• Cerita
  • Para Penjual Bunga di Bandung, Tidur di Lapak dan Menjelajah ke Berbagai Kampus

Para Penjual Bunga di Bandung, Tidur di Lapak dan Menjelajah ke Berbagai Kampus

Para penjual bunga mesti bekerja keras setiap menjelang wisuda. Mereka akan bermalam di lapak-lapak demi menyambung hidup.

Penjual bunga di kampus 1 UIN SGD Bandung, Jumat, 14 Februari 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam23 Februari 2025


BandungBergerak.idHujan rintik-rintik mulai mereda saat Febri (32 tahun) memajang kembali buket boneka yang sebelumnya dia simpan di bawah kanopi pos satpam. Sudah sejak pagi Febri menyiapkan lapak daganganya itu di pedestrian kampus 1 UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jumat, 14 Februari 2025. Bertepatan dengan hari kasih sayang sedunia Febri siap menjajakan boneka.

Di lapak sepanjang kurang lebih 10 meteran ini Febri berdagang. Ia akan menyambut hari Sabtu, 15 Februari di mana sebanyak 1.200 mahasiswa UIN SGD Bandung akan melaksanakan wisuda. Event wisudaan ini menjadi ladang rejeki bagi Febri.

Sudah 18 tahun ia bergelut sebagai penjual buket boneka. Sebelumnya Febri bekerja sebagai fotografer. Setelah keluar pada tahun 2019 lalu, dia menekuni bidang penjualan ini menjadi sumber penghasilan tetapnya. Dengan senyum semringah, Febri sangat bersyukur menekuni bidang ini.

Dibantu motor matic tuanya, Febri sudah menyiapkan barang dagangannya sejak dua hari lalu. Terkait memilih tempat dia sudah mematok’ tempatnya untuk berjualan dari seminggu yang lalu. Febri sudah kenal dekat dengan petugas keamanan di kampus berbasis ilmu-ilmu Islam tersebut.

Saat BandungBergerak mendatangi lapaknya, Febri tengah sibuk membuat buket boneka. Menurutnya selain membawa buket yang sudah disiapkan tempo hari lalu, dia masih produksi di lapaknya. Butuh waktu 15 menit baginya untuk bisa membuat satu buket boneka secara utuh.

“Kita juga produksi di sini semalaman. Jadi udah bawa separo yang sudah jadi di rumah, sisanya baru di sini dadakan,” tutur Pria yang berdomisi di Dipatiukur itu. “Enggak tidur. Begadang. Jadi sambil kerja, sambil ada yang beli juga. Kadang malam juga suka ada yang beli juga, apalagi sekarang hari valentine,” lanjutnya.

Febri berjaga seorang diri. Biasanya ada sang istri yang menemaninya. Dua buah hatinya yang baru lahir membuat istrinya harus berjaga di rumah.

Kendati berjualan di bahu jalan, Febri menuturkan selama berjualan di UIN SGD Bandung dia belum pernah merasakan pengusiran oleh satpam. Sepanjang kooperatif, pihak kampus pun mengizinkan Febri dan penjual lainnya berjualan selama masa wisuda.

Tidak semua kampus mengizinkan para penjual bunga dan buket di jalan. Febri sudah mengetahui perihal kampus yang memiliki zona merah. Biasanya gesekan itu datang dari pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Dia menyadari bahwa lapak daganganya acap kali membuat kemacetan lalu lintas.

Di seberang lapak Febri berjualan, Mia (32 tahun) baru membuka plastik untuk menutupi barang dagangannya dari guyuran hujan. Sudah dua tahun Mia menjual buket. Sebelumnya pada tahun 2019 dia giat menekuni penjualan bingkisan (hampers).

Sama seperti Febri, Mia sudah berjaga dari pagi hari sebab hari itu momen hari kasih sayang. Di lapak yang memajang berbagai pernak-pernik buket hingga bunga ini, Mia akan berjaga hingga malam. Biasanya dia bergantian dengan temannya berjualan. Kadang, dia juga memanfaatkan masjid yang berada di pinggir kampus UIN untuk tidur.

“Pasti nungguin, semalaman, ada yang tidur ganti-gantian. Tidurnya ada yang di masjid, ada juga yang bikin buket semaleman sambil jaga juga,” tuturnya, di sela-sela melayani konsumen.

Berpindah Lapak ke Kampus-kampus

Tepat di belokan menuju kampus UIN SGD Bandung, Imas (55 tahun) duduk seorang diri sambil menawarkan bunga dagangannya kepada orang yang lewati lapaknya. Bunga yang dia bawa dari Lembang, Kabupaten Bandung Barat itu tampak segar warnanya. Bunga yang dia simpan di sebuah wadah itu menarik perhatian sejumlah orang yang melewati lapaknya.

Imas tinggal di Lembang di sekitar penjual tanaman hias dan bunga. Hal tersebut ia manfaatkan untuk ladang bisnisnya.

Sudah 20 tahun Imas bergelut sebagai penjual bunga. Tidak ada bunga sintetis yang ia jual. Semuanya bunga asli. Harganya pun variatif, dari mulai harga 10 ribu rupiah hingga paling mahal 50 ribu rupiah. Bermodalkan 700 ribu rupiah, dia bisa mendapatkan untung sebesar 300 ribu rupiah. Angka tersebut buat nambah-nambah agar dapur tetap ngebul.

Dia mengetahui info-info tentang wisuda dari buah hatinya. Imas juga sering diantar pulang-pergi oleh anak sulungnya yang setiap hari memantau event untuk Imas berjualan. Seluruh kampus di Bandung sudah Imas jelajahi. “Seluruh Bandunglah,” jelasnya.

Tidak hanya Imas yang berjualan di berbagai wisudaan kampus. Bahkan Febri berjualan sampai lintas provinsi. Pada tahun 2024 dia membuka lapak di kampus Udayana Bali. Berbekal info dari kerabatnya yang bekerja di sana, Febri langsung mengirimkan barangnya terlebih dahulu ke sana.

Setelah barang dagangnnya sampai di Bali, dia langsung bergegas bersama empat temannya berangkat ke Bali menggunakan sepeda motor. Butuh tiga hari dua malam Febri untuk sampai ke pulau Dewata.

“Sambil touring juga, karena kalau ke Bali lima orang berangkatnya,” tuturnya sembari tertawa kecil. Selama berjualannya pendapatan Febri tidak selamanya untung. Pernah sekali waktu saat dia membuka lapak di salah satu kampus di Cirebon, barang dagangannya tidak laku satu pun. “Tapi karena saya udah biasa, jadi santai aja,” tuturnya.

Padahal Febri sudah berangkat dari rumahnya sedari malam dan membuka lapaknya dari subuh. “Ternyata di sana zonk banget,” ungkap alumnus UPI jurusan seni rupa tersebut. Febri menduga alasan lapaknya sepi karena wisudanya dilaksanakan pada sore hari.

Baca Juga: Cerita Visual Aksi Indonesia Gelap antara Bandung Jakarta, Kaum Ibu Bersama Orang-orang Muda yang Melawan
Terbuang Lalu Berjuang, Sepak Bola Adalah Harapan bagi Para Pecandu dan ODHIV
Bandung Mendaku Kota Musik, Sampai Kapan Panggung-panggungnya Dibiarkan Menyempit?

Jualan Dalam Kampus

Tidak seperti hari wisuda biasanya, pada wisuda ke-102 UIN SGD Bandung, lapak jualan harus berada di dalam kampus. Alasan para penjual untuk berjualan di dalam kampus antara lain adalah untuk meminimalkan dampak kepadatan lalu lintas.

Aji Nurcahyadi (34 tahun), Komandan Regu Lalu Lintas UIN SGD Bandung mengungkapkan, sekarang para penjual harus berjualan di dalam kampus. Nantinya, pada hari wisuda menjelang seluruh penjual bunga dan buket akan dipindahkan ke dalam. “Nanti kita kondisikan juga di dalam,” tuturnya saat ditemui BandungBergerak.

Terkait pemindahan lapak jualan untuk berada di dalam kampus, para penjual pun menerima dengan baik. Mia menuturkan dirinya siap sedia jika dipindahkan ke dalam kampus. Kendati dia sudah melapak bertahun-tahun di tempatnya sekarang ini. “Sejauh ini kalau di UIN mah penjaganya juga koperatif,” terangnya.

Aji menjelaskan para penjual di dalam tidak akan ditarik iuran lapak. Sebab menurutnya sudah ada bagian dana operasional tiap bagian dari kampus. “Nanti kan ada pembagian juga buat satpam dan OB,” tuturnya.

Sebagai satpam yang terus berada di garda terdepan jalan, tak sekali Aji mendapat teguran dari pihak pengguna jalan.  Sebab tiap kali UIN Bandung mengadakan wisuda, kemacetan sering terjadi hinga beratus-ratus meter. Tidak hanya itu, teguran kepada pihaknya pun pernah dilayangkan oleh para jajaran kampus sendiri karena jalan di dalam kampus padat.

“Tapi kan kami juga dari pihak kemanan berusahan semaksimal mungkin untuk menertibkan para pedagang, pejalan kaki, tamu yang datang itu kan bukan hal yang biasa,” ujarnya.

Maka dari itu, upaya kampus untuk memindahkan lapak dagangan agar berjualan di dalam kampus diharapkan akan mengurangi kemacetan di jalan.

“Karena kan kalau banyak yang jualan di depan, otomatis bikin nambah kemacetan,” ungkapnya. “Makanya dimasukin ke dalam.

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca tulisan-tulisan lain dari Yopi Muharam, atau artikel-artikel lain tentang Pedagang di Bandung 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//