• Kolom
  • CATATAN DARI BUKU HARIAN #34: Jejak Miya Rumiyana Soelandjana, 60 Tahun Berkarya

CATATAN DARI BUKU HARIAN #34: Jejak Miya Rumiyana Soelandjana, 60 Tahun Berkarya

Dedikasi dan ketekunan Miya Rumiyana Soelandjana menjadi contoh bagi generasi seniman masa depan untuk terus berinovasi dan berkarya tanpa henti.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Miya Rumiyana Soelandjana

22 Maret 2025


BandungBergerak.id – Prestasi dalam dunia seni sering kali menjadi cerminan dari dedikasi dan semangat seorang seniman dalam berkarya. Salah satu seniman yang menorehkan jejak panjang dalam sejarah seni rupa Indonesia adalah Miya Rumiyana Soelandjana, seorang tokoh seni rupa yang dikenal luas atas dedikasi dan kontribusinya selama enam dekade dalam dunia seni.

Miya Rumiyana Soelandjana lahir di Bandung pada 22 Juni 1945. Ia adalah putri dari Raden Sona Soelandjana, seorang seniman ternama pada era tahun 1950-an. Miya menikah dengan Adjat Sudradjat (almarhum), yang juga seorang seniman, dikaruniai 1 orang putra dan 2 orang cucu laki-laki.

Miya Rumiyana Soelandjana atau biasa dipanggil Bu Miya menjadi sosok penting dalam perkembangan seni rupa dan seni pertunjukan di Indonesia. Melalui perjalanan seninya selama 60 tahun, Miya telah menghadirkan berbagai karya yang memukau, menunjukkan bakat serta kecintaannya terhadap seni. Miya telah berkontribusi dalam dunia seni rupa, terutama seni kriya menjadikan dirinya sebagai panutan bagi seniman lainnya untuk terus berinovasi dan berkarya tanpa henti.

Kreativitasnya tak terbatas pada satu medium saja. Dari serpihan kayu hingga kain perca, segala macam bahan bisa diubah menjadi karya seni yang memukau. Bahkan di usia senja, Bu Miya tetap produktif dalam berkarya, menunjukkan bahwa semangat dan passion terhadap seni tidak pernah pudar.

Penulis mengenal Bu Miya sudah sejak lama, melalui karya-karyanya yang dimuat media cetak. Bersyukur kami bersahabat dan saling mengenal di sosial media, akhirnya penulis pun memiliki kesempatan untuk bersilaturahmi dan berkunjung ke kediamannya di Bandung.

Rumah kediaman Bu Miya yang asri, dihiasi berbagai benda seni kriya yang indah, termasuk Topeng Menong, sendok kayu bergambar, kain batik, dan hiasan dinding dengan motif yang unik dan warna yang menarik. Rumah tersebut memberikan gambaran yang jelas tentang kekreatifan dan dedikasinya dalam dunia seni. Berbagai karya seni dan kriya terpampang indah di setiap sudut ruangan, mencerminkan kecintaannya terhadap seni dan keunikan setiap karyanya.

Hal ini membuat kekaguman setiap tamu yang berkunjung, karena benda seni tersebut tidak terdapat di toko-toko cendera mata. Rumah tinggalnya dijadikan sebagai galeri seni.

Miya bersama penulis, Kin Sanubary. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Miya bersama penulis, Kin Sanubary. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #31: Berkenalan dengan Andra, Pemerhati Televisi dan Kolektor Media Cetak
CATATAN DARI BUKU HARIAN #32: Rinrin Candraresmi, Srikandi Teater Bandung yang Tak Pernah Padam Semangatnya
CATATAN DARI BUKU HARIAN #33: Berkenalan dengan Tony Thamsir, Pemilik Suara Merdu dari Taiwan

Pameran Tunggal

Tahun lalu, tepatnya tanggal 17-19 Januari 2024, Bu Miya mengadakan pameran tunggal, menjadi bukti nyata dari dedikasinya terhadap seni. Tema yang diambil yaitu  “Pameran Krya Art” membawa para pengunjung untuk menyelami keindahan dan keunikannya dalam berkarya. Karya-karya personal Bu Miya tidak hanya menjadi inspirasi bagi masyarakat, tetapi juga bagi para penggemar seni.

Bertempat di Gedung Bandung Creative Hub, Miya sukses mengadakan pameran tunggal yang menghadirkan semua karyanya dipamerkan untuk berbagi wawasan dan inspirasi bagi para pencinta seni rupa, berupa Kriya Art.

Karya-karyanya yang khas, sebagai suatu karya personal dari seorang perempuan kreatif, buah tangan dan pemikiran ide kreatif Miya telah menjadi inspirasi bagi masyarakat serta para penggemar seni lainnya.

Sebelumnya karya-karya Bu Miya pernah dipertunjukkan untuk umum di antaranya: Pameran Karya Bersama di Gedung YPK dan Gedung Graha Pancasila tahun1966; Pameran Bersama di Galeri Kita/Kantor Diparda Provinsi Jawa Barat; Pameran Bersama di STSI Bandung; Pameran Kolaborasi di SOS Lebak Siliwangi tahun 2023; dan Pameran Tunggal “Krya Art” Januari 2024 di Gedung Bandung Creative Hub. Bu Miya juga sempat menjadi talent pada film pendek 19-21 Maret 2023.

Miya bersama Komunitas Cinta Berkain Indonesia. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Miya bersama Komunitas Cinta Berkain Indonesia. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Karier dan Karyanya

Bu Miya memulai kariernya sejak masa sekolah, dan terus berkembang hingga ia menjadi pengajar di berbagai institusi seni. Bermula tahun 1962 saat di bangku SMA kelas 3, ia sering membuat sketsa potret seorang aktor film idola pada masanya di atas kertas gambar dan alat gambar konte. Ia rajin menempel karyanya di majalah dinding sekolah hingga lulus tahun 1963. Tahun 1964, ia diterima menjadi mahasiswa seni rupa di FSRD ITB dengan mengambil minat desain interior.

Bu Miya mulai belajar menggambar sketsa secara intensif pada media kertas, pena, kuas dan tinta Cina di sanggar seniman di bawah bimbingan Prof. A. D. Pirous dan Dr. Ahadiat Joedawinata, yang menjadi dosen dan seniornya di FSRD ITB.

Pada tahun 1973-1979 pernah bekerja di perusahaan mebel dan interior yang membuat jenis cendera mata untuk hiasan dinding. Tahun 1987 membuat beberapa lukisan pada kanvas.

Pada tahun 1982-1987 jadi pengajar di PPDB (Pusat Pendidikan Desain Bandung) pimpinan Drs. Andries di Jl. Riau, Bandung. Menjadi  pengajar di Argabintha Jl. Dipati Ukur, Bandung pimpinan Dra. Fadhila Bebasari serta bekerja di Modegraf Jl. Natuna, Bandung pimpinan Tri Iwin.

Miya Rumiyana menghadiri wisuda ISBI bersama para mantan dosen ISBI. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Miya Rumiyana menghadiri wisuda ISBI bersama para mantan dosen ISBI. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Tahun 1985-2010 mengajar di ISBI Bandung (sebelumnya ASTI/STSI Bandung). Tahun 1985-2010 mengajar di teater semasa ASTI dan tahun 1996 menjadi anggota tim persiapan pembukaan jurusan seni rupa. Jadi pengajar di STISI (Sekolah Tinggi Seni Rupa & Desain Indonesia) tahun 1990- 2007,  lalu tahun 1993-1996 jadi Ketua Jurusan Desain.  Selanjutnya tahun 1997-2003 menjadi Ketua jurusan Seni Rupa program D3 STSI (Kini menjadi ISBI). Kemudian pada 2002-2010 menjadi staf pengajar di STSI hingga pensiun.

Bu Miya sempat merancang desain kostum opera La Gioconda dan La Norma produksi bersama Sanggar Susvara pimpinan Catharina Wiriadinata dan STB pimpinan Suyatna Anirun pada tahun 1978 dan 1980. Ia juga merancang desain kostum KRN I (Kirab Remaja Nasional I) pada 28 Oktober 1990.

Selain itu Bu Miya berperan aktif sebagai penata kostum seni pertunjukkan teater dan tari. Salah satu desainnya yaitu kostum tari Rawayan yang dipesan khusus oleh koreografer Drs. Gugum Gumbira saat acara ulang tahun Ibu Tien Suharto di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), juga sebagai penata kostum tari saat Festival Pasadena dan beberapa acara lainnya. Seperti desain kostum teater untuk produksi STB (Studiklub Teater Bandung), TSK (Teater Sunda Kiwari) dan grup teater lainnya terutama yang mengikuti festival.

Membuat kostum acara lokal, regional dan nasional seperti kostum peringatan Konferensi Asia Afrika, Konferensi Gerakan Non Blok, gelar senja di Gasibu, Parasamya Purna karya Nugraha, Musabaqoh Tilawatil Qur'an (MTQ) di Ciamis dan Padang. Ia juga membantu tata rias dan busana pada Pintu Tertutup dan Buku Harian Bajingan Tengik produksi Teater ALIBI sutradara Irwan Guntari.

Miya bersama cucu tercinta Gavian Sonagi Maharsa. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Miya bersama cucu tercinta Gavian Sonagi Maharsa. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Setelah pensiun dan banyak waktu luang, dimanfaatkan untuk menggambar sketsa dengan media cat dan poster kertas dengan objek flora dan fauna, ditambah eksplorasi eksperimen media karya yang inovatif dari limbah buah dan sayur.

Melalui perjalanan karier yang panjang, Miya telah menginspirasi banyak orang dengan karya-karyanya yang unik dan penuh semangat. Dengan dedikasi dan ketekunan, seorang Miya Rumiyana Soelandjana telah menorehkan namanya dalam sejarah seni rupa Indonesia, dan telah menjadi contoh bagi generasi seniman masa depan untuk terus berinovasi dan berkarya tanpa henti.

Kreativitasnya sebagai seniman merupakan hukum mutlak yang harus dilakukan sebagai sumber utama yang penuh nilai dan makna dalam kehidupan.

*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Kin Sanubary atau artikel-artikel lain tentang seni

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//