Semangat Jatayu Menolak PLTU Batu Bara Indramayu
Asap yang keluar dari cerobong PLTU berdampak pada menurunnya kualitas udara dan mendorong pemanasan global. Alasan ini mendasari terbentuknya Jatayu Indramayu.
Penulis Iman Herdiana20 Februari 2025
BandungBergerak.id - Jatayu bukan sekadar perkumpulan warga yang menolak pembangunan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di wilayah Indramayu. Terbentuknya Jaringan Tanpa Asap Batu Bara Indramayu (Jatayu) didasari kesadaran menjaga lingkungan dari energi kotor batu bara yang memicu pemanasan global dan perubahan iklim.
Ada kepentingan lebih luas di balik aktivis warga Jatayu, yaitu mengurangi dampak krisis iklim yang bukan hanya merugikan warga Indramayu melainkan seluruh warga nusantara, bahkan dunia. Jatayu vokal menolak pembangunan PLTU karena mereka telah merasakan dampak buruk teknologi penghasil listrik yang diproduksi batu bara.
Koordinator Jatayu Karmudi (44 tahun) yang akrab disapa Tekor, pembentukan Jatayu si desa Mekarsari, Indramayu terjadi ketika pembebasan lahan untuk membangun PLTU kedua di Indramayu. Seingat Mas Tekor, pembebasan sawah terjadi jauh sebelum pandemi corona tahun 2014.
“Pas itu di kantor kades banyak masyarakat lagi sosialisasi, mau pembayaran sawah,” cerita Mas Tekor, kepada BandungBergerak.
Mas Tekor kemudian menuju rumah rekannya yang sama-sama menolak PLTU. Bersama rekannya, ia merundingkan soal pembangunan PLTU kembali di kampung halamannya. Apakah mereka akan setuju atau menolak?
“Saya bilang kalau ngizinin tidak karena lingkungan. PLTU 1 aja dampaknya sampai sekarang. Tidak ada kompensasi, tidak ada kesejahteraan PLTU 1 itu. Sekarang saya menolak,” tuturnya.
Setelah perundingan itu, besoknya seluruh warga desa turun ke jalan membawa spanduk penolakan pembangunan PLTU. Tak terhitung berapa kali mereka aksi di berbagai tempat, mulai dari DPRD Indramayu, Gedung Sate, DPRD Jabar, sampai ke Jakarta.
“Sudah rame-rame, pembebasan selesai, itu lagi gencar demo di Gedung Sate, DPR, Monas. Itu rame satu bulan kadang 3 kali,” tuturnya.
Aksi-aksi turun ke jalan berlangsung sampai dua tahun. Mereka mendapat dukungan dari elemen mahasiswa maupun organisasi lingkungan hidup Walhi Jabar. “Disupport mahasiswa Indramayu dibentuklah Jatayu,” katanya.
Perjuangan Jatayu membuahkan hasil. Mereka menang saat menggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara tahun 2017 yang berbuah Jepang mundur dari rencana proyek pembangunan PLTU Indramayu 2.
Sampai sekarang organisasi warga Jatayu tetap guyub menolak pembangunan pembangkit listrik tenaga uap batu bara di daerahnya. Mereka tetap melakukan pertemuan rutin untuk merawat soliditas dan wawasan warga.
Baca Juga: Menyoal Ketidakhadiran Negara dalam Mengelola Dampak PLTU Batu Bara di Jawa Barat
PLTU di Jawa Barat sebagai Penyumbang Polusi Udara Lintas Batas
Merampas Mata Pencaharian dan Akar Budaya Warga
Berdasarkan laporan riset “Memadamkan Bara” yang disusun Walhi Jabar 2023, pembentukan Jatayu dilatarbelakangi dampak buruk pembangunan PLTU di Indramayu. Tahun 2016 pemerintah ingin mendongkrak pengadaan listrik sebesar 35.000 MW untuk lima tahun ke depan. Untuk itu, pemerintah mencanangkan pembangunan PLTU di antaranya di Indramayu.
Namun, Walhi Jabar menyatkaan ada dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial yang ditimbulkan teknologi PLTU. Faktanya, alih fungsi lahan budi daya pertanian dan tambak garam menjadi PLTU merampas mata pencaharian dan akar budaya warga. Kedaulatan wilayah tangkap nelayan tradisional semakin sempit sehingga berkurangnya hasil tangkapan.
Sementara asap yang keluar dari cerobong berdampak pada menurunnya kualitas udara karena meningkatnya zat pencemar dan emisi karbon. Akumulasi dari cemaran dan emisi memicu pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim bumi.
“Masyarakat tidak bisa lagi bekerja karena lahan garapan mereka dijual oleh pemiliknya. Kehidupan masyarakat akan semakin buruk di saat jatuh miskin karena tidak bekerja. Belum lagi dampak terhadap kesehatan yang mereka alami karena menghirup udara yang tidak sehat,” demikian laporan Walhi Jabar.
Berangkat dari keresahan dan harapan untuk bisa kembali hidup tenang di tengah lingkungan yang sehat maka muncul beberapa gerakan pelawanan dari masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh para kaum buruh tani di Desa Mekarsari, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
“Mereka tergerak membentuk Jaringan Tanpa Asap Batu Bara Indramayu (JATAYU) sebagai media perjuangan untuk menolak pembangunan PLTU batu bara Indramayu 1 x 1000 MW di desa mereka,” kata Walhi Jabar.
*Kawan-kawan yang baik, silakan membaca tulisan-tulisan lain tentang Proyek Strategis Nasional dalam tautan tersebut