• Narasi
  • Kenangan Indah yang Ternyata Menipu, Hal-hal yang Dulu Kita Anggap Enak Ternyata Gak Gitu-gitu Amat!

Kenangan Indah yang Ternyata Menipu, Hal-hal yang Dulu Kita Anggap Enak Ternyata Gak Gitu-gitu Amat!

Kita perlu belajar untuk menikmati serta menghadapi kenyataan bahwa dunia orang dewasa penuh dengan tanggung jawab dan kenyataan yang kadang enggak sesuai harapan.

Pinggala Adi Nugroho

Lulusan Jurusan Sastra Inggris Universitas Teknokrat Indonesia. Mencoba kembali menulis setelah setahun vakum. Dapat dihubungi di instagram n_adingrho

Ilustrasi buruh. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

19 Februari 2025


Bandungbergerak.id – Kalau kita mengingat kembali ke masa kecil, semua pasti terasa sangat berwarna. Semua terlihat lebih mudah, menyenangkan, dan seolah dunia ini cuman tempat menunggu waktu bermain setiap harinya. Mau makan tinggal makan, mau jajan ya tinggal minta ke ibu dan bapak, kalau punya kesulitan? Ya tinggal minta tolong. Ga usah repot-repot mikir Solusi penyelesaiannya.

Namun, layaknya manusia pada umumnya, gak peduli dia kecil, remaja, ataupun dewasa, pasti di setiap fase hidup tersebut, manusia sering kali “kepo” terhadap fase di atasnya. Misalnya, pada saat kita kecil, kita sering melihat kehidupan remaja adalah fase yang enak. Karena apa? Bisa nongkrong dengan teman-teman sampai larut malam. Lalu apa lagi? Bisa cinta-cintaan dengan orang tersayang. Kemudian saat remaja kita sering kali kepo atau penasaran dengan kehidupan orang dewasa. Karena apa? Karena bisa punya uang sendiri, bisa merokok tanpa ada yang melarang, ataupun bisa membeli barang apa pun yang diinginkan karena sudah bekerja.

Lantas, apa sih yang sebenarnya terjadi? Apakah keadaan itu bener-bener enak atau hanya enak di pikiran kita saja?

Baca Juga: Alive, Melihat Sisi-sisi Lain Kehidupan dalam Tangkapan Kamera
Meruwat Air, Menghormati Kehidupan
Kehidupan Getir Masyarakat Pesisir dalam Naskah Drama Pulang ke Palung

Kerja Kantoran itu Asyik kan?

Apa yang ada di benakmu waktu kecil saat melihat orang kerja kantoran ? Pakai seragam rapi? Rambut klimis? Gaji yang besar sehingga bisa bagi-bagi THR ke keluarga pas Lebaran? Atau sering dicap sebagai orang penting karena berangkat pagi pulang petang? (Gak jarang juga loh yang sampai tengah malam hehe). Kalau di antara kamu semua beranggapan seperti itu ga salah sama sekali kok! Cuman yang jadi pertanyaan, apakah se-menyenangkan di benak kita saat kecil? Ya tentu tidak dong! Dulu, saat saya kecil, saya pun berpikiran seperti ini karena melihat Om saya bekerja kantoran yang berangkat pagi pulang petang dan ciri-cirinya seperti yang saya sebutkan di atas. Tetapi, setelah saya lulus kuliah dan mulai menjajaki kehidupan dewasa, apa realitanya? BANYAK ISTIGHFAR!

Memang benar adanya, kita bisa punya uang sendiri, bisa melakukan apa pun yang kita mau. Namun di sisi lain, bersiaplah bahwa memang dunia ini tidak adil, maka dari itu biasakan dirimu. Karena apa? Banyak hal-hal tak terduga terjadi saat bekerja, ataupun drama kantor yang terkadang buat kita ingin resign. Tapi kalau resign, emangnya duit datang dari langit? Ya enggaklah! Kemudian, apa iya kalo kerja kantoran itu gajinya besar? Ya tidak semua dong. Berdasarkan pengalaman saya sebagai seorang freshgraduate yang lulus pada Desember tahun 2023, saya mendapatkan rezeki pertama saya bekerja di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2024. Anda tahu berapa UMR Yogyakarta 2024? Silakan cari sendiri ya. Jadi, jangankan untuk bagi-bagi THR saat Lebaran, untuk biaya hidup sehari-hari pun nge-press sekali. Tetapi tidak apa-apa. Saya pun sadar saya hanya seorang freshgraduate, dapat kerja kantoran pun bersyukur untuk membangun karier. So, menyenangkan, kan?

Jadi Orang Dewasa itu Asyik

Jadi orang dewasa tuh enak tau, bisa beli rokok sendiri kemudian merokok tanpa sembunyi-sembunyi dan tanpa dimarahin Bapak. Emang iya? Tentu tidak! Kalau saya punya mesin waktu, saya akan memutar waktu saya kembali ke masa kecil yang isinya kalau tidak mengaji bakalan disabet pakai gesper (tali pinggang). Anggapan ini bukan hanya perkataan semata, tetapi faktanya adalah merokok tidak lagi senikmat saat kita mencoba merokok diam-diam pada zaman sekolah.

Saat menginjak dewasa ini, saya paham kenapa banyak lelaki dewasa ataupun bapak saya sendiri melakukannya. Terlebih saat malam hari dan sambil bengong. Rupanya, lewat hembusan asap rokok yang kebal-kebul itu masalahnya sejenak menghilang dan terobati. Masalah yang mungkin saja tidak ingin ia bagikan kepada keluarganya. Ataupun masalah yang hanya bisa ia pendam seorang diri dan pada akhirnya hanya bisa diluapkan lewat hembusan asap rokok tersebut.

Pacaran terus Menikah dan Punya Anak

Saat saya kecil, saya sering kali memperhatikan siklus orang dewasa. Siklusnya adalah Pacaran, terus menikah dan punya anak. Terlihat mulus sekali bukan? Tapi emangnya iya segampang itu? Oh tentu jelas tidak. Saya baru berusia 23 tahun dan sudah bekerja. Fase yang saya alami baru sampai di tahap pacaran saja (walau sekarang jomblo), namun saya punya banyak rekan kerja yang umurnya lebih dewasa di atas saya dan tak jarang dari mereka sudah menikah dan ada juga yang sudah dikaruniai momongan.

Saya sering bertanya kepada mereka yang lebih berpengalaman, kira-kira begini. “ Ada saran gak Bang, buat saya yang belum menikah ini atau paling tidak kasih kisi-kisinya gitu?” tanya saya  kepada salah satu rekan kerja saya. Namun Anda tahu apa responsnya? Nikmati masa muda kamu dulu, cari uang yang banyak, dan fokus ke orang tuamu dulu, kalo udah mentok di bagian itu semua baru deh mikirin nikah.

Tentu bukan tanpa alasan rekan kerja saya memberikan wejangan seperti itu, karena faktanya menikah tak melulu soal cinta. Nikah itu hal yang kompleks. Soal emosional, kedewasaan diri, Biaya tak terduga dan masih banyak yang lainnya juga perlu diperhitungkan.

Setelah saya telaah, ada benarnya juga. Karena saya yang pernah menjalin hubungan pacaran saja. Masalah yang terjadi kadang datang tak terduga, apalagi yang sudah di fase pernikahan. Jadi, saran rekan saya mungkin benar adanya. Tentu tidak mau toh, menikah hanya karena nafsu kemudian pada akhirnya bercerai? Karena menurut sabili.id Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, hingga tahun 2024 ini, sebagian besar atau setara dengan 62% kasus perceraian disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran. So, Jadilah lebih bijak dan dewasa dan menyikapi hal yang satu ini.

Dari semua ini, kita bisa menyadari bahwa kehidupan dewasa enggak selalu seindah yang kita bayangkan saat masih kecil. Banyak tantangan yang muncul seiring bertambahnya usia. Tapi, bukan berarti jadi dewasa itu buruk atau enggak seru, lho! Setiap tahap kehidupan punya pesonanya sendiri, dan kita perlu belajar untuk menikmatinya serta menghadapi kenyataan yang ada.

Mungkin kenangan masa kecil yang indah tetap ada dalam ingatan kita, tapi kita juga harus memahami bahwa dunia orang dewasa penuh dengan tanggung jawab dan kenyataan yang kadang enggak sesuai harapan. Meski begitu, kita tetap bisa menemukan kebahagiaan –walaupun caranya mungkin berbeda dari dulu.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain tentang kehidupan

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//