TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Selamat Datang di Lembangweg #2
Di seputaran Lembangweg, kita dapat mengunjungi Vila De Vlucht Heuvel, eks Hotel Sayuli, serta kompleks perumahan yang dulu menjadi tempat pembibitan ulat sutra.
![](http://bandungbergerak.id/cms/uploads/penulis/7/0/3/703_300x206.jpg)
Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
15 Februari 2025
BandungBergerak.id – Dengan berjalan terus ke utara Lembangweg, kita akan merasakan udara yang semakin segar dan angin yang semakin kencang. Tidak jauh dari gedung Isola yang sekarang lebih dikenal dengan gedung Bumi Siliwangi, kita akan menemukan sebuah vila kecil yang masih sangat terawat yang dahulu bernama Vila De Vlucht Heuvel. Vila ini entah milik siapa, namun beberapa narasumber mengatakan vila ini dibangun tak lama sebelum Jepang datang, hingga tidak pernah ditempati resmi oleh pemiliknya.
Ketika Jepang masuk entah bagaimana nasib vila ini, namun ketika memasuki masa bersiap, Vila De Vlucht Heuvel sempat dipakai sebagai markas tentara sekutu ketika mereka dapat memukul mundur para pejuang Bandung Utara. Untuk kisah heroik para tentara yang tergabung dalam front Bandung Utara ini akan saya bahas terperinci dalam tulisan lain.
![Villa De Vlucht Heuvel dalam buku Di Balik Layar, Warna Warni Konferensi Asia-Afrika 1955 di Mata Pelakunya. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/8/7/villa_de_vlucht_heuvel_dalam_buku_di_balik_layar_840x576.jpg)
Pasca kemerdekaan, Vila De Vlucht Heuvel dipakai sebagai tempat menginap para delegasi dari India. Hal ini saya temukan datanya pada buku “Di Balik Layar, Warna Warni Konferensi Asia-Afrika 1955 di Mata Pelakunya”, karya Sulhan Syafii dan Ully Rangkuti pada halaman 148. Setelah itu vila De Vlucht Heuvel dimiliki oleh seorang jaksa dan tersiar kabar bahwa pernah terjadi perampokan di vila tersebut dan memakan korban seorang pembantu rumah tangga. Sekarang vila indah ini dikelola oleh sebuah hotel yang bernama Abadi Asri Hotel. Betapa senangnya saya mengetahui bahwa pihak hotel Abadi Asri sangat menjaga aset cagar budaya di Lembangweg ini dengan sangat baik. Sekarang vila ini lebih sering disewakan untuk acara hajatan ataupun pertemuan.
Untuk yang ingin menyambangi vila ini bisa meminta ijin kepada pengelola Abadi Asri Hotel untuk sekedar melihat dari dekat dan memotretnya. Alamat Vila De Vlucht Heuvel ini berada di jalan Dr. Setiabudi No. 287, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung.
![Bekas Hotel Sayuli. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/8/8/bekas_hotel_sayuli_840x576.jpg)
Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Yang Tersisa di Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah di Balik Buku Baroe Adjak
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Selamat Datang di Lembangweg #1
Bergerak terus ke arah utara kita akan menemukan banyak sekali rumah peninggalan masa kolonial, namun yang paling membuat saya terkesima adalah kawasan indah bekas Hotel Sayuli. Warga sekitar banyak yang bercerita bahwa dahulu ini adalah sebuah rumah pribadi yang dimiliki oleh sebuah keluarga kecil. Salah satu putri keluarga tersebut sangat cantik bernama Florence. Entah siapa nama keluarga ini namun kecantikan Florence sangat tersohor pada waktu itu.
![Bekas Hotel Sayuli. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/8/9/bekas_hotel_sayuli_840x576.jpg)
Rumah tersebut sangat luas, dikelilingi kebun bunga dan memiliki koridor indah dan khas untuk menghubungkan rumah utama dengan ruangan dapur dan ruangan pembantu. Ketika dipakai oleh Hotel Sayuli, rumah ini ditambahi beberapa kamar di atas, bawah, dan samping timurnya. Hingga Hotel Sayuli ini menjadi salah satu hotel favorit di tahun 80-an hingga 90-an. Suasananya tenang, sejuk dan sederhana seperti sedang menginap di rumah nenek, itulah pengalaman yang dirasakan apabila menginap di Hotel Sayuli. Sayang, hotel ini harus tutup pasca pandemi hingga membuat hotel ini sekarang kondisinya kosong dan memprihatinkan.
![Komplek pengolahan ulat sutra masa kolonial. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/9/0/komplek_pengolahan_ulat_sutra_840x576.jpg)
Terus bergerak ke arah utara hingga menemukan tugu pemisah antara Kota Bandung dan Kecamatan Lembang, kita akan menemukan satu buah kompleks megah pada zamannya. Kompleks tersebut sekarang ini tertutup oleh beberapa kios dan satu buah hotel bertingkat mewah. Namun apabila kita melihatnya dengan seksama, kita akan menemukan kompleks besar tempat industri tekstil masa kolonial.
Warga setempat menyebut kawasan kompleks pabrik tekstil ini sebagai pabrik tenun. Karena sejak 1920-an tempat ini adalah sebuah pembibitan ulat sutra dan terdapat pengolahannya. Ketika kita mulai memasuki gedung utamanya atau gedung kantor, kita akan menemukan sebuah plakat yang terpasang di sebelah utara gedung. Plakat tersebut dipasang ketika kawasan kompleks pada pasca kemerdekaan dan digunakan kembali sebagai tempat pembibitan ulat sutra. Di dalam plakatnya tertulis “Balai penelitian dan Pembibitan Industri Sutra Alam/Koprasi ISRI”. Balai penelitian tersebut ternyata pada perkembangannya tidak hanya memproduksi sutra alam, namun juga kain-kain berkualitas lainnya. Salah satu pelaksana dari balai ini adalah bapak Wibowo Murdoko, seorang ahli tekstil.
![Komplek pengolahan ulat sutra masa kolonial. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/9/1/komplek_pengolahan_ulat_sutra_840x576.jpg)
Namun dibalik itu semua, terdapat kisah kelam pada kompleks pembibitan ulat sutra tersebut di masa pendudukan Jepang. Apabila pada masa kolonial yang disortir di sana adalah kepompong ulat sutra agar menjamin mutu kain sutra alami, di masa pendudukan Jepang, gedung utama tersebut dijadikan penyortiran para wanita pribumi yang ditangkap dari kawasan Pantura untuk disortir menjadi Jugun Ianfu kawasan Bandung.
Jugun Ianfu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada wanita yang melakukan layanan seksual kepada anggota tentara Jepang selama Perang Dunia ke-2 di koloni dan wilayah perang (Wikipedia). Para Jugun Ianfu tersebut disortir di gedung utama kompleks pengolahan ulat sutra. Para wanita yang berkulit kuning dan cantik akan di jadikan Jugun Ianfu untuk para petinggi militer Jepang di Lembang biasanya mereka dikumpulkan di bekas gedung Carlo Erba Farmintalia di Lembang, untuk di Bandung akan ditampung di Hotel Donk. Selebihnya para wanita yang berparas biasa saja akan disortir dan akan menjadi Jugun Ianfu dibarak atau tempat yang disediakan bagi para prajurit kelas menengah dan bawah.
![Komplek pengolahan ulat sutra masa kolonial. (Foto: Dokumentasi Malia Nur Alifa)](http://bandungbergerak.id/cdn/1/2/6/9/2/komplek_pengolahan_ulat_sutra_masa_kolonial_840x576.jpg)
Sekarang ini kawasan kompleks pengolahan ulat sutra tersebut telah menjadi sebuah pabrik penghasil alat-alat berat, namun bangunannya masih sangat terjaga rapi. Bahkan kita akan melihat peninggalan lainnya dari kompleks tersebut seperti masjid dan rumah-rumah pegawai yang dibangun pasca kemerdekaan. Untuk yang ingin menyambangi kawasan kompleks pengolahan ulat sutra masa kolonial ini, tempat ini beralamat di jalan Dr. Setiabudi No. 4, Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang ( pada aplikasi Google Maps dapat dicari Masjid Nurul Huda, yaitu masjid yang berada di kompleks pengolahan ulat sutra tersebut).
Kisah tempat-tempat menarik lainnya di Lembangweg akan saya paparkan lagi pada tulisan selanjutnya. Selamat menjelajahi residual penuh layer di Lembangweg, selamat berjalan-jalan!
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang