• Narasi
  • Cerita Sunda dalam Layar Perak Hindia Belanda

Cerita Sunda dalam Layar Perak Hindia Belanda

Film Loetoeng Kasaroeng merupakan film cerita pertama di Hindia Belanda atau Indonesia. Film tentang cerita rakyat Sunda yang dibuat oleh orang Belanda.

El Syad Maulana

Mahasiswa Sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad)

Poster iklan film Loetoeng Kasaroeng. (Foto: Wikimedia Commons)

20 Februari 2025


BandungBergerak.id – Dunia perfilman Indonesia jika kita lihat tampaknya sudah cukup maju. Indonesia sepertinya sudah bisa membuat film-film yang bagus.

Belum lagi, banyak film-film Indonesia yang sudah diakui oleh dunia internasional. Sebut saja The Raid atau Pengabdi Setan sebagai contoh film Indonesia yang sudah diakui oleh luar negeri. Dari dua film tersebut, kita dapat melihat beragamnya tema dan genre film Indonesia saat ini. Jadi dapat dikatakan “palu gada”, apa lu mau gua ada.

Walaupun begitu, jarang rasanya kita melihat orang Indonesia yang berani mengangkat cerita rakyat menjadi sebuah film. Kita banyak melihat film Indonesia yang mengangkat tema budaya Indonesia, tapi kita jarang melihat cerita rakyat diangkat menjadi suatu film.

Sebenarnya Indonesia sudah beberapa kali mengangkat tema cerita rakyat ke dalam film, bahkan film cerita pertama Indonesia saja mengambil ceritanya dari cerita rakyat. Film tersebut adalah film Loetoeng Kasaroeng.

Film Loetoeng Kasaroeng sebenarnya tidak seratus persen dapat dikatakan sebagai film Indonesia, karena film ini dibuat ketika Indonesia masih menyandang nama Hindia Belanda. Pembuatnya juga orang Belanda dan orang Indo. Tetapi, pemeran film ini semuanya merupakan pribumi, latarnya juga sangat tradisional, dan orang Indo juga setengah pribumi. Jadi dapat kita katakan bahwa film ini lima puluh atau enam puluh persen film Indonesia.

Sebelum kita membahas film ini lebih lanjut, kita bahas dulu secara sekilas bagaimana film ini bisa dibuat.

Baca Juga: Film Bumi Manusia, antara Idealisme Pembaca dan Pragmatisme Industri Film
Film Eksil, Putusnya Generasi Intelektual di Indonesia
Belajar Menikmati Hidup dari Hirayama di Film Perfect Days

Film Loetoeng Kasaroeng

Film Loetoeng Kasaroeng dibuat oleh orang Belanda yang bernama L. Heuveldorp dan orang Indo yang bernama G. Kruger, ada juga yang menyebutkan bahwa Krugers adalah orang Jerman. Film ini dapat dikatakan sebagai sebuah respons dari artikel koran De Locomotief. Dalam artikel tersebut sang wartawan mengeluhkan atau menanyakan kepada orang-orang, mengapa Hindia Belanda tidak membuat film sendiri, yang mengangkat cerita tradisional sebagai ceritanya. Sang wartawan juga sempat menyebutkan film-film Burma sebagai perbandingan. Setelah itu, film ini kemudian memulai produksinya.

Film ini sebenarnya tidak sepenuhnya dapat dikatakan sebagai film pertama Hindia Belanda. Sebelumnya, sudah pernah ada yang memulai untuk membuat film di Hindia Belanda. Film yang dibuat hanyalah film dokumenter atau film dokumentasi saja.

Java Film sebagai perusahaan yang membuat film Loetoeng Kasaroeng juga pada saat itu masih bergerak dalam pembuatan film dokumenter saja. Film tersebut juga tidak mempunyai jalan cerita atau narasi yang jelas. Dapat dikatakan bahwa film-film tersebut pada zaman sekarang adalah rekaman-rekaman biasa yang bisa direkam dengan menggunakan smartphone. Sedangkan, film Loetoeng Kasaroeng sudah jelas jalan ceritanya. Walaupun begitu, film dokumenter tersebut dapat dikatakan sebagai film juga, karena film Workers Leaving Lumiere Factory juga merupakan film dokumenter tetapi dianggap sebagai film pertama di dunia. Mungkin kata-kata yang lebih tepat untuk film ini memang benar film cerita pertama di Hindia Belanda atau Indonesia.

Walaupun begitu, tetap saja budaya Sunda digambarkan dengan jelas dalam film ini. Mulai dari latar tempatnya, yang berada di daerah Padalarang, Jawa Barat. Selain itu, pemain- pemainnya juga berasal dari kalangan pribumi Jawa Barat, walaupun mayoritas berasal dari kalangan priayi yang kebudayaannya sudah cukup kebarat-baratan tetapi kita masih bisa menanggap orang-orang tersebut sebagai representasi pribumi.

Mengangkat Cerita Rakyat dalam Film

Dari segi cerita, sudah jelas ceritanya berasal dari cerita rakyat Sunda. Ya walaupun, pembuat film ini bukan berasal dari kaum pribumi, tetapi orang Belanda dan Indo. Unik rasanya film tentang cerita rakyat Sunda diangkat oleh orang asing, tetapi tidak apa-apalah, toh tidak ada ruginya juga mereka mengangkat cerita Lutung Kasarung. Malahan, film tersebut menjadi sejarah juga, kan di masa sekarang.

Orang-orang zaman sekarang yang melihat atau membaca tentang film Loetoeng Kasaroeng mungkin juga merasa bangga dan berpikir, “Wah, keren juga nih cerita rakyat diangkat jadi film.”

Semoga, filmmaker di Indonesia mau mengangkat cerita-cerita rakyat Indonesia ke dalam layar tancap, karena sepertinya banyak cerita rakyat Indonesia yang cukup menarik jika diangkat menjadi sebuah film layar lebar. Di luar negeri juga banyak film yang mengangakat cerita rakyat atau mitos ke dalam film. Sebut saja, film seri Percy Jackson yang mengangkat mitos Yunani kuno dalam filmnya. Kita tidak perlu mengangkat secara mentah-mentah cerita rakyat ke dalam film. Contoh saja film Percy Jackson yang tetap mengangkat mitos Yunani kuno dengan sentuhan modern. Filmmaker Indonesia juga bisa mengambil contoh dari film tersebut. Mereka dapat mengemas cerita rakyat Indonesia menjadi lebih menarik bagi khalayak umum.

Sayang rasanya, Indonesia ini memiliki banyak suku yang tentunya menyebabkan banyaknya budaya. Pasti dengan banyaknya budaya tersebut menyebabkan banyaknya cerita rakyat yang dibuat berdasarkan budaya masing-masing. Ya, semoga saja tulisan ini tidak menjadi harapan saja dan dapat direalisasikan di masa depan nanti. Mungkin ada yang membaca tulisan ini dan menjadi terinspirasi untuk mengadaptasi cerita rakyat Indonesia, karena sekali lagi, Indonesia pasti mempunyai banyak cerita rakyat dan rasanya saya jika kita tidak mengadaptasi cerita rakyat menjadi sebuah film yang menarik, seperti Loetoeng Kasaroeng dulu.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang film

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//