• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Puasa, Perlawanan terhadap Sistem Ekonomi yang Menindas

MAHASISWA BERSUARA: Puasa, Perlawanan terhadap Sistem Ekonomi yang Menindas

Puasa sendiri bisa dijadikan sebagai sarana guna melakukan upaya penghantaman terhadap kapitalisme.

Khanan Saputra

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Ilustrasi. Kapitalisme membuat kelas pemodal berkuasa. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak)

12 Maret 2025


BandungBergerak.id – Alih-alih menjadi sistem ekonomi terbaik –kapitalisme, sebab masih merasa eksis di waktu sekarang. Kapitalisme sendiri terus membawa masyarakat ke arah depresi massal. Depresi ini datang dari segala penjuru – lingkungan, kemiskinan, dan segala sekelumit permasalahan sosial lainnya. Permasalahan tersebut bukan tanpa keterkaitan, satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan yang tak bisa dipisahkan. Untuk menghancurkan itu semua, maka diperlukannya mencerabut dari akar-akarnya –tak mencabut sebagian seperti para reformis semata, yang terus melanggengkan suara perubahan, namun nyatanya perubahan yang dilakukan hanyalah sebuah ilusi semata.

Di momentum Ramadan, puasa bisa menjadi salah satu bentuk resistensi terhadap sistem ekonomi saat ini. Puasa yang lekat dengan unsur keagamaan, bisa dijadikan sebagai sarana dalam mengkritik sistem ekonomi yang menindas. Dengan mengurangi konsumsi barang dan jasa, puasa bisa membantu mengurangi dukungan langsung terhadap sistem ekonomi di waktu sekarang ini. Melihat hal semacam itu, mungkin terlihat akan tak terlalu penting, sebab puasa sendiri sudah sering kali dilalui di sistem ekonomi kapitalisme. Tapi, kapitalisme masih saja merasa eksis.

Dalam menjawab persoalan ini, memang hal tersebut ada benarnya, puasa seperti tak memberikan dampak signifikan terhadap kehancuran kapitalisme. Namun, ketika hal ini digelorakan dengan semangat perlawanan dan diiringi kesadaran kelas yang mumpuni, maka puasa juga bisa menjadi salah satu alat untuk menghancurkan kapitalisme.

Dalam praktik ibadah puasa sendiri, sebenarnya praktik tersebut bisa juga dijadikan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat. Peningkatan kesadaran ini tak lain ialah terkait ketimpangan sosial dan ekonomi. Dengan mengalami kondisi lapar dan dahaga, individu sudah seharusnya lebih peka untuk melihat kondisi lingkungan sekitar, dimana kelaparan sendiri masih kerap terjadi di segala penjuru bumi. Puasa membuat seseorang tahu akan kondisi kelaparan, puasa memberikan pelajaran akan pentingnya kita bisa mengalami kelaparan secara bersama-sama. Dari puasa yang membuat banyak orang mengalami kelaparan dan dahaga secara bersama, maka di titik ini kesadaran sudah seharusnya naik. Tak hanya dari kesadaran yang naik saja, diharapkan juga dari kesadaran itu akan mengarah pada praktik revolusioner untuk menghancurkan sistem ekonomi waktu sekarang ini yang sudah membuat banyak orang kelaparan karena prinsip pasar bebasnya.

Lebih lanjut, puasa juga bisa mendorong individu untuk melihat bahwa sistem ekonomi yang berlaku saat ini tak memberikan keadilan, hanya memberikan ketimpangan kelas –yang dari ketimpangan itu jika terus dilanggengkan, maka depresi massal bisa menjadi konsekuensi paling logis yang akan menanti. Dalam hal ini, puasa dapat dijadikan momentum yang membantu individu untuk mengembangkan alternatif ekonomi yang lebih adil. Dengan mengurangi konsumsi dan meningkatkan kesadaran, individu bisa mengembangkan alternatif ekonomi yang lebih berbasis pada kebutuhan, bukan berbasis pada penumpukan harta yang merugikan banyak orang serta mengarah pada kondisi ketimpangan kelas.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Siapa pun Pemimpinnya Gua mah Tetap Kerja dan Cari Duit Sendiri, Apa Sesederhana itu?
MAHASISWA BERSUARA: Meyakinkan Publik adalah Tugas Pejabat Publik!
MAHASISWA BERSUARA: Ketika Nepotisme Menggerogoti Organisasi Mahasiswa

Wacana Puasa sebagai Alat Perlawanan

Mungkin wacana puasa sebagai salah satu alat perlawanan terkesan tabu, sebab agama sendiri kerap kali diarahkan hanya untuk hubungan manusia dengan Tuhannya. Padahal, Nabi Muhammad SAW sendiri tak pernah lepas dari realitas sosial. Nabi Muhammad SAW memijakkan agama di dalam kondisi sosial guna merubah kondisi sosial yang tak adil.

Penulisan keagamaan yang memapaki realitas sosial sendiri salah satunya juga ditulis dengan apik oleh Asghar Ali Engineer. Menurut Asghar Ali, Nabi Muhammad SAW tak hanya memerintahkan masyarakat Arab saat itu hanya untuk menyembah Allah SWT, namun praktik sosial-ekonomi yang diterapkan di Arab waktu itu juga menjadi objek kritik yang tak kalah pentingnya. Kondisi waktu itu, monopoli ekonomi marak terjadi hingga mengarah pada terjadinya praktik riba. Dengan gamblang juga, Al-Qur’an sendiri menentang kapitalisme yang bisa dilihat dalam Q.S. Al-Humazah ayat 1–4.

Lebih lanjut, Alam Tulus dalam tulisannya yang berjudul “Muhammad Mengajarkan Sosialisme Jauh Sebelum Karl Marx” juga menegaskan bahwa Al-Qur’an juga lantang dalam menentang kapitalisme, hal ini dilihat dalam Q.S. Al-An’am ayat 145 yang menyatakan keharaman memakan darah yang mengalir. Ayat tersebut bukan hanya secara harfiah saja untuk dipahami, lebih dari itu, makna dari ayat tersebut juga mengarah pada menghisap serta mengeksploitasi tenaga kerja manusia lain guna mencari keuntungan untuk dirinya sendiri saja. Hal tersebut terlihat lumrah di era ekonomi kapitalisme waktu sekarang ini. Kaum buruh akan diperas tenaganya terus-menerus, hingga darahnya tak lagi mengalir. Dengan begitu, mengeksploitasi buruh ialah sama seperti memakan darah yang mengalir dari seorang buruh tersebut.

Agama dan Realitas Sosial

Sudah tak seharusnya, memisahkan ajaran agama yang memiliki daya revolusioner tinggi dengan realitas sosial, apalagi mereduksinya dengan mencoba menegasikan daya revolusioner agama dengan realitas sosial. Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa agama tak hanya berbicara terkait peribadatan kepada Tuhan, namun juga berbicara mengenai perjuangan sosial. Melalui momentum bulan Ramadan ini, puasa harus menjadi salah satu metode yang dapat membantu membangun solidaritas antara individu dan komunitas yang berbagi tujuan guna menghancurkan sistem ekonomi hari ini yang menindas. Puasa juga bisa dijadikan alat untuk merasakan kesatuan dan kebersamaan dalam perjuangan untuk mencapai tujuan perubahan sejati.

Walaupun begitu, juga perlu digaris bawahi bahwa puasa juga bukan satu-satunya solusi untuk menghancurkan sistem ekonomi yang menindas. Untuk mencapai perubahan sejati, maka dibutuhkan waktu, usaha, dan upaya resistansi dengan komitmen tinggi. Oleh karena itu, puasa harus beriringan dengan praktik-praktik revolusioner yang lebih luas dan tersistematis guna menggapai tujuan perubahan sejati yang lebih signifikan.

Dengan demikian, puasa sendiri bisa dijadikan sebagai sarana guna melakukan upaya penghantaman terhadap kapitalisme. Melalui pengurangan konsumsi, meningkat kesadaran, membentuk solidaritas, hingga mengembangkan alternatif, puasa bisa membantu mencapai titik tujuan perubahan sejati yang lebih signifikan. Akan tetapi, praktik-praktik revolusioner yang lainnya juga harus dilakukan lebih luas, sebab puasa sendiri hanya sebagai salah satu sarana saja, bukan satu-satunya sarana.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik lain Mahasiswa Bersuara

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//