MAHASISWA BERSUARA: Meyakinkan Publik adalah Tugas Pejabat Publik!
Pejabat publik harus sadar bahwa mereka memiliki tanggung jawab kepada masyarakat. Salah satu tugas yang harus mereka lakukan adalah meyakinkan masyarakat.

Eugene Irwanto Willim
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad)
6 Maret 2025
BandungBergerak.id – Pejabat publik Indonesia memiliki masalah berkomunikasi pada masyarakat.
Pidato Presiden Prabowo menanggapi kritikan terhadap kabinet gemuknya dengan mengatakan “Ada orang-orang pinter ‘kabinet ini kabinet gemuk, terlalu besar’,” dan, “Enggak peduli saya disebut apa. Yang penting hasilnya!”.
“Yang gelap Kau, bukan Indonesia,” tanggapan Luhut saat ditanya mengenai masyarakat yang melaksanakan demonstrasi Indonesia Gelap.
Wamenaker, Immanuel Ebenezer yang mengatakan, “Kabur sajalah, kalau perlu jangan balik lagi,” saat ditanyai tanggapan mengenai tagar #KaburAjaDulu yang ramai di sosial media tentang masyarakat yang ingin berpindah ke luar negeri untuk mencari penghidupan yang lebih baik.
Dari banyaknya masalah yang bisa dibahas, satu perspektif yang ingin saya tekankan dalam tulisan ini adalah komunikasi pejabat publik. Komunikasi penting untuk meyakinkan masyarakat mengenai pandangan atau kebijakan mereka. Dan pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak mampu meyakinkan masyarakat karena pernyataan yang mereka lontarkan menjadi kontroversi di publik atau menimbulkan kesan menyalahkan publik.
Upaya lainnya yang digunakan pemerintah untuk meyakinkan publik adalah menggunakan artis sebagai buzzer untuk melawan stigma publik terhadap suatu kebijakan. Seperti Deddy Corbuzier membuat video membela makan bergizi gratis dengan kata-kata yang merendahkan siswa. Cara ini tentu tidak akan membuat masyarakat lebih yakin terhadap program makan bergizi gratis, malah akan melahirkan kritik yang lebih banyak.
Pejabat publik perlu mendengarkan kritikan dari publik jika mengharapkan dukungan masyarakat. Apabila pejabat publik mengharapkan masyarakat untuk semata-mata percaya pada kebijakan yang dibuat olehnya tanpa memberikan penjelasan, maka ia akan kesulitan untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: SMK dan Fondasi yang Rapuh, Gagal Siap Kerja karena Tak Siap Belajar
MAHASISWA BERSUARA: Pembangunan IKN, Harapan atau Malapetaka Bagi Daerah Lain?
MAHASISWA BERSUARA: Siapa pun Pemimpinnya Gua mah Tetap Kerja dan Cari Duit Sendiri, Apa Sesederhana itu?
Bagaimana Caranya Meyakinkan Masyarakat?
Apakah media massa adalah medium yang sempurna untuk meyakinkan publik? Tentu tidak, karena media massa memiliki kecenderungan untuk menjadi manipulatif.
Walter Lippmann & Noam Chomsky berpendapat bahwa media massa dan elite politik memiliki kemampuan untuk membentuk “gambar” yang mereka inginkan sesuai dengan kepentingan mereka sendiri. Lippmann menggunakan istilah “manufacture of consent” untuk menjelaskan bahwa publik sering kali dimanipulasi persepsinya oleh media untuk mendapatkan dukungan dari mereka, upaya manipulasi ini pun dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak terlihat seperti manipulasi.
Lippman dalam Public Opinion (1922) menjelaskan bahwa pengaruh yang diberikan pada individu dalam masyarakat terjadi melalui stereotip dengan penggambaran yang terlalu simplistik dan bias untuk menginterpretasikan dunia yang kompleks. Individu yang hidup di suatu negara tidak akan merasakan secara langsung bagaimana rasanya seorang individu lain yang hidup di negara lain, sehingga satu-satunya cara seseorang untuk bisa mengetahui kondisi hidup suatu negara adalah melalui berita di media massa.
Noam Chomsky dalam bukunya Manufacturing Consent: The Political Economy of the Mass Media (1988) bersama Edward S. Hermann menambahkan model propaganda yang digunakan dalam media dan cara kerja media yang tidak melakukan sensor secara langsung untuk menutup informasi melainkan melalui agenda setting dan pembentukan narasi di masyarakat.
Pemberitaan CNN Indonesia terhadap aksi massa Indonesia Gelap pada 21 Februari 2025 adalah bukti bahwa media massa berperan dalam membentuk narasi di masyarakat. Berita-berita yang ditayangkan oleh CNN Indonesia mengenai aksi tersebut lebih bernuansa menyudutkan pihak demonstran, terlihat dari judul-judul yang digunakan dalam berita mereka antara lain “Pedemo ‘Indonesia Gelap Bakar Barrier Plastik di Patung Kuda” atau “Aksi Indonesia Gelap di Bandung, Massa Lempar Batu dan Petasan”. Framing yang ingin dibentuk adalah pedemo melakukan aksi secara ricuh dan mengganggu keamanan publik sehingga dapat menjustifikasi perbuatan untuk melarang aksi demonstrasi.
Media massa adalah “senjata” yang efektif untuk membentuk narasi dalam masyarakat dan para pejabat publik bisa memanfaatkan hal tersebut.
Jawabannya adalah Sosial Media
Media massa memang mampu memanipulasi masyarakat, namun sosial media memberikan ruang bagi masyarakat untuk bisa menyuarakan pandangan mereka juga. Sosial media memberikan “kebebasan” bagi masyarakat untuk beropini dan bersuara sehingga tidak akan lagi hanya tercipta “gambar” yang tunggal dalam masyarakat.
Amartya Sen, Ekonom India dalam bukunya Development as Freedom (1999) menilai kebebasan adalah elemen yang penting agar suatu negara bisa berkembang. Konteks kebebasan yang dimaksudnya adalah kebebasan untuk beropini dalam diskusi publik. Diskusi publik menjadi salah satu elemen penting dalam demokrasi dan kultivasinya bisa membuat demokrasi berfungsi lebih baik. Publik yang lebih teredukasi akan mendesak pemerintah untuk mengakui kebutuhan-kebutuhan mereka. Kebutuhan kelompok marginal juga akan diakui saat mereka ikut serta diberi kesempatan untuk berbicara. Salah satu keuntungan dari adanya kebebasan berpendapat adalah kelaparan jarang terjadi di negara demokrasi –jika kelaparan terjadi di suatu tempat maka orang-orang akan bersuara untuk memberitakan bencana tersebut.
Sosial media menjadi medium yang memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bersuara dan melawan hegemoni pengaruh media massa. Namun apa bukti kebijakan bisa berubah setelah diprotes masyarakat?
Kenaikan pajak 12% dan pemotongan beasiswa KIP Kuliah. 2 kebijakan tersebut adalah kebijakan terbaru dalam 2 bulan terakhir yang gagal diberlakukan karena desakan dari masyarakat yang memprotesnya dengan kuat. Melalui medium apa masyarakat melakukan protes? Sosial media seperti cuitan melalui X atau infografis yang disebarkan melalui Instagram story. Suara-suara masyarakat di sosial media tidak lagi menjadi echo chamber melainkan menjadi titik awal untuk menyuarakan kesadaran kepada masyarakat bahwa ada hal yang perlu dikritisi dari suatu kebijakan.
Tugas Pejabat Publik
Pejabat publik harus sadar bahwa mereka memiliki tanggung jawab kepada masyarakat. Salah satu tugas yang harus mereka lakukan adalah meyakinkan masyarakat dengan berkomunikasi kepada mereka secara langsung. Seburuk-buruknya kebijakan yang mereka akan terapkan, setidaknya mereka tetap harus meyakinkan masyarakat terlebih dahulu mengenai gagasan kebijakan mereka. Ketika mereka gagal untuk meyakinkan publik, maka publik yang akan menghakimi mereka atas kebijakan yang mereka buat.
Sebagai penutup, Saya hanya berharap untuk bisa melihat pejabat publik yang lebih kompeten dalam berpolitik untuk masyarakat.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara