• Berita
  • Solidaritas untuk Sukatani dari Aksi Kamisan Bandung, Putar Lagu “Bayar, Bayar, Bayar” di Seberang Polrestabes

Solidaritas untuk Sukatani dari Aksi Kamisan Bandung, Putar Lagu “Bayar, Bayar, Bayar” di Seberang Polrestabes

Ruang kebebasan berekspresi di Indonesia terasa semakin sempit. Band Sukatani yang membawakan lagu kritik sosial Bayar, Bayar, Bayar ditarik dari peredaran.

Solidaritas Bandung menyatakan TAGAR Kami Bersama Sukatani pada Aksi Kamisan Bandung di Taman Vanda, seberang Polrestabes Bandung, Kamis, 20 Februari 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam21 Februari 2025


BandungBergerak.idPembredelan terhadap seniman lagi-lagi terjadi. Kali ini menimpa grup band punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, Sukatani. Mereka menyampaikan klarifikasi permintaan maaf atas lagunya yang viral di media sosial berjudul ‘Bayar, Bayar, Bayar’ karena menyinggung institusi polisi.

Duo personel Sukatani, Alectroguy (gitar dan vokal) dan Twister Angel  (vokal) melayangkan permintaan maafa tersebut ke Kapolri dan menyebut bahwa maksud dan tujuan lagu itu ditujukan kepada ‘oknum’ polisi.

Mereka juga mengumumkan lagunya akan ditarik di berbagai platform pemutaran musik.  Atas video yang beredar di akun milik Sukatani, respons dari masyarakat mencuat untuk melakukan solidaritas kepada pasangan suami-istri itu. Tagar Kami Bersama Sukatani tidak lama segera menduduki puncak tren di pelbagai media sosial.

Merespons hal tersebut, Aksi Kamisan Bandung  menggelar aksi solidaritas di Taman Vanda atau seberang Polrestabes Bandung, Jalan Merdeka, Bandung, Kamis 20 Februari 2025. Mereka melakukan sikap protesnya kepada pihak Kepolisian karena telah membatasi ruang kebebasan berekspresi. Di sana juga peserta Aksi Kamisan Bandung menyayikan lagu yang dibredel tersebut.

Salah satu kerabat dari personel Sukatani, Didung (bukan nama sebenarnya) menjelaskan intimidasi terhadap Sukatani sebenarnya bukan hal baru. Menurutnya, intimidasi sudah terjadi sejak pertengahan tahun lalu. Saat itu, personel Sukatani yang baru saja pindah dari Yogyakarta ke Purbalingga sempat dicari oleh pihak yang tidak dikenal.

"Sejak itu, personel Sukatani berpesan kepada teman-temannya untuk tidak menandai akun pribadi mereka di media sosial. Karena, memang sudah dicari," ujar Didung.

Solidaritas Bandung menyatakan TAGAR Kami Bersama Sukatani pada Aksi Kamisan Bandung di Taman Vanda, seberang Polrestabes Bandung, Kamis, 20 Februari 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Solidaritas Bandung menyatakan TAGAR Kami Bersama Sukatani pada Aksi Kamisan Bandung di Taman Vanda, seberang Polrestabes Bandung, Kamis, 20 Februari 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Puncaknya, terjadi setelah Sukatani pentas di Bali. Saat itu menurut Dudung, setelah pentas di Bali, Sukatani sempat liburan di sana. “Karena mereka beberapa hari yang lalu itu main di Bali terus sempat liburan pribadi berdua di Bali dan sampai semalam pun di status WA-nya masih lagi di Bali dan memang mau pulang kayaknya,” ungkapnya.

Didung menduga, klarifikasi yang dibuat oleh Sukatani dibuat di kantor polisi di Banyuwangi. “Nah, takutnya kan karena kemungkinan klarifikasi tadi itu dibuat di kantor polisi di Banyuwangi,” tuturnya, menyayangkan tindakan represif yang diduga dilakukan oleh aparat kepolisian.

Dia juga mengajak kepada seluruh peserta Aksi Kamisan Bandung untuk terus mengawal kasus pembredelan ini. Sebab, sejak semalam, manurut Didung, kedua personel Sukatani masih belum membalas pesan hingga kini. “Di WA (WhatsApp) juga masih centang satu dan belum ada kabar,” ungkapnya. Bahkan teman-temannya yang berada di Purbalingga pun belum ada kabar terkait Sukatani hingga kini.

Di sisi lain, pegiat Aksi Kamisan, Jek (bukan nama sebenarnya) menuturkan Sukatani adalah grup musik yang kerap menyuarakan kritik sosial. Kritik-kritik yang mereka sampaikan, kata Jek, adalah bentuk kepedulian terhadap kondisi sosial dan politik di Indonesia.

"Kritik yang mereka lakukan bukan hanya di lirik saja. Mereka juga sering main ke tempat-tempat konflik," ungkap Jek.

Solidaritas Bandung menyatakan TAGAR Kami Bersama Sukatani pada Aksi Kamisan Bandung di Taman Vanda, seberang Polrestabes Bandung, Kamis, 20 Februari 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Solidaritas Bandung menyatakan TAGAR Kami Bersama Sukatani pada Aksi Kamisan Bandung di Taman Vanda, seberang Polrestabes Bandung, Kamis, 20 Februari 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Solidaritas Adalah Kunci

Di tengah Aksi Kamisan Bandung berlangsung, mereka juga memutar beberapa kali lagu Sukatani berjudul ‘Bayar, Bayar, Bayar’ yang sudah ditarik di platform pemutaran musik. Peserta Aksi Kamisan Bandung lalu memutar lagu tersebut dengan suara keras di sebrang kantor Polrestabes Kota Bandung. Mereka meyakini semakin karya seni dilarang, semakin lantang suaranya.

Mereka juga melakukan sikapnya untuk bersolidaritas kepada Sukatani. Salah satu sikap yang mereka tuangkan dalam sebuah banner yang dipilox ‘Kami Bersama Sukatani’ lalu ditempelkan di patung macam kumbang hitam di depan kantor Polrestabes Bandung.

Salah satu peserta Aksi Kamisan, Itonk (bukan nama sebenarnya) mengungkapkan kekecewaannya lantaran sikap arogan kepolisian yang membrangus lagu Sukatani berujudul Bayar, Bayar, Bayar yang ditarik dari berbagai platform media. Itonk juga menilai adanya pemaksaan dan intimidasi kepada duo personel untuk melakukan klarifikasi dan meminta maaf kepada pihak kepolisian.

Padahal menurutnya lagu tersebut tidak ada yang salah. Atas tindakan tersebut, Itonk menyuarakan untuk berolidaritas. Sebab jika masyarakat bersikap tak acuh atas tindakan aparat yang membredel hak berkreasi dan berekspresi, ke depannya ruang-ruang kebebasan akan makin menyempit. Bersolidaritas bagi Itonk adalah prioritas yang harus dilakukan sesama warga negara.

“Kita harus terus memperjuangkan ketidakadilan tanpa harus takut,” ujar Itonk. Dia juga menegaskan untuk saling melindungi satu sama lainnya. Sebab jika masyarakat menularkan rasa takut untuk bersolidaritas, aparat akan lebih leluasa untuk menangkap masyarakat yang bersuara kritis di ranah kesenian.

“Itu penting untuk disuarakan karena kalau tidak disuarakan mungkin besok kalian korbannya dan kalau enggak ada yang lagi yang bersuara ya udah kita saling dicomot (ditangkap),” lanjutnya.

Itonk mengajak agar seluruh masyarakat Indonesia tidak takut untuk mengeluarkan kritiknya. Terlebih kritik dalam menyuarakan kebebasan berekspresi di muka umum. Kalaupun mengungkung ketakutan di dalam diri masing-masing, kata Itong percuma.Kita hidup di negara ini dengan ketakutan tanpa ada perlindungan apa pun,” tegasnya.

Dikutip dari Tempo, di Jakarta, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan kepolisian tidak pernah memerintahkan band punk Sukatani menarik lagu mereka yang berjudul “Bayar Bayar Bayar”. Trunoyudo mengklaim Polri tidak antikritik dan terus berupaya menjadi organisasi yang modern.

“Komitmen dan konsistensi, Polri terus berupaya menjadi organisasi yang modern yaitu Polri Tidak Anti Kritik,” kata Trunoyudo kepada Tempo melalui pesan tertulis, Kamis, 20 Februari 2025.

Trunoyudo mengatakan sikap menerima kritikan itu menjadi semangat Polri di bawah pimpinan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Dia mengatakan, Kapolri kerap mengingatkan anak buahnya untuk menerima setiap masukan dan kritikan. “Kapolri selalu menegaskan hal tersebut kepada seluruh jajaran,” ujarnya.

Baca Juga: Setelah Melarang Teater Payung Hitam Mementaskan Wawancara dengan Mulyono, ISBI Bandung Membentuk SOP dan Kurator Pertunjukan
Nonton Bareng Film The Dupes dan Penggalangan Dana untuk Palestina di Perpustakaan Bunga di Tembok
Menabur Galian Menuai Petaka di Jalan-jalan Kota Bandung

Solidaritas Bandung menyatakan TAGAR Kami Bersama Sukatani pada Aksi Kamisan Bandung di Taman Vanda, seberang Polrestabes Bandung, Kamis, 20 Februari 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Solidaritas Bandung menyatakan TAGAR Kami Bersama Sukatani pada Aksi Kamisan Bandung di Taman Vanda, seberang Polrestabes Bandung, Kamis, 20 Februari 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Tertutupnya Ruang Berkekspresi di Negara Demokrasi

Di sisi lain, Husni, perempuan yang juga ikut bersolidaritas di Aksi Kamisan Bandung mengatakan kebebasan berekspresi di Indonesia masih belum bebas sepenuhnya. Tidak hanya kebebasan di muka umum, kadang kebebasan juga terbatas di ranah media sosial.

Dengan adanya pembredelan terhadap Sukatani sampai lagunya dilarang tayang di media sosial, menurut Husni sudah mencerminkan bahwa Indonesia tidak benar-benar demokratis.

“Sampai vokalisnya ditangkap itu berarti menunjukkan kalau sebenarnya kita enggak benar-benar demokratis, enggak benar-benar bebas dalam berpendapat gitu,” ujarnya.

Di sisi lain, Aliya, kerabat Husni mengungkapkan kegeraman terhadap pembredelan dalam kesenian sudah memuncak saat pameran Yos Suprapto yang dibatalkan sepihak oleh Galeri Nasional Indonesia, 20 Desember tahun lalu. Aliya merasakan kegeramannya muncul kembali saat Sukatani memberikan klarifikasi atas karya yang dibuatnya.

Menurut Aliya lagu-lagu yang dibuat oleh Sukatani merupakan kebebasan berekspresi dan berkesian yang mana lagunya mudah diterima di akar rumput. “Seni itu secara tidak langsung bisa kena ke orang ke masyarakat akar rumput juga gitu kan,” tuturnya.

Bahkan, Husni juga menyayangkan dan miris melihat pernyataan Didung bahwa mereka diduga dipaksa melakukan klarifikasi di kantor Polisi. Padahal lirik yang tertuang pun, menurut Husni tidak ada bertendensi negatif. Bahkan liriknya fakta di lapangan. “Mungkin ditarik karena emang fakta,” ujarnya tertawa kecil.

Tidak hanya itu, kalaupun dalam berkesenian ada yang salah atau keliru, menurut Husni jangan langsung main bredel saja. Sebab tiap orang mempunyai representasi dalam menikmati sebuah karya seni.

Selanjutnya, Aliya menuturkan harapannya bahwa dalam negara demokrasi, kebebasan berkespresi seharusnya dibebaskan. “Harapannya kebebasan berekspresi sesuai namanya yang benar-benar bebas,” harapnya.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Yopi Muharamatau artikel-artikel lain tentang Pembredelan

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//