Menyoal Ketidakhadiran Negara dalam Mengelola Dampak PLTU Batu Bara di Jawa Barat
Pembangunan PLTU-PLTU batu bara menyimpan sisi gelap bagi manusia dan lingkungan. Risikonya melebihi soal listrik.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah5 Februari 2025
BandungBergerak.id – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara memiliki dampak buruk bagi kesehatan, lingkungan, dan ekonomi warga sekitar. Di Jawa Barat sebaran pembangkit listrik tenaga fosil ini terdiri dari PLTU Pelabuhan Ratu di Kabupaten Sukabumi, PLTU 1 Indramayu, kemudian PLTU 1 dan 2 Cirebon. Adapun dua PLTU lainnya yaitu PLTU 2 Indramayu dan PLTU Tanjung Jati A, keduanya belum beroperasi.
“Kedua PLTU itu sempat kami gugat rencana keberadaan dan izin dampak lingkungannya sampai sekarang masih belum bisa pembangunan PLTU-nya,” kata Direktur LBH Bandung Heri Pramono, dalam diskusi “Sorotan PSN Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU di Jawa Barat” yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, LBH Bandung, Walhi Jabar di Gedung Indonesia Menggugat, Senin, 3 Februari 2025.
Saat ini LBH mengajukan gugatan hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral untuk mengeluarkan PLTU Tanjung Jati dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Sebelumnya upaya gugatan pada PLTU 2 Indramayu dengan daya 2.000 megawatt (MW) di Desa Sumur Adem, Kecamatan Sukra dan Desa Mekarsari, Desa Patrol Lor, Desa Patrol Baru, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu. Rencana pembangunan PLTU itu lokasinya dekat dengan PLTU Indramayu 3 x 330 MW.
Alasan gugatan karena pengeluaran izin tidak sesuai kewenangan dan izin dikeluarkan tanpa adanya Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup (SKKLH). Warga menurut LBH sama sekali tidak mendapatkan informasi maupun kesempatan partisipasi dalam terbitnya keputusan tentang kegiatan pembangunan PLTU 2 x 1000 MW.
“Selain merusak lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat sekitar, pembangunan PLTU Indramayu pun mengganggu keberadaan petani di kawasan Patrol Indramayu,” ujarnya.
Dampak PLTU dirasakan betul oleh warga yang bekerja sebagai buruh tani dan nelayan. Mereka kehilangan pekerjaan serta hasil tangkapan lautnya semakin menurun.
Sementara Direktur Walhi Jabar Wahyudin mengatakan, pembangunan Proyek Strategi Nasional (PSN) ikut merampas hak asasi manusia. “Karena kegiatan pembangunan ini selalu dipaksakan pemerintah dan mengesampingkan masalah lingkungan dan keselamatan manusia,” ujarnya.
Dia mencontohkan mata pencaharian nelayan di laut yang semakin hilang dan semakin jauh tempat penangkapan ikannya di laut. Di daratan pun hak warga dirampas lahannya yang produktif untuk pembangunan PLTU.
Dari hasil riset dan kajian mengenai dampak pangan dan kesehatan warga Indramayu yang tinggal di sekitar PLTU, tren penyakit infeksi saluran pernafasan atas atau ISPA meningkat secara drastis.
“Walau Puskesmas tidak mau menyampaikan hal itu salah satunya dari abu PLTU,” ujarnya.
Warga yang terdampak masalah kesehatan itu paling banyak anak usia 2-7 tahun juga kalangan orang lanjut usia.
Baca Juga: PLTU di Jawa Barat sebagai Penyumbang Polusi Udara Lintas Batas
Visi Prabowo Pensiunkan Seluruh PLTU pada 2040 Kurang Ambisius
Menanti Pensiun Dini PLTU Batu Bara di Jawa Barat, Bercermin dari Dampak Mematikan Polusi di India
Proyek Strategi Nasional dan Ketidakhadiran Negara
Permasalahan yang muncul berkenaan dengan kesehatan, lingkungan, dan ekonomi akibat PLTU terjadi karena ketidakhadiran negara. Akademisi Universitas Padjadjaran dan tim kajian lingkungan DLH Jabar Erri Noviar Megantara menjelaskan, jika dari awal proyek PLTU benar, tidak ada warga yang protes dan mengalami kerugian.
Erri mengatakan, seharusnya tidak ada istilah ganti rugi, namun yang ada istilah ganti untung. Pendapatan nelayan yang hilang harus diganti dengan penghasilan lebih baik. Pembangunan juga mesti mempertimbangkan ada instrumen analisis dampak lingkungan atau AMDAL.
Erri sering meninjau dokumen yang memuat data dan terapinya. Ia berharap lembaga atau organisais masyarakat yang diundang saat pembahasan AMDAL bisa bersikap kritis.
Meski demikian proyek skala besar dari pemerintah pusat tidak bisa ditindaklanjuti oleh dinas yang berada di daerah. Analisis Ketahanan Energi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Pemerintah Provinsi Jabar Arnold Meteus menjelaskan, proyek skala besar direncanakan oleh pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi pada 2016 yang di antaranya memproyeksikan kebutuhan energi listrik di jaringan koneksi Jawa, Madura, dan Bali. Maka, ada beberapa proyek ketenagalistrikan atau PSN yag dibangun serta direncanakan di Jabar.
*Kawan-kawan yang baik, silakan membaca tulisan-tulisan lain tentang Proyek Strategis Nasiona PLTU