• Narasi
  • CERITA GURU: Tangan, Alat Ajaib Membentuk Sebuah Kecerdasan Anak

CERITA GURU: Tangan, Alat Ajaib Membentuk Sebuah Kecerdasan Anak

Untuk membentuk dan meningkatkan kecerdasan anak melalui pancaindra dengan tangan sebagai alatnya adalah cara mempersiapkan anak untuk belajar dari lingkungannya.

Marlina

Guru BK di lembaga pendidikan Yayasan Asih Putera Cimahi

Ilustrasi. Upah guru honorer masih jauh panggang dari api. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

5 Maret 2025


BandungBergerak.id – Maria Montessori mengatakan bahwa anak belajar melalui seluruh pancaindranya. Kegiatan menstimulasi pancaindra merupakan yang bertujuan untuk mengembangkan diskriminasi visual, mengenalkan konsep, dan menstimulasi keterampilan motorik anak. Sejak lahir, anak sudah belajar menggunakan seluruh pancaindranya  mulai dari mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, hidung untuk mencium, lidah untuk merasa/mengecap, kulit untuk meraba. Di sinilah anak-anak perlu di rangsang dan dilatih secara terus menerus agar seluruh area sensorialnya berkembang dengan optimal. Melalui seluruh pancaindranya anak dapat mempelajari banyak hal dalam kehidupannya. Jean Jacques Rousseau (1712-1778) ”Education Through Sense”. Menurut Montessori anak-anak memiliki kemampuan untuk merasakan lingkungan melalui pancaindranya. Aktivitas sensorik memberikan serangkaian pengalaman yang kaya untuk mereka.

Melalui aktivitas perabaan anak dapat mengembangkan keterampilan motoriknya, tangan ajaibnya akan memberikan pengalaman belajar yang luar biasa untuk membantunya mengembangkan periode pembelajaran sensitifnya. Pemahaman ini berlangsung perlahan-lahan pada masa kanak-kanak, Montessori menyadari bahwa pada rentang usia 0-6 tahun pancaindra anak sedang berkembang  dengan pesat dan merupakan periode sensitif di mana anak menanggapi rangsangan dengan penuh perhatian dan semangat. Karenanya, perangsangan indra pada masa itu akan sangat sensitif. (Modul Montessori:2019:1). Area sensorial pada metode Montessori juga bertujuan mengembangkan rentang konsentrasi, kecerdasan, dan berkaitan dengan berbagai area lainnya merupakan persiapan tidak langsung untuk perkembangan kecerdasan bahasa, sains, musik dan logika matematika anak.

Melalui pengamatan dan eksperimen Montessori tentang periode sensitifnya, keterampilan hidup praktis dan area sensorial adalah saling berhubungan, mulai dari aktivitas mencuci tangan, membasuh wajah dengan tangan, mengikat tali sepatu dengan menggunakan tangan, mengancingkan baju dengan tangan, bertanam, dan menyajikan makanan. Hal itu, dapat menjadi keterampilan anak pada kedewasaannya. Setiap anak memiliki pot bunga masing-masing sehingga mereka dapat menanam benih tanaman di pot bunga tersebut, anak akan belajar menanam dan merawat tanaman (Montessori: 1914a:13). Ini akan membantu anak mandiri dan anak akan merasa percaya diri karena anak merasa bisa menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan orang dewasa (Montessori, Gerald Lee Gutek (ed):2004c).

Baca Juga: CERITA GURU: Belajar Bersama Pramoedya Ananta Toer dan Ajip Rosidi
CERITA GURU: Nasib Study Tour, antara Rekreasi dan Tujuan Pendidikan
CERITA GURU: Menilik (Kembali) Wacana Pengurangan Mata Pelajaran Sejarah

Aktivitas Tangan Anak

Tangan merupakan bagian tubuh yang berfungsi untuk menggenggam, memegang dan merasakan sentuhan. Tangan merupakan bagian terpenting dari sistem gerak tubuh manusia. Melalui tangan anak dapat belajar banyak hal mulai dari mereka menyentuh benda-benda di sekitarnya, meraba benda-benda yang menarik untuk dipelajari mereka, dan menggenggam benda.

Menurut metode Montessori, anak belajar dari yang konkret kemudian abstrak. Berbagi pengalaman dengan kehidupan anak  usia 3 tahun 5 bulan yang saya amati saat ini. Begitu terampil tangan mungilnya dalam belajar banyak hal, dari aktivitas menggenggam berbagai material yang ada di lingkungan rumahnya, mulai dari aktivitas sederhana seperti membuka tutup botol dan menutupnya, membuka topi yang dipakai, hingga ia dapat membuka pakaian tanpa dibantu.

Selama proses aktivitasnya di bebaskan tanpa bantuan dari orang  dewasa, kebebasan menurut Montessori sendiri diartikan kebebasan anak bertindak dalam lingkungan yang terstruktur, dengan tujuan dapat belajar dan mengeksplor pengalamannya dalam melakukan aktivitas dan bertindak sesuai periode sensitifnya. Dengan melakukan gerakan fisik seperti menggerakkan tangannya bertujuan untuk mengembangkan otot-otot anak dan menumbuhkan keterampilan fisik anak sehingga tumbuhlah rasa percaya diri anak dan kebanggaan anak terhadap dirinya. Fungsi gerak motorik dapat melatih keseimbangan anak ketika berjalan dan mengkoordinasikan gerakan tubuhnya sedangkan fungsi sensorik anak dilatih mengamati lingkungan di sekitarnya, dengan cara ini anak mampu mengenal lingkungannya serta mengembangkan kecerdasannya (Montessori: 1914a:7).

Selain itu, melalui perabaan dan sentuhan tangannya dengan melakukan aktivitas menyusun balok atau puzzle, anak dapat berpikir aktif dan mampu meningkatkan kecerdasan logika matematikanya, yang  ditunjukkan anak melalui kemampuan sebab-akibat, kategorisasi besar kecil, dan lain-lain. Anak dapat menemukan serta memahami cara kerja dan membantunya memecahkan masalah. Melalui aktivitas bermain lainnya seperti membentuk rumah-rumahan/gedung dari lego atau balok.

Kecerdasan visual spasialnya menunjukkan kemampuannya untuk memahami secara mendalam hubungan antara objek dan ruang. Serta kecerdasan ini mampu menciptakan imajinasi dalam pikirannya serta menciptakan kreativitas dalam kemampuan seninya. Aktivitas lain yaitu, anak yang senang membuat karya kerajinan tangan melalui tanah liat, cat air, dan kanvas, aktivitas menggambar dan lain-lain. Anak ini secara langsung sedang mengembangkan kecerdasan kinestetiknya. Ia menunjukkan bagian anggota tubuhnya untuk berkomunikasi langsung dan anak ini sedang belajar untuk menyelaraskan pikirannya dengan tubuhnya, sehingga apa yang dikatakan oleh pikiran atau otak akan tertuang terekspresikan melalui gambar atau aktivitas dalam bentuk gerak tangannya yang indah, kreatif dan bermakna. Begitu bermaknanya aktivitas bermain melalui alat peraba seperti tangan yang mampu membuat kecerdasan anak menjadi lebih berkembang.

Lingkungan yang Dipersiapkan

Selain itu aktivitas anak membutuhkan lingkungan yang dipersiapkan, dalam konteks metode Montessori bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan seorang anak di lingkungannya bertujuan untuk memfasilitasi aktivitas kegiatan yang menawarkan kebebasan bagi anak untuk mengeksplor lebih jauh dengan menggunakan sensoriknya yang sesuai dengan perkembangannya. Dalam filosofi Montessori, ”Kita harus membantu anak untuk bertindak, berkehendak, dan berpikir sendiri. Inilah seni melayani jiwa, seni yang hanya dapat dipraktikkan dengan sempurna saat bekerja di antara anak-anak” (Maria Montessori, The Discovery of the Child).

Montessori berkeyakinan bahwa anak-anak akan menyadari kesalahannya sendiri sehingga mendorong anak untuk mencoba dan memperbaiki kesalahannya. Selain itu, Montessori berkeyakinan bahwa dengan materi pendidikan anak yang mengoreksi diri akan melatih anak-anak dalam kemandirian dan kedisiplinan pada diri anak. (Montessori, Gerald Lee Gutek (ed):2004c).

Pola yang diikuti oleh anak untuk mendapatkan pengetahuan dalam lingkungannya merupakan gambaran dari periode sensitifnya. Anak memasukkan pengetahuan langsung pada kehidupan psikisnya. Anak tidak hanya memasukkan ke dalam pikirannya tetapi membentuk dan mencoba melakukan apa yang ada di pikirannya. Melalui pikiran bawah sadar anak membangunnya hingga pikiran sadarnya. Anak belajar mencermati, mengingat dan memahami serta melakukan apa yang ada dalam pikirannya. Oleh karena itu, lingkungan bagi anak harus lingkungan yang mengajarkan pada kebaikan karena anak akan mengingat dan melakukan apa yang di pikirannya, jika sering melakukannya maka akan menjadi sebuah kebiasaan bagi anak.  

Dengan demikian, untuk membentuk dan meningkatkan kecerdasan anak melalui pancaindra dengan tangan sebagai alatnya adalah dengan cara mempersiapkan lingkungan bagi anak, sehingga anak mampu melakukan dan menyerap pengalamannya dari lingkungannya. Kemudian, memberikan kesempatan pada anak untuk melakukannya sendiri tanpa bantuan dari orang dewasa, kita sebagai orang dewasa hanya mempersiapkan alat-alat permainan yang akan mereka sentuh dengan tangannya, anak akan belajar sendiri dan anak akan mengoreksi sendiri kesalahannya sehingga mereka mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka akan memiliki kecerdasan problem solving melalui tangan ajaibnya. Sehingga memberikan pengalaman yang luar biasa pada anak, anak akan mengikuti hal-hal yang dipelajarinya secara langsung sehingga anak dapat mengingatnya.

Pengalaman pada anak itu sangat penting, karena ketika anak dapat ikut langsung dalam sebuah kegiatannya dan melakukan aktivitas dengan kedua tangannya agar anak mampu belajar dari pengalaman tersebut. Sehingga melalui aktivitasnya secara langsung yang melibatkan kedua tangannya maka itu akan mempengaruhi kecerdasan perkembangan anak secara menyeluruh, di antaranya kecerdasan kinestetik, kecerdasan visual spasialnya, kecerdasan logika matematika, kecerdasan emosional dan intelektualnya.

*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan tentang Cerita Guru

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//