapnya ruangan baca perpustakaan Bunga di Tembok, layaknya MC kondang ia mencairkan suasana dengan sesi perkenalan sembari memberi tahu alur yang akan dilaksanakan hari itu.
Sama seperti kegiatan-kegiatan sebelumnya, mereka memulainya dengan membaca senyap selama 45 menit. Lalu dilanjut dengan menulis dan ditutup dengan membacakan tulisannya.
![Kembang Kata Book Club menggelar acara perayaan Pramoedya Ananta Toer bertema Baca Bareng Buku Pram di Perpustakaan Bunga di Tembok, 7 Februari 2025. (Foto: Fauzan Rafles/BandungBergerak)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/2/5/kembang_kata_book_club_menggelar_perayaan_pramoedya_ananta_toer_840x576.jpeg)
Seperti ciri khas Kembang Kata, selalu ada kejutan setiap minggunya yang membuat peserta merasakan adrenalin yang sama dengan ketika mereka ingin melaksanakan Ujian Nasional ketika masa sekolah dahulu.
Acara spesialnya adalah arisan. Bukan arisan tetangga yang digelar untuk berinvestasi uang belanja. Arisan di Kembang Kata Book Club ditujukan untuk mengundi beberapa orang beruntung yang akan menceritakan pengalaman membacanya. Dalam hal ini, buku-buku Pram.
Ada enam orang terpilih dalam kegiatan kali ini. Hampir setengah di antaranya adalah dia yang baru membaca buku Pram pertama kali. Kompleksitas tiap individu dalam upaya mencari kitab kitab yang ditulis oleh Pram itulah yang menjadi bahan bakar utama mereka menghadiri acara ini.
Mereka bersemangat karena hampir selalu dihadapkan dengan rintangan ketika ingin bertemu dengan buku-buku Pram. Ada yang terkendala biaya, minimnya akses kepada penjual, dan kebingungan dalam menentukan judul mana yang akan dibaca.
Semua kesulitan mereka itu diselesaikan tuntas dalam edisi Baca Bareng Buku Pram ini. Koleksi koleksi kitab Pramoedya Ananta Toer di perpustakaan Bunga di Tembok cukup lengkap untuk memfasilitasi setiap peserta yang meramaikan acara Kembang Kata.
Koleksi Pramoedya di perpustakaan Bunga di Tembok membuat seluruh peserta dapat membaca buku-buku Pram tanpa harus bersusah-payah membeli atau membawa dari rumah.
Baca Juga: PERAYAAN SEABAD PRAM DI BANDUNG: Novel tentang Perempuan-perempuan yang Melawan Zaman
RESENSI BUKU: Pramoedya Menggugat Praktik Feodalisme dalam Novel Gadis Pantai (1)
MEMORABILIA BUKU (12): Merayakan Pramoedya Ananta Toer di Bandung
![Kembang Kata Book Club menggelar acara perayaan Pramoedya Ananta Toer bertema Baca Bareng Buku Pram di Perpustakaan Bunga di Tembok, 7 Februari 2025. (Foto: Fauzan Rafles/BandungBergerak)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/2/4/kembang_kata_book_club_pramoedya_ananta_toer_840x576.jpeg)
Gelapnya Tulisan Pram di Bawah Terangnya Lampu Perpustakaan
Nama Pram tidak bisa dilepaskan dari perlawanan dan perjuangan melawan kebisuan yang dipaksakan oleh kekuasaan. Seperti kata Yanti, salah satu anggota Kembang Kata Book Club, “Pramoedya itu P nya ‘perlawanan’”.
Seratus tahun setelah ia menginjakkan kaki di dunia ini, warisannya semakin bergema dalam dunia yang masih dihantui oleh ketidakadilan sosial dan represi.
Sejak remaja, karyanya langsung mencerminkan ketajaman berpikir serta keberpihakan kepada rakyat kecil. Ia ditangkap oleh Belanda karena mendukung kemerdekaan Indonesia, ditahan oleh Orde Lama karena kritiknya terhadap kebijakan pemerintah, dan akhirnya dibuang selama 14 tahun ke Pulau Buru oleh Orde Baru tanpa pengadilan yang jelas.
Gelap, kelam, dan kerasnya kehidupan Pram terabadikan jelas melalui kisah-kisah yang ia abadikan dalam karyanya.
Minke & Nyai Ontosoroh (Bumi Manusia), Larasati (Larasati), Hardo (Perburuan), dan Kliwon (Gadis Pantai) adalah karakter-karakter yang mencerminkan perjuangan, baik dalam arti fisik, intelektual, maupun ideologis.
Meski buku-buku yang dibaca dalam agenda Baca Bareng Buku Pram ini mengisahkan kisah kelam, tetapi Kembang Kata Book Club dapat membungkus acaranya dengan semenyenangkan mungkin.
Di bawah terangnya lampu baca perpustakaan, masyarakat Kembang Kata saling tertawa ketika membagikan interpretasinya terhadap buku-buku Pram. Tentu, haru dan sendu juga dirasa oleh setiap individu. Emosi dan ekspresi yang beragam mengisi hati dari semua yang hadir.
![Kembang Kata Book Club menggelar acara perayaan Pramoedya Ananta Toer bertema Baca Bareng Buku Pram di Perpustakaan Bunga di Tembok, 7 Februari 2025. (Foto: Fauzan Rafles/BandungBergerak)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/2/3/kembang_kata_book_club_pramoedya_ananta_toer_840x576.jpeg)
Sang Pencerita Melawan dengan Kata
Masyarakat Kembang Kata mencurahkan semuanya dalam sesi surat menyurat. Semuanya berisikan bisikan hati yang mendalam bagi sang legenda. Surat yang ingin mereka sampaikan kepada sosok yang telah berpulang bahkan saat mereka belum dapat membaca.
Ada yang berterima kasih kepada karyanya, ada juga yang dimaksudkan personal kepada diri seorang Pram.
Derita dari cerita para anggota dibalut secara jenaka sehingga menghasilkan tawa yang tersebar ke seluruh ruangan. Sedih bukan berarti harus menangis. Tawa adalah penyelamat untuk membuat manusia lupa akan apa itu derita. Hangat, asyik, dan harmonis dalam ruangan kecil berisikan sekitar 25 orangan saja.
“Dan jika kamu tahu, Pram, aku baru tahu betapa kejinya penjajahan setelah membaca buku bukumu,” ungkap Barli selaku pelaku pegiat literasi di Bandung ketika membacakan surat yang ia tulis.
Selain itu, surat lain juga turut disampaikan oleh seorang yang baru mengenal siapa itu Pram dan Bumi Manusia. Ate, lelaki yang berjalan kaki dari rumahnya di Dago sampai Pasirluyu (alamat perpustakaan Bunga di Tembok).
“Aku ingin ke acara ini dengan berjalan kaki. Bukan untuk perlawanan, tapi aku hanya ingin ada sesuatu yang kuingat di hari pertama aku membaca bukumu, Pram,” curhatnya.
Meski bisa disebut masih seumur jagung, Kembang Kata Book Club edisi seabad Pram ini berhasil menjadi edisi paling meriah dan juga yang paling heboh di antara edisi-edisi seru sebelumnya.
Salma Nur Fauziyah selaku pemantik klub buku ini mengatakan “there’s lot of emotions in yesterday’s event. Ini nuansanya paling rame, seru, dan emosional.”
“Jujur, ini juga lebih dari ekspektasiku. Gak nyangka bisa sepecah ini. Aku juga senang karena aku tuh punya ekspektasi kalau edisi Pram ini tuh bisa jadi wahana buat mengenalkan Pram, dan itu berhasil,” tambah Salma.
Setelah tuntas acara edisi khusus Pram dilangsungkan oleh Kembang Kata, para Kawan Kata yang turut meramaikan acara ini juga menyampaikan harapannya untuk dunia literasi Indonesia di masa depan. Banyak dari mereka yang yakin bahwa di era modern ini akan ada Pram-Pram baru yang karyanya juga bisa dijadikan sebagai catatan sejarah bagi generasi penerus.
“Aku juga berharap kepada penulis-penulis baru untuk setidaknya menulis untuk perlawanan. Atau bahkan kita sendiri yang jadi penulis-penulis yang peka dengan kondisi negara kita sekarang ini,” ujar Emma, salah satu masyarakat Kembang Kata.
Kini, di usianya yang seharusnya mencapai satu abad, Pram tetap hidup dalam kata-katanya. Karyanya terus dicetak ulang, diterjemahkan ke puluhan bahasa, dan dibaca oleh generasi baru yang mencari pemahaman lebih dalam tentang sejarah bangsanya.
Perayaan seabad Pram bukan sekadar perayaan terhadap seorang penulis, tetapi juga penghormatan kepada gagasan-gagasan yang ia perjuangkan, yaitu kebebasan berpikir, keberanian berbicara, dan keadilan sosial bagi semua.
Yanti, pembaca buku Larasati di Kembang Kata edisi Baca Bareng Buku Pram juga berkata, “Pram itu patut untuk diketahui, dirayakan, dan digaungkan serta diberdayakan. Tulisannya itu sangat hidup, walau ini sudah lama, tapi semua yang dia tulis masih sangat relevan buat zaman sekarang.”
Setelah selesai dan berhasil melaksanakan Baca Bareng Buku Pram, Salma, selaku pemantik klub buku ini sudah menyiapkan edisi-edisi selanjutnya untuk Kembang Kata yang bocorannya bisa diintip melalui Instagram kembangkata.bc.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Fauzan Rafles, atau tulisan-tulisan menarik lain Pramoedya Ananta Toer