TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Kawasan Karmel #2
Selain menjadi markas Radio Swaramuda, kawasan Karmel juga tempat lahirnya kuliner bakso tertua dan tukang sate pertama di Lembang.

Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
11 Maret 2025
BandungBergerak.id – Minggu lalu kita telah membahas tentang keindahan kawasan Karmel dimasa kawasan tersebut masih menjadi kawasan gudang susu dan kentang milik perkebunan dan peternakan Baru Adjak. Kita juga telah membahas indahnya Sunny Home yang masih dapat kita nikmati hingga hari ini.
Sesuai janji saya, mari kita mulai bahas tentang sejarah berdirinya sebuah Radio Swaramuda. Sebuah radio yang dikelola secara swadaya oleh pemilik Sunny Home bernama Basrul Hutabarat.
Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah di Balik Buku Baroe Adjak
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Selamat Datang di Lembangweg #1
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Kawasan Karmel #1
Radio Swaramuda
Sebelum saya mengenal apa itu Radio Swaramuda, saya sebetulnya sering melihat dan mendengar beberapa warga Lembang mendengarkan radio ini disela-sela aktivitas mereka sehari-hari. Terkadang ketika mengantar anak lelaki saya mencukur rambutnya di tukang cukur langganan, sang tukang cukur sedang asyik mendengarkan gelombang siaran radio Swaramuda ini, atau pun beberapa sopir angkutan kota jurusan Lembang-Cikole yang kedapatan pula mendengarkan gelombang siaran Radio Swaramuda ini disela-sela mereka menarik penumpang.
Saya mulai “ ngeh “ tentang Radio Swaramuda ini ketika mulai memiliki akun media sosial, karena hampir semua kakak kelas di Sekolah Menengah Pertama saya di Lembang mengikuti akun media sosial Radio Swaramuda. Rasa penasaran terus menerus datang dalam benak saya, dan mulailah saya meriset kisah dan orang-orang dibalik keberadaan radio yang melekat di dalam keseharian warga Lembang tersebut, khususnya yang lahir tahun 70-an hingga 80-an seperti saya.
Disela-sela meriset akhirnya saya berkenalan dengan Basrul Hutabarat, ia adalah salah satu orang yang paling penting dalam keberadaan Radio Swaramuda ini. Dengan hangatnya Basrul Hutabarat mempersilahkan saya masuk dan berkenalan lebih dekat dengan Sunny Home dan Radio Swaramuda. Dibalik sikap hangatnya banyak sekali kisah yang ia ceritakan dan sekarang waktunya untuk saya ceritakan kembali kisah indah ini kepada seluruh pembaca kolom saya.
Awal tahun 1993, Basrul Hutabarat yang sangat gemar sekali bermusik memiliki ide cemerlang untuk mengadakan reuni SMPN 1 Lembang angkatan 1987. Namun karena alat komunikasi belum secanggih sekarang, ia tampak kebingungan bagaimana cara menghubungi kawan-kawan SMP-nya dahulu yang juga sama-sama gemar bermusik.
Akhirnya Basrul Hutabarat bertemu dengan Agus Cahyadi, seorang sahabat SMP-nya yang juga berprofesi sebagai tukang service elektronik. Agus Cahyadi memiliki sebuah pesawat radio bekas “ngebrik“, istilah “ngebrik“ adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kegiatan berkomunikasi menggunakan pesawat radio amatir atau menggunakan interkom, yang sangat populer di tahun 1980-an. Agus Cahyadi memiliki pesawat radio “ngebrik” di frekuensi FM yang sudah tidak digunakan , kebetulan memiliki antena dan kabel plus power supply bekas “ngebrik” sepanjang 2 meter.

Pada awalnya pemancar yang digunakan dengan daya pancar 5 watt, digunakan untuk live musik sambil memanggil teman-teman di SMP, karena memang awal niat membuat radio ini adalah untuk mengumpulkan teman-teman satu angkatan Basrul Hutabarat di SMP. Agus Cahyadi menceritakan, antena bekas “ngebrik” dipasang ditiang pohon jambu di Sunny Home, tepat di samping kamar Basrul Hutabarat dan akhirnya siaran mereka yang teramat sederhana ini telah dapat mengudara dan ditangkap frekuensinya di seputaran Lembang pada 1993 silam.
Awalnya Radio Swaramuda ini bernama radio Swara Kreatifitas Muda Lembang yang digawangi oleh para “anak gaul“ Lembang di tahun 1993. Mereka yaitu Bambang Rajiman, Harris Faraddin, Achmad Yanuar Rifai, Budi Suratno, Rudi, Hendrawati, Lala Susmono, dan Shinta. Saat itu lagu-lagu yang diputar adalah lagu-lagu pop Indonesia, pop Sunda, Barat dan lagu anak- anak.
Pada tanggal 5 Oktober 1994 radio Swara kreatifitas Muda Lembang berubah nama menjadi IWS FM hingga tahun 1996. Lalu tahun 1998 radio IWS berubah nama menjadi Radio Swaramuda hingga hari ini dengan pembuatan akta pendirian sebuah radio.
Para penyiar radio yang namanya saya sebutkan di atas tadi, mereka sama sekali tidak memiliki ilmu dasar dalam dunia penyiaran radio. Mereka lebih mengikuti intuisi dan feeling mereka, namun inilah yang sangat khas bagi Radio Swaramuda. Bahkan hingga hari ini Radio Swaramuda masih sangat aktif melakukan sesi bincang-bincang dengan sejumlah Osis SMP dan SMA di Lembang, memperkenalkan pada generasi muda tentang dunia penyiaran radio walau bagi anak-anak Gen-z ini adalah hal yang kuno dan jadul. Namun dengan pembawaan para punggawa Radio Swaramuda yang khas dan apa adanya, hal ini adalah keasyikan tersendiri. Dan Radio Swaramuda memang selalu memiliki tempat di hati para warga Lembang hingga hari ini.
Terima kasih saya ucapkan sedalam-dalamnya kepada Bapak Basrul Hutabarat dan keluarga Hutabarat di Sunny Home, karena keberadaan mereka adalah karunia bagi Lembang.
Kuliner Kawasan Karmel
Terkadang rasa ingin tahu saya tentang masa lalu terlalu menggebu, hingga saya kadang ingin tahu hal-hal nyeleneh dan sepele. Saya mulai meriset di manakah tukang bakso tertua di Lembang? Di manakah tukang sate pertama yang ada di Lembang? Dan kedua jawaban dari pertanyaan nyeleneh saya itu ternyata ada di kawasan Karmel.
Tahun 1978 beberapa pendatang dari Jawa Tengah mulai berdatangan ke Lembang, kebanyakan mereka bermukim di kawasan Karmel, disebuah perkampungan yang telah saya ceritakan pada tulisan saya minggu lalu. Dua keluarga dari belasan keluarga yang tiba dari Jawa Tengah tersebut membuka usaha kuliner dan maju hingga hari ini.

Gerobak bakso Sri Rejeki berada di kawasan Jalan Karmel 1, mereka berjualan dari tahun 1978 dan cita rasa baksonya hingga kini masih di atas rata- rata. Maka dari itu pada tahun 2022 hingga 2023 banyak dari food vloger yang mencoba kenikmatan bakso Sri Rejeki ini. Jangan lupa kalau para pembaca mampir pesanlah satu porsi bakso beranaknya, karena ini adalah menu andalan, dan bisa juga sambil jajan bakso sambil bertanya kisah Lembang tahun 1978, bagaimana keadaannya, bagaimana panoramanya dan lain-lain. Jadi definisi menikmati kuliner legendaris Lembang ditemani kisah Lembang dari penjual baksonya.

Gerobak berikutnya adalah Sate Mbok Gemi. Gerobak ini juga sama berada di kawasan Jalan Karmel 1, dan kepulan asap dari bakaran satenya seperti menghipnotis kita untuk segera mencicipinya. Mbok Gemi juga sama berjualan sate dengan cara dipikul awalnya dan mangkal di Jalan Karmel 1 sejak tahun 1978. Saking terkenalnya kuliner yang satu ini sekarang telah memiliki belasan cabang, bahkan ada di Mal Pascal 23 Bandung.
Kisah kawasan Karmel tidak berakhir di sini, minggu depan akan saya ceritakan kisah berdirinya sebuah gereja di utara Karmel dan gereja ini memiliki galeri yang sangat indah, bahkan saya menyebutnya “museum pertama kawasan di Lembang“.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang