• Berita
  • Aktivis Bandung Satu Suara dengan KontraS, RUU TNI Membahayakan Kebebasan Sipil

Aktivis Bandung Satu Suara dengan KontraS, RUU TNI Membahayakan Kebebasan Sipil

Teror yang diterima KontraS menggambarkan apa yang akan diterima masyarakat jika RUU TNI disahkan. Demokrasi dan kebebasan sipil dalam ancaman.

Konsolidasi penolakan RUU TNI di Unisba, Bandung, Senin, 17 Maret 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam18 Maret 2025


BandungBergerak.idRevisi Undang Undang TNI (RUU TNI)  nomor 34 tahun 2004 menimbulkan kemarahan publik. Pembahasan yang dilakukan DPR RI dan pemerintah terkesan buru-buru dan tertutup. Bahkan di tengah isu efesiensi yang digaungkan Prabowo-Gibran, pembahasan RUU TNI justru dilakukan di hotel mewah Fairmont, Jakarta, 14-16 Maret.

Pembahasan RUU TNI yang tertutup mulai terendus publik pada hari kedua atau 15 Maret 2025. Pada sore menjelang malam, Koalisi Reformasi Sektor Keamanan termasuk pemerhati bidang pertahanan menggeruduk rapat di hotel Fairmont. Mereka menyerukan penghentian rapat dan menyatakan penolakan terhadapan pembahasan revisi UU TNI.

“Kami menolak adanya Dwi Fungsi ABRI. Hentikan proses pembahasan RUU TNI!" seru Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andrie Yunus,” tegas Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andrie Yunus. Tak lama setelah itu, dia dan dua rekannya di dorong keluar oleh penjaga hingga tersungkur.

Pada Minggu dini hari, 16 Maret 2025, tiga orang tak dikenal mendatangi kantor KontraS. Kedatangan mereka diduga imbas dari penggerudukan yang dilakukan anggota KontraS di hotel Fairmont. Kontras menilai kedatangan tiga orang tak dikenal sebagai bentuk teror dan intimidasi.

Pembahasan RUU TNI menuai reaksi aktivis di Bandung, salah satunya Ririn (bukan nama sebenarnya). Perempuan yang aktif di organisasi perempuan ini memandang teror yang diterima Kontras menggamabarkan apa yang akan diterima masyarakat jika RUU TNI disahkan. Dia berpandangan Dwi Fungsi TNI akan aktif kembali.

“Dengan adanya intimidasi itu, menjadi gambaran kita di masa depan, ketika menyuarakan suara-suara kritis kita,” ujarnya saat ditemui BandungBergerak setelah konsolidasi aksi menolak RUU TNI di kampus Unisba, Bandung, Senin, 17 Maret 2025.

Ririn mengatakan, aksi penggerebekan yang dilakukan Koalisi Reformasi Sektor Keamanan bersama Kontras justru memperlihatkan bagaimana respons tentara jika menduduki jabatan sipil. Penggerebekan menunjukkan bahwa DPR dan pemerintah melakukan pembahasan RUU TNI secara tertutup. Hal ini juga menandakan bahwa demokrasi di Indonesia sudah dilenyapkan.

“Kalau misalnya teman-teman KontraS enggak masuk ke sana, kita enggak bakal tahu gitu kalau misalnya RUU TNI itu sedang dicanangkan,” terangnya.

Di sisi lain, kerabat Ririn, Mimin (bukan nama sebenarnya) mendukung KontraS. Interupsi Kontras di rapat RUU TNI membuka informasi ke publik.

“Intervensi dan gebrakan-gebrakan kayak gitu yang bakal kita lakuin lagi gitu, terang Mimin. “Karena sejauh ini berhasil kan ternyata memang pemerintah perlu diintervensi sejauh itu.

Di sisi lain, Dafa dari LBH Bandung menilai penggerabakan tersebut memang sepatutnya dilakukan. Bagi Dafa, pembahasan undang-undang itu pada prinsipnya harus terbuka. “Ini ngapain rapatnya di dalam hotel? Terus yang kedua, rapatnya tertutup,” tegasnya.

Baca Juga: Mahasiswa Bandung: Pengesahan RUU TNI dan RUU Polri Menjauhkan Cita-cita Reformasi
Koalisi Masyarakat Sipil Menolak Kembalinya Militerisme, RUU TNI Melemahkan Supremasi Sipil
Aliansi Mahasiswa Papua Bandung Turun ke Jalan, Mengecam Tindakan Penyiksaan terhadap Masyarakat Sipil Papua oleh Prajurit TNI

Bahaya Dwi Fungsi TNI

Draf RUU TNI akan menerapkan Dwi Fungsi TNI yang sudah terkubur 26 tahun sebagai bagian dari tuntutan reformasi 1998. Salah kejanggalan RUU TNI terdapat pada Pasal 47 ayat (2) yang akan ditambah frasa “Serta kementerian /lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden”.

Frasa tersebut dikhawatirkan mengikis prinsip supremasi sipil di jabatan-jabatan pemerintahan, bahkan akan menguatkan dominasi militer di ranah birokrasi sipil.

Menurut Dafa, hal lain yang menunjukkan Dwi Fungsi TNI adalah perluasan jabatan sipil yang bisa dijabat oleh militer aktif. Ini jelas berlawanan dengan supremasi sipil. Bagi Dafa supremasi sipil adalah junjungan tertinggi dalam negara demokrasi.

“Karena militer itu tujuan utamanya kan jadi alat pertahanan negara,” tegasnya. “Intinya ya TNI urusannya militer aja udah, enggak usah gabung-gabung urusan sipil lagi.

Namun Dafa melihat ada upaya pemaksaan agar RUU TNI bisa lolos. Pola pertama, revisi dilakukan melalui DPR RI. Pola kedua, mengajukan uji materi di Mahakamah Konstitusi.

Di sisi lain, Ririn mengatakan penempatan pos jabatan sipil oleh militer akan merenggut hak masyarakat yang memang kompeten di bidangnya. “Mereka (TNI) dicariin kerja ya sama negara gitu ya,” ungkapnya. “Masyarakat sipil mah kudu berjuang sendiri.

Ririn khawatir kebebasan berekspresi masyarakat semakin dibatasi dengan munculnya pengaruh militer. Mereka akan merasakan intimidasi terlebih dahulu sebelum bersuara. Maka dari itu, Ririn menyarankan untuk terus besuara dari sekarang. “Dan lawan selagi kita masih bisa melawan teman-teman. Sebelum semuanya dilarang,” tandasnya.

Hal tersebut juga diamini oleh Mimi. Menurutnya, ketika militer mendominasi maka ruang-ruang kritis masyarakat akan dinihilkan. “Ruang-ruang yang dinihilkan negara gitu kayak akademisi bakal enggak punya suara,” terangnya.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharamatau tulisan-tulisan menarik lain tentang RUU TNI

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//