Menilik Akar Budaya Korup di Indonesia
Budaya korupsi di Indonesia sebenarnya memiliki akar sejarah yang panjang. Dimulai sejak masa kolonial Belanda.

Naufal Tri Hutama
Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati
18 Maret 2025
BandungBergerak.id – Pernahkah kita bertanya-tanya mengapa korupsi begitu sulit diberantas di Indonesia?
Seperti hama yang terus kembali meski berkali-kali disemprot pestisida, korupsi di Indonesia seolah memiliki daya hidup yang luar biasa. Maka, sangat patut untuk ditelusuri bersama fenomena yang telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan bangsa ini sejak lama.
Wajah Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonesia hadir dalam berbagai bentuk dan warna. Yang paling umum kita dengar adalah suap, seperti memberi uang pelicin untuk melancarkan perizinan atau memenangkan tender proyek.
Penggelapan dana menjadi praktik yang jamak terjadi, terutama pada anggaran proyek pemerintah. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur atau layanan publik, sebagian digelapkan untuk kepentingan pribadi. Ini terlihat dari banyaknya proyek dengan kualitas rendah atau bahkan tidak selesai.
Gratifikasi juga menjadi bentuk korupsi yang sering luput dari perhatian publik. Pemberian hadiah, fasilitas mewah, atau keuntungan lain kepada pejabat, meski tidak secara langsung terkait dengan keputusan tertentu, tetap merupakan bentuk korupsi yang melanggar etika jabatan.
Jangan lupakan nepotisme dan kronisme yang masih kental dalam budaya birokrasi dan politik kita. Pengangkatan kerabat atau rekan dekat tanpa mempertimbangkan kompetensi tak hanya mencemari budaya kerja di Indonesia, tetapi juga merusak sistem meritokrasi yang seharusnya menjadi fondasi birokrasi modern.
Baca Juga: Jejak Luhur Batik Indonesia, dari Tradisi Hingga Warisan Budaya Bandung
Menelusuri Sejarah Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, dari Bupati Pilihan Raja sampai Gubernur Pilihan Rakyat
Pemerintah Perlu Belajar Sejarah Sebelum Menaikkan PPN
Akar Historis yang Sulit Dicabut
Mengapa korupsi begitu mengakar di Indonesia? Jawabannya terletak pada sejarah panjang yang telah membentuk perilaku dan sistem nilai masyarakat kita.
Budaya korupsi di Indonesia sebenarnya memiliki akar sejarah yang panjang, sejak masa kolonial Belanda. Sistem pemerintahan tidak langsung (indirect rule) yang diterapkan Belanda menciptakan lapisan birokrasi pribumi yang diberi kekuasaan terbatas.
Para birokrat pribumi ini kemudian memanfaatkan posisinya untuk mengumpulkan kekayaan melalui praktik-praktik koruptif. Seperti diungkapkan oleh J.S. Furnivall dalam “Netherlands India: A Study of Plural Economy”, sistem kolonial menciptakan distorsi dalam pemahaman tentang kekuasaan dan pelayanan publik.
Masa Orde Baru (1966-1998) membawa korupsi ke level institusional. Pemerintahan yang sangat tersentralisasi dengan kontrol ketat terhadap sumber daya ekonomi menciptakan sistem patronase tersendiri.
Transisi demokrasi pasca-1998 membawa harapan baru sekaligus tantangan baru. Desentralisasi kekuasaan yang tidak diimbangi dengan pengawasan yang memadai justru menyebarkan praktik korupsi dari pusat ke daerah.
Vedi Hadiz, dalam Localising Power in Post-Authoritarian Indonesia, menunjukkan bagaimana elit lokal mengadopsi praktik-praktik korupsi yang sebelumnya dipusatkan di Jakarta.
Tantangan Budaya dan Sistem
Faktor budaya juga tidak bisa diabaikan. Sikap "ewuh pakewuh" (sungkan) dalam budaya Jawa, misalnya, menajdi factor yang membuat orang enggan mengkritik atau melaporkan perilaku koruptif atasannya.
Begitu pula dengan praktik pemberian hadiah yang dalam beberapa konteks dianggap sebagai bentuk penghormatan, namun sebenarnya hal itu dapat dianggap sebagai gratifikasi yang pada dasarnya adalah tindakan korup.
Sistem birokrasi yang berbelit-belit dan tidak transparan menjadi ladang subur bagi korupsi. Ketika proses administrasi dibuat rumit, masyarakat cenderung mencari jalan pintas dengan membayar suap. Reformasi birokrasi yang setengah hati tidak mampu menyelesaikan masalah ini secara tuntas.
Lemahnya penegakan hukum juga menjadi faktor penting. Meski Indonesia memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk pada 2002, lembaga ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk upaya-upaya pelemahan melalui revisi undang-undang dan intervensi politik.
Denny Indrayana dalam Jangan Bunuh KPK menjelaskan bagaimana upaya pemberantasan korupsi terkadang mendapat perlawanan sistematis dari kekuatan politik yang merasa terancam.
Pengaruh globalisasi ekonomi juga membawa dimensi baru dalam praktik korupsi di Indonesia. Persaingan untuk menarik investasi asing terkadang menciptakan celah untuk korupsi dalam bentuk kemudahan perizinan yang tidak sesuai prosedur atau keringanan pajak yang tidak transparan.
Jalan Panjang Menuju Perubahan
Meski tantangan terasa berat, bukan berarti tidak ada harapan. Pemberantasan korupsi di Indonesia membutuhkan pendekatan yang menyentuh aspek budaya, sistem, dan penegakan hukum.
Reformasi birokrasi yang berorientasi pada transparansi dan akuntabilitas perlu diperkuat. Digitalisasi layanan publik telah menunjukkan hasil positif dalam mengurangi interaksi langsung yang rawan praktik suap. Inisiatif seperti e-procurement dan e-budgeting perlu diperluas dan ditingkatkan kualitasnya.
Penguatan lembaga pengawas independen seperti KPK tetap menjadi kunci. Namun, ini harus diimbangi dengan reformasi peradilan untuk memastikan proses hukum yang adil dan bebas dari intervensi politik.
Yang tidak kalah penting adalah pendidikan anti-korupsi sejak dini. Menanamkan nilai-nilai integritas, kejujuran, dan tanggung jawab kepada generasi muda akan menciptakan perubahan jangka panjang dalam cara pandang masyarakat terhadap korupsi.
Pemberantasan korupsi di Indonesia bukan sekadar tugas pemerintah atau KPK, tetapi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat. Dengan kesadaran dan tekad yang kuat, kita masih bisa berharap untuk melihat Indonesia yang lebih bersih dan berkeadilan di masa depan.
Perjalanan melawan korupsi di Indonesia memang masih panjang. Namun, seperti kata pepatah, “perjalanan seribu mil dimulai dengan langkah pertama.” Langkah-langkah kecil yang kita ambil hari ini, seberapa pun kecilnya, akan menentukan wajah Indonesia di masa depan.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel menarik tentang sejarah