• Berita
  • Potret Pesta Buku Foto di Pasar Antik Cikapundung

Potret Pesta Buku Foto di Pasar Antik Cikapundung

Buku foto yang dipamerkan di Pesta Buku Foto di Pasar sangat beragam, mulai dari zine tipis, buku foto tebal, hingga buku foto sampul kulit kambing.

Pesta Buku Foto di Pasar yang dihelat Red RAWS Center di Pasar Antik Cikapundung, Bandung, 27 Februari-2 Maret 2025. (Foto: Abdullah Dienullah/BandungBergerak)

Penulis Abdullah Dienullah 5 Maret 2025


BandungBergerak.idDi antara lorong-lorong lantai tiga Pasar Antik Cikapundung yang serupa labirin, berlangsung sebuah pesta yang menampilkan deretan buku foto di bawah sorot lampu display. Ini adalah Pesta Buku Foto di Pasar yang dihelat Red RAWS Center, 27 Februari-2 Maret 2025.

Diinisiasi oleh Yayasan mataWaktu dan Gueari Galeri, rangkaian acara sebelumnya dilaksanakan di Jakarta dengan tajuk Pentas Buku Foto 2025. Namun, perhelatan Pesta Buku Foto di Pasar kali ini dimotori oleh RAWS Syndicate.

“Sebenarnya host utamanya adalah mataWaktu dan Gueari, tapi untuk mitra kolaborator di kota-kota ada Sokong dan RAWS,” kata Wahyu Dhian, pendiri RAWS Syndicate.

Meskipun dilaksanakan di pasar, pesta ini menghadirkan ‘bintang tamu’ dari berbagai negara. Mereka hadir melalui karyanya dalam buku foto yang masuk dalam shortlist Dummy Award 2025. Total peserta terpilih pada pameran buku foto ini sebanyak 51 peserta, merupakan kandidat dari kompetisi Dummy Award 2025.

“Total buku itu ada 38 buku Indonesia dan 51 top list Dummy Award 2004,” ujar Wahyu.

Dummy Award sendiri adalah sebuah kompetisi buku foto internasional yang diselenggarakan oleh The PhotoBookMuseum. Kompetisi ini terbuka untuk semua prototipe buku foto yang belum diterbitkan dari fotografer di seluruh dunia.

“Dummy Award itu yang mengadakan PhotoBookMuseum yang akhirnya mereka juga ingin mendistribusi bukunya itu ke beberapa negara jadi dikelilingkan juga ini (buku foto),” kata Wahyu.

Untuk 38 buku foto dan zine foto lainnya yang berasal dari Indonesia, merupakan karya terpilih dari panggilan terbuka Pentas Buku Foto yang diselenggarakan oleh mataWaktu dan Gueari Galeri dari 24 Desember 2024 hingga 10 Januari 2025. Ada pun buku foto yang terpilih merupakan buku foto dan zine yang diterbitkan dalam kurun waktu dua tahun terakhir atau Januari 2023 hingga Desember 2024.

Buku foto yang dipamerkan pada Pesta Buku Foto di Pasar ini sangat beragam bentuk dan rupa. Mulai dari zine tipis nan ringkas, buku foto tebal dengan ratusan halaman, hingga sebuah buku foto yang disampul dengan kulit kambing.

 Pesta Buku Foto di Pasar yang dihelat Red RAWS Center di Pasar Antik Cikapundung, Bandung, 27 Februari-2 Maret 2025. (Foto: Abdullah Dienullah/BandungBergerak)
Pesta Buku Foto di Pasar yang dihelat Red RAWS Center di Pasar Antik Cikapundung, Bandung, 27 Februari-2 Maret 2025. (Foto: Abdullah Dienullah/BandungBergerak)

Begitupun dengan isi dari buku-buku tersebut. Ada yang bercerita tentang masa lalu seseorang, proses kurban pada Idul Adha, hingga sebuah buku foto yang bercerita tentang kekerasan di Timor Timur pascareferendum.

Buku dan zine foto yang dipamerkan pada acara pesta ditampilkan dengan segar berlatar pasar antik ini seolah memberikan suasana baru dalam membaca buku yang biasanya dinikmati di perpustakaan dan ruang baca steril tanpa suara. Pesta Buku Foto ini bisa dinikmati sambil duduk menyeruput kopi atau teh di tengah pasar, sesekali didatangi kucing-kucing penghuni Red RAWS Center atau RRC (singkatannya kerap kali dipelesetkan menjadi Red RAWS Cats oleh para pengunjung).

“Kalau yang di Bandung kita pilih karena tempat kita di pasar sebagaimana buku ini semakin dekat dengan masyarakat, semakin dengan publik,” kata Wahyu. “Kayak di ruang publik aja, memanfaatkan koridor pasar dan galeri kita yang tidak tertutup untuk bisa menikmati. Lebih luas lagi lah gagasan ini kita ingin meluaskan lagi, tidak sekadar kotanya saja tapi audiensnya,” ujarnya menambahkan.

Selain pameran buku dan zine foto, pada rangkaian Pesa Buku Foto di Pasar ini juga membuka sesi baca bersama dan diskusi bersama pada hari pembukaan. Terdapat juga sesi konsultasi bagi para fotografer yang ingin membuat buku foto.

Wahyu berharap untuk lebih banyak digelar acara serupa karena bisa menjadi referensi untuk para peminat fotografi. “Harapannya sering-sering aja bikin event kayak begini, karena bagus juga untuk referensi. Karena ya sangat jarang di Indonesia event-event kayak begini,” tutup Wahyu.

Baca Juga: PROFIL RAWS SYNDICATE: Upaya Menambal Ekosistem Fotografi yang Bolong
Terbuang Lalu Berjuang, Sepak Bola Adalah Harapan bagi Para Pecandu dan ODHIV
Bandung Photography Month 2024, Memaknai Tanah Air dalam Bingkai Fotografi

 Pesta Buku Foto di Pasar yang dihelat Red RAWS Center di Pasar Antik Cikapundung, Bandung, 27 Februari-2 Maret 2025. (Foto: Abdullah Dienullah/BandungBergerak)
Pesta Buku Foto di Pasar yang dihelat Red RAWS Center di Pasar Antik Cikapundung, Bandung, 27 Februari-2 Maret 2025. (Foto: Abdullah Dienullah/BandungBergerak)

Fotografi Terapi 

Red Raws Center menempati kios merah berukuran tak lebih dari 5x5 meter persegi. Kios ini dipakai sebagai toko buku foto dan kopi, sekaligus menjadi ruang terbuka bagi para fotografer dan komunitas fotografi di kota Bandung berkumpul. Berbagai pameran foto, diskusi hingga kelas fotografi rutin di adakan di sana setiap bulannya.

Ruang tersebut diinisiasi oleh Raws Syndicate, perkumpulan fotografi di kota Bandung yang sudah berdiri sejak tahun 2012. Perkumpulan yang memadukan model bisnis mandiri dengan gerakan kolektif untuk membentuk ekosistem fotografi, sekaligus sebagai tempat pengembangan dan penelitian di bidang fotografi.

Salah satu lini aktivitas di komunitas Raws Syndicate menyediakan sebuah layanan ‘curhat’ melalui medium fotografi yang nantinya dituangkan dalam sebuah karya foto. Kegiatan menjadikan fotografi sebagai terapi untuk bercerita itu dikenal sebagai photo therapeutic. Terapi ini berawal dari kelas fotografi ketika masa pandemi Covid-19 berlangsung. 

“Banyak dari peserta kelas yang sulit berkomunikasi mengenai masalah yang dihadapinya, kemudian dapat berkomunikasi melalui visual, salah satunya dengan fotografi,” kata Fasilitator Raws Syndicate, Grace Ananta.

Grace menggunakan medium fotografi untuk terapi. Ia menggunakannya untuk menceritakan hal-hal yang sulit untuk dibagikan secara verbal, sehingga menggunakan fotografi untuk mengekspresikan. Ia meyakini setiap orang punya metode tersendiri dalam mengekspresikan diri untuk menceritakan hal yang sulit.

“Jadi kita punya inisiasi mengadakan kegiatan Walking with Raws ketika masa pandemi diperbolehkan keluar. Kita mengajak teman-teman Raws untuk memotret sekitar rumah. Ternyata kegiatan itu merupakan bagian dari photo therapeutic. Kemudian setelah diwawancarai satu-satu, mereka merasakan hal yang baik,” kata Grace.

Aktivitas itu kemudian digarap serius dengan membentuk satu divisi yang secara khusus mengkaji photo therapeutic. Divisi ini membantu siapa pun dengan bercerita melalui kegiatan Talking with Raws setiap Selasa dan Kamis. Kemudian apabila membutuhkan pendampingan khusus akan diarahkan ke psikolog.

Dengan semangat yang terus diusung Raws Syndicate, harapannya ekosistem fotografi di Indonesia terus membaik. Tugas menambal ekosistem tersebut bukan hanya semata-mata mengisi yang kosong atau belum tergarap, lebih dari itu mereka memaknai pesan bahwa ‘Fotografi Tidak Hanya Sekedar Memotret’.

*Kawan-kawan yang baik, silakan membaca tulisan-tulisan Abdullah Dienullah atau artikel-artikel lain tentang Fotografi

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//