• Lingkungan Hidup
  • Riset Warga Sekitar PLTU, Kondisi Kesejahteraan Warga Waruduwur Merosot

Riset Warga Sekitar PLTU, Kondisi Kesejahteraan Warga Waruduwur Merosot

Dampak keberadaan PLTU terasa nyata oleh petambak kerang ijo di Waruduwur, Cirebon yang kehilangan matapencaharian.

Perahu nelayan melewati PLTU Cirebon 1 di perairan pantai utara Cirebon, Desa Waruduwur, Kecamatan Mundu, 4 Januari 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Iman Herdiana11 April 2025


BandungBergerak.idPembangunan infrastruktur besar sering kali menyisakan kisah miris bagi warga sekitar, seperti yang dialami warga Waruduwur, Kabupaten Cirebon, yang merasakan dampak dari pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Dampak ini dihimpun dalam riset kolaboratif tentang transisi energi hasil studi kasus PLTU Cirebon I.

Riset ini dikerjakan oleh organisasi masyarakat sipil yang terdiri dari LBH Bandung, ICEL, dan Salam Institute, dan ditulis oleh Andi Daffa Patiroi, Heri Pramono, M. Rafi Saiful Islam, dan Maulida Zahra Kamila.

Riset menyebutkan, konstruksi PLTU Cirebon I dimulai pada tahun 2008, diawali dengan pengurugan lahan dan pembangunan jetty. Pada awal pembangunan ini, warga Waruduwur terkejut karena keramba mereka bersitegang dengan pembangunan jetty dan lalu lalang tongkang pengangkut batu bara.

Akibatnya, warga diminta untuk mencabut keramba mereka agar tidak mengganggu jalannya proses konstruksi. Menurut tim riset, fenomena ini menunjukkan bahwa pembangunan PLTU Cirebon I belum memperhatikan hak atas pembangunan, karena masih ada warga sekitar yang terkejut dengan adanya pembangunan tersebut.

Seharusnya, tim riset menyatakan, segala potensi dampak yang akan timbul sudah bisa disampaikan dan diantisipasi oleh pihak PLTU sebelum pembangunan dimulai.

Kondisi Masyarakat Sebelum Kehadiran PLTU

Masyarakat Desa Kanci Kulon, Desa Waruduwur, dan Desa Citemu—desa-desa yang bertetangga dengan PLTU Cirebon I—dapat diklasifikasikan sebagai masyarakat pesisir. Tim riset mengutip keterangan A. Syatori, akademisi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, bahwa masyarakat pesisir umumnya hidup dalam kemiskinan dan menjadi sasaran eksploitasi, baik secara ekonomi maupun politik.

Disebutkan, masyarakat pesisir sering kali tinggal di pemukiman kumuh dengan tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, serta rentan terhadap perubahan sosial, politik, dan ekonomi.

Namun, tim riset menyatakan, kehadiran PLTU Cirebon I memberikan dampak buruk bagi masyarakat sekitar sejak masa konstruksinya. Pembangunan dimulai dengan pengurugan tanah dan pembangunan jetty, yang sudah berdampak pada hilangnya lahan pertanian dan pertambakan yang erat kaitannya dengan ketersediaan lahan.

Dampak tersebut terasa nyata oleh petambak kerang ijo. Menurut catatan Salam Institute, kerang ijo bagi masyarakat Cirebon pesisir adalah mata pencaharian penting. Salah satu warga bahkan mengaku memperoleh sekitar 60.000.000 per tahun dari kerang ijo.

Namun, setelah mendapat himbauan dari pihak PLTU untuk mencabut keramba-keramba mereka, warga kehilangan mata pencaharian tersebut. Sebagai ganti rugi, mereka hanya diberikan 3.000.000 rupiah per kerambah, yang dirasa sangat tidak sebanding dengan apa yang sebelumnya mereka peroleh.

Selain petambak kerang ijo, para petani garam juga merasakan dampak buruk. Salah satu petambak garam mengungkapkan bahwa ia dapat menghasilkan 19.000.000 rupiah dalam satu musim. Namun, dengan hadirnya PLTU, tambak garamnya terganggu, terutama oleh debu batu bara yang bertebaran.

Akibatnya, garamnya menjadi hitam dan tidak layak konsumsi. Alih-alih mendapatkan ganti rugi yang setimpal, ia hanya diberi 500.000 rupiah untuk kerugian tersebut. Selain itu, lahan yang digunakan para petambak garam telah beralih fungsi menjadi kawasan PLTU, sehingga salah satu sumber mata pencaharian masyarakat Cirebon pesisir turut terdampak.

Para nelayan pun merasakan dampak buruk dengan hadirnya PLTU. Hasil tangkapan mereka, baik ikan maupun rajungan, semakin menjauh dari daratan. Hal tersebut membuat para nelayan harus melaut jauh ke tengah, yang mana berdampak pada ongkos yang semakin besar maupun waktu tempuh yang semakin lama. Menjauhnya hasil tangkapan tersebut setidaknya disebabkan oleh tumpahan limbah cair maupun batubara ke dasar laut yang kemudian merusak ekosistem di dalamnya.

Adapun dalam fase operasinya, hasil limbah PLTU membuat hilangnya beberapa jenis hasil tangkapan, seperti ukon,22 bukur (kerang dara), mbet, kerang ijo, ingser, laksa, mbot, giyobong, gayaman, dan keong. Perubahan kualitas hasil tangkapan pun terjadi, misalnya perubahan warna daging ijoan segar yang seharusnya berwarna kuning oranye berubah menjadi merah muda.23 Selain itu, konstruksi PLTU yang membentang hingga ke tengah laut bagian timur membuat nelayan harus menambah stok solar mereka untuk berlayar hingga ke laut bagian timur, karena mereka harus memutari jembatan yang dibuat oleh PLTU yang membentang hingga tengah lautan.

Baca Juga: Jawa Barat Berpangku pada Investasi dan Pertambangan, Ada Indikasi Mengorbankan Lingkungan
Catatan Kritis PLTU Sukabumi, Menuai Petaka dari Batubara

Cirebon Power Tekan Emisi di Pembangkit Listrik

PLTU Cirebon I di bawah naungan perusahaan Cirebon Power mengklaim menjadi pelopor energi bersih di Indonesia. Perseroan pun menerapkan berbagai fasilitas untuk menekan emisi di fasilitas pembangkit listriknya.

Cirebon Power menerima penghargaan ‘The Green Era Award for Sustainability’ dari lembaga internasional Otherways’ Management & Consulting Association di Lisabon, Portugal yang diterima Presiden Direktur Cirebon Power Heru Dewanto di depan 100 pengusaha yang mewakili perusahaan dari 35 negara.

“Kami berkomitmen terhadap green sustainability. Karena itu sejak awal kami memastikan jadi pelopor teknologi batu bara bersih, dan menerapkan berbagai fasilitas canggih untuk menekan emisi dan efek gas rumah kaca hingga level terendah,” kata Heru dalam pernyataan resmi.

Dalam menjalankan green sustainability, Cirebon Power juga mengklaim melibatkan masyarakat sekitar pembangkit. Heru menjelaskan, pemberdayaan masyarakat tak hanya tanggung jawab sosial, namun upaya untuk tumbuh dan berkembang bersama masyarakat sekitar. 

*Kawan-kawan yang baik bisa membaca lebih lanjut tulisan-tulisan tentang Proyek Strategis Nasional dalam tautan berikut ini 

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//