• Buku
  • RESENSI BUKU: Panduan Praktis Para Iblis Politik

RESENSI BUKU: Panduan Praktis Para Iblis Politik

Buku 48 Hukum Kekuasaan mengajarkan bagaimana caranya menjadi menjadi penguasa. Kita juga diajak waspada pada pemimpin lugu padahal serigala berbulu domba.

Buku 48 Hukum Kekuasaan, penulis Robert Greene (Penerbit Karisma JAKARTA, 2007). (Foto: Cecep Burdansyah/BandungBergerak)

Penulis Cecep Burdansyah23 Maret 2025


BandungBergerak.idSudah sangat lama saya mempunyai buku “48 Hukum Kekuasaan” karya Robert Greene. Sekitar sepuluh tahun lalu. Awalnya saya mencari buku-buku tentang teori hukum guna keperluan referensi. Begitu melihat buku warna merah berpolet biru dengan judul “48 Hukum Kekuasaan”, cukup menarik. Tanpa melihat daftar isinya, saya memastikan buku itu cocok untuk menunjang pengetahuan hukum.

Alangkah terkejut saat membaca buku itu di rumah. Ternyata bukan buku referensi ilmu hukum seperti yang semula saya bayangkan. Kata “Hukum” dalam judul buku itu bukan mengacu pada istilah hukum sebagaimana terminologi ilmu hukum, tapi lebih pada arti “kecenderungan” perilaku yang harus ditempuh oleh orang yang ingin meraih kekuasaan tanpa batas. Sama dengan istilah yang muncul dalam hukum penawaran dan permintaan dalam ilmu ekonomi, yaitu tentang perilaku.

Tapi saya tidak menyesal telah membeli dan membaca buku itu. Saya membacanya pelan-pelan dan saksama. Awalnya penuh keterkejutan, tapi setelah melihat panggung politik di berbgai negara, termasuk di negara sendiri, saya jadi mengerti dengan semua 48 hukum kekuasaan itu. Buku ini membuka tabir psikologis para pemburu kekuasaan. Penulis mengulas secara mendalam aspek psikologis orang-orang yang haus kekuasaan.

Robert Greene terinspirasi oleh buku Nicollo Machiavelli, Il Principe (Sang Penguasa).  Kalau Machiavelli menuliskan gagasan abstraknya atau filsafatnya, maka Robert Greene, berdasarkan pengalaman nyata dalam kehidupan politik para penguasa di seluruh dunia, menguraikannya dalam bentuk panduan praktis. How do (bagaimana caranya) meraih kekuasaan. Ia meraciknya dengan kisah-kisah dari penjuru dunia mengenai karakter para politikus dunia yang ambisius, seperti Napoleon Bonaparte, Henry Kissinger, Ratu Elizabeth, dan lainnya.

Baca Juga: RESENSI BUKU: Memahami Perempuan dalam “Perempuan Jika Itulah Namamu”, Sebuah Buku Karya Maman Suherman
RESENSI BUKU: Museum Kenangan, Membagikan Jatuh Cinta Pertama pada Buku
RESENSI BUKU: Membaca Buku Sejarah Dunia Seasyik Mendengarkan Dongeng Hebat

Bodoh vs Cerdas

Buku ini merupakan tips untuk mereka yang berambisi dalam meraih kekuasaan dengan mengoptimalkan tipu-tipu. Semuanya berisi 48 hukum. Misalnya dalam hukum ke-21, Greene memberi judul “Berpura-puralah menjadi orang tolol untuk menangkap seseorang yang tolol – berilah kesan bahwa Anda lebih bodoh daripada sasaran Anda”.

Si penulis mendeskripsikan, jika Anda sedang menapaki karier politik dan masih di tahap paling bawah, lebih berguna menyamar jadi babi daripada seperti macan yang percaya diri dan arogan. Justru dengan menyamar jadi babi, Anda akan lebih mudah memangsa macan, dan ujungnya akan mudah membalikkan situasi. Menunjukkan diri lebih bodoh, merupakan kecerdasan yang sempurna. Ketika Anda sudah ada di puncak kekuasaan, Anda sudah siap menjadi serigala yang sebenarnya.

Sekadar contoh, penulis menyebut bebarapa tokoh yang sukses menggunakan trik tersebut. Sebut saja Claudius sebelum jadi kaisar Roma, Pangeran Prancis yang kemudian dinobatkan menjadi Raja Louis XIII.

Saya ingin menambahkan, dari Amerika Latin, seorang imigran Jepang yang berpenampilan santun dan terpelajar serta pernah menjabat sebagai rektor perguruan tinggi, berhasil naik ke puncak kekuasaan, menjadi Presiden Peru. Alberto Fujimori sangat tak dikenal dalam dunia politik Peru, bahkan dianggap tolol, tapi secara mengejutkan dalam pemilu presiden berhasil mengalahkan Maria Vargas Llosa, seorang penulis novel yang sudah mapan dalam dunia politik di Peru dan amat populer. Begitu jadi presiden, dalam dua tahun taringnya sebagai srigala langsung muncul. Mengeluarkan dekrit, membubarkan kongres. Lawan politik dibasmi. Kebebasan diberangus.

Dari panggung politik dari negeri mana pun tidak akan kekurangan contoh. Termasuk dari negeri kita sendiri. Bisa muncul figur yang sebelumnya tampak merakyat, pintar mencari perhatian dan simpati publik, merangkak dari bawah dengan penampilan culun, mengemas dirinya sebagai si anak baik supaya disayangi ketua partai dan dikagumi rakyat. Seperti domba yang menggemaskan, tapi setelah berkuasa jadi serigala.

Buku “48 Hukum Kekuasaan” sungguh cespleng bagi Anda yang memang berambisi jadi serigala poltik. Buku ini betul-betul menguraikan perilaku iblis politik. Jadi kalau panggung politik merupakan panggung para iblis, memang begitulah sejarahnya. Mau di negara demokrasi mau di negara monarki, iblis politik mampu beradaptasi. Di Nusantara, sejak zaman kerajaaan, kesultanan hingga sekarang era demokrasi, para pengendali kekuasaan adalah para iblis yang semula berpenampilan baik, bodoh, tapi semua itu hanyalah penyamaran. Yang tolol sesungguhnya mereka yang memujanya.

Tapi sebagai penulisnya, Robert Greene netral. Buku ini selain ditujukan bagi siapa pun yang berambisi pada kekuasaan, juga ditujukan bagi pembaca untuk mewaspadai gentayangannya para iblis politik. Kita diajak mengenal secara mendalam karakter para iblis politik. Supaya jangan mudah teperdaya. Kita diajak kritis saat menyaksikan berbagai drama di panggung politik.

Jadi, waspadalah dengan tokoh politik yang selalu menebar senyum dan kebaikan dan terlihat tolol serta bodoh. Mereka adalah serigala berbulu domba.

Informasi Buku

Judul: 48 Hukum Kekuasaan

Penulis: Robert Greene

Penerbit Karisma: JAKARTA., 2007

Deskripsi Fisik: 658 halaman; 25x17 centimeter

Bahasa: Indonesia

ISBN/ISSN: 978-979-1327-04-6.

*Kawan-kawan silakan membaca tulisan lain dari Cecep Burdansyah, atau artikel lain tentang Resensi Buku  

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//