Aksi di Taman Cikapayang, Pengesahan RUU TNI Berpotensi Menambah Catatan Kekerasan terhadap Masyarakat Sipil
Orang-orang muda Bandung melakukan aksi penolakan RUU TNI di Taman Cikapayang. Penempatan TNI di ranah sipil memicu kekhawatiran masyarakat.
Penulis Yopi Muharam19 Maret 2025
BandungBergerak.id - Revisi Undang Undang TNI (RUU TNI) berpotensi menambah catatan kekerasan kepada masyarakat sipil. Di di tanah Papua sejak diberlakukannya Otonomi Khusus (Otsus) pada 21 November 2001, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terus terjadi.
Mengutip dari laman kompas.id, sepanjang periode 1 Januari-9 Desember 2024, Komnas HAM Papua mencatat sebanyak 71 orang tewas dalam 85 kasus kekerasan di tanah Papua dan 40 orang di antaranya merupakan warga sipil.
Menurut Siska, aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), kehadiran militer di sana menjadi trauma tersendiri bagi rakyat Papua. Belum lagi dengan RUU TNI menambah kekhawatiran akan kekerasan yang terus berlanjut di tanah Papua.
“Sebelum ada kebijakan (RUU TNI) saja kami setiap harinya sudah diperhadapkan dengan moncong senjata,” terang Siska, saat ditemui di aksi Tolak RUU TNI, Taman Cikapayang, Dago, Bandung, Selasa, 18 Maret 2025.
Bagi Siska, RUU TNI akan menjadi malapetaka bagi rakyat Papua. “Jadi dengan adanya RUU ini tuh pasti akan melegalkan semua kekejaman yang mereka lakukan,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, menurut Siska anak-anak di Papua sudah terbiasa dengan moncong senjata. Otsus yang diimplementasikan tak lebih dari Dwi Fungsi TNI karena militer sudah masuk ke ranah pendidikan dan gereja. “Jadi, memang dampaknya juga itu sangat besar begitu,” tutur Siska.
Tidak hanya di sektor pendidikan saja, militer juga sudah memasuki ke ranah lumbung pangan di Papua yang membuat konflik agraria semakin parah. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sepanjang tahun 2023 terjadi letusan konflik agraria sebanyak 241 di sejumlah titik di Indonesia.
Bahkan, beberapa hari sebelum Prabowo dilantik, tepatnya pada 2 Oktober 2024 saat program mercusuar food estate di Merauke akan dilaksanakan, panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto meresmikan pembentukan kesatuan tentara baru yakni; batalyon infanteri (Yonif) atau Yonif Penyangga Daerah Rawan (PDR) di lima daerah Papua untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah.
Lima batalyon tersebut di antaranya adalah; Yonif 801/Kesatria Yuddha Kentsuwri di Kabupaten Keerom, Papua; Yonif 802/Wimane Mambe Jaya di Kabupaten Sarmi, Papua; Yonif 803/Nduka Adyatma Yuddha di Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan; Yonif 804/ Dharma Bhakti Asasta Yudha di Kabupaten Merauke, Papua Selatan; Yonif 805/Kesatria Satya Waninggap di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya.
Tujuan dari pembentukan batalyon baru menurut Agus sebagai penyangga daerah rawan. Selain itu, adanya pembentukan kompi ini ditugaskan bertujuan untuk mendukung program-program pemerintah dalam percepatan pembangunan di wilayah tersebut.
“Makanya memang dengan adanya RUU TNI ini, memang dia (Pemerintah) sangat mungkin untuk mengamankan dong (mereka) punya kepentingan,” terang Siska.
Baca Juga: RUU TNI, Penguatan Citra Mesianistis Militer, dan Kenapa Kita Harus Menolaknya
Aktivis Bandung Satu Suara dengan KontraS, RUU TNI Membahayakan Kebebasan Sipil
Tempatkan TNI di Barak
Penempatan TNI di ranah sipil mendulang kekhawatiran masyarakat. Terlebih jika TNI menduduki jabatan sipil yang tidak semestinya ditempati militer. Hal tersebut bakal berpengaruh pada kebijakan yang akan dikeluarkan.
Kahfi, mahasiswa pascasarjana Universitas Padjajaran (Unpad) berpandangan jika TNI menduduki jabatan sipil maka akan berpengaruh pada pengambilan keputusan. Hal buruknya, menurut Kahfi bakal minim partisipasi publik dalam mengkritik sebuah kebijakan.
“Dampak terburuknya bagi saya adalah pengambilan kebijakan yang top to bottom tanpa bisa kita kritisi,” ujarnya. Bahkan, menurutnya bisa berpotensi menyimpang dari jabatan atau penyalahgunaan kekuasaan.
Bagi Kahfi, sudah selayaknya TNI di tempatkan di pos-pos atau barak militer. Adapun ruang gerak TNI, kata Kahfi hanya untuk berperang saja. Tidak lebih daripada menduduki jabatan sipil. “Karena mereka dididik untuk mengikuti komando dan bertempur,” terangnya.
Bahkan, doktrin militer yang menggunakan satu komando tidak akan relevan jika digunakan di jabatan sipil. Dampaknya, menurut Kahfi jika doktrin tersebut diimplementasikan di ranah sipil akan mengurangi transparansi dan partisipasi masyarakat sehingga akan menimbulkan konflik kepentingan yang berdampak pada hajat banyak orang.
Dia mencontohkan, penyalahgunaan kekuasaan militer ialah dalam pengamanan perampasan dan alih fungsi lahan warga. Keterlibatan militer cenderung dibentrokan dengan warga yang menolak. Ketika bentrok aparat pun bersikap represif dan menggunakan alat yang mereka miliki untuk melakukan tindak kekerasan pada masyarakat.
Hal tersebut membuat warga sipil ketakutan pada tindakan militer. Padahal menurutnya masyarakat memiliki peran masing-masing sesuai profesi. “Tapi kenapa mereka (militer) selalu merasa yang paling berkontribusi untuk negara ini?” tandasnya.
Di sisi lain, Vatov mahasiswa dari UPI khawatir RUU TNI akan berdampak buruk bagi masyarakat, khususnya mahasiswa. Dia menilai, revisi ini dapat mengancam hak mahasiswa untuk berpendapat, berserikat, dan mengkritik pemerintah.
"Barangkali nanti hak mahasiswa untuk berpendapat dan berserikat di dalam kampus atau misalnya dia mengkritik masalah pemerintahan, rezim yang hari ini sangat fasis gitu ya walaupun terselubung, itu akan diberangus hak-haknya," tegas mahasiswa yang aktif di Front Mahasiswa Nasional.
Dia juga menilai revisi UU TNI ini menambah daftar panjang kebijakan yang kontroversial. Sebab proses pembahasannya yang tergesa-gesa, bahkan dilakukan di akhir pekan dan tertutup yang dapat menimbulkan kecurigaan.
"Dari awal pembahasan saja, itu banyak sekali keanehan gitu ya. Tadi tergesa-gesa, dibahas di weekend," ungkapnya.
Vatov juga menyoroti potensi kembalinya dwi fungsi TNI dengan adanya revisi ini. Dia khawatir jika militer akan menduduki jabatan sipil akan mengintervensi berbagai aspek kehidupan masyarakat.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharam, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang RUU TNI