Perguruan Tinggi dan Negara yang Tak Peduli Terhadap Persoalan Kekerasan Seksual
Permendikbudristek PPKS dibuat hanya untuk formalitas. Terdapat kecacatan substansi dalam peraturan itu sendiri.

Bintang Prakasa
Manusia kelahiran 2003 di Jakarta yang sedang membiasakan untuk menulis dan membaca
14 April 2025
BandungBergerak.id – Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender yang dapat berakibat penderitaan psikis ataupun fisik. Nahasnya, hal tersebut sering terjadi di kalangan intelektual, yakni lingkungan kampus.
Pada tahun 2021 Nadiem Makarim telah mengesahkan Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Dengan adanya peraturan tersebut, perguruan tinggi juga didorong untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Akan tetapi, seperti data pada Februari 2023 yang termuat dalam situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) bahwa baru 20 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang memiliki Satgas PPKS. Seperti, salah satu contoh perguruan tinggi yang belum mempunyai Satgas PPKS adalah tempat di mana saat ini saya menempuh pendidikan, yakni Universitas Bung Karno. Hingga tulisan ini dibuat (Februari 2025) belum memiliki Satgas PPKS. Bahkan, sosialisasi mengenai hal tersebut tidak dilaksanakan oleh perguruan tinggi terkait dan mengakibatkan mahasiswa-mahasiswi resah karena tidak adanya upaya yang dilakukan untuk menciptakan ruang aman.
Serta, menurut data yang dipaparkan oleh Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan (CATAHU) Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2024 terdapat 445.502 kasus. Data tersebut menunjukkan adanya kenaikan 42.257 kasus atau sekitar 9,77% dibandingkan tahun 2023, yakni ada 401.975 kasus. Selanjutnya, berdasarkan data pelaporan yang diberikan mitra CATAHU 2024, korban terbanyak adalah berstatus pelajar/mahasiswa sejumlah 14.094. Dengan adanya paparan data tersebut membuktikan bahwa setelah disahkannya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, kekerasan seksual masih terjadi karena peraturan tersebut dibuat hanya untuk formalitas saja dan terdapat kecacatan substansi di dalam peraturan itu sendiri.
Baca Juga: Anak-anak Indonesia Rentan Menjadi Korban Kekerasan dan Eksploitasi Seksual di Ranah Daring, Perlu Dilakukan Intervensi Menyeluruh
Memahami Hak Kesehatan Seksualitas dan Reproduksi sebagai Jalan Mengurangi Kasus Kekerasan Seksual
Menghapus Mitos-mitos Kekerasan Seksual yang Menghambat Kesetaraan Gender
Pasal-pasal Problematik dalam Permendikbudristek PPKS
Dalam Pasal 3 huruf (d) Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi, tertera bahwasanya independen menjadi salah satu prinsip yang dilaksanakan.
Lalu, pada Pasal 24 Ayat 3 huruf (a) termuat bahwa pendidik menjadi salah satu anggota Panitia Seleksi dan juga pada Pasal 27 Ayat 1 huruf (a) menyebutkan unsur pendidik menjadi salah satu keanggotaan Satgas PPKS. Serta tercantum pada Pasal 28 Ayat 1 bahwa ketua dalam Satgas PPKS berasal dari pendidik. Hal tersebut harus kita telaah lebih lanjut mengenai pasal-pasal di atas yang dapat menimbulkan relasi kuasa terjadi.
Dengan dimasukkannya unsur pendidik di dalam Panitia Seleksi maupun Satuan Tugas PPKS dan dijadikannya ketua, menurut saya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dibuat hanya untuk formalitas semata bukan bertujuan sebagai pedoman untuk tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi. Dikarenakan adanya ketidakpahaman dan kekeliruan dalam memaknai arti dari kata independen serta tidak menimbang-nimbang bahwa dalam persoalan kekerasan seksual sering kali terjadi bahwa korban tidak mendapatkan haknya dikarenakan adanya relasi kuasa terjadi di dalamnya.
Ketidakcakapan bukan hanya berlangsung pada segi substansinya saja, tetapi hal tersebut juga terjadi dalam hal implementasi dan kurangnya pengawasan terhadap perguruan tinggi mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan seperti tercantum dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
Permasalahan dalam Penerapan Permendikbudristek PPKS
Jika berbicara mengenai penerapan, salah satunya dapat kita lihat dalam Pasal 34 Ayat 1 huruf (d) bahwa tugas dari Satgas PPKS adalah mensosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual bagi warga kampus.
Akan tetapi, yang saya temukan dan ketahui bahwa terdapat anggota Satgas PPKS tersebut belum memahami keseluruhan isi pada Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, bahkan berbicara mengenai hal-hal dasar dan tindakan apa saja yang termasuk dalam kekerasan seksual masih terbata-bata dan keliru saat menjelaskan. Lalu, bagaimana berbicara terkait kesetaraan gender, disabilitas, kesehatan seksual, dan reproduksi kalau akarnya saja mereka tidak paham.
Terjadinya hal tersebut, berarti adanya kelonggaran saat penyeleksian calon anggota Satgas PPKS atau dapat dibilang tidak adanya penyeleksian terkait hal tersebut yang seharusnya diperhatikan oleh pihak perguruan tinggi. Padahal, dalam Pasal 29 Ayat 2 sudah tertera mengenai persyaratan yang harus dipenuhi anggota Satgas mulai dari pernah mendampingi korban kekerasan seksual, melakukan kajian tentang kekerasan seksual, gender, dan disabilitas, mengikuti organisasi di dalam atau luar kampus yang fokusnya dalam isu kekerasan seksual, gender, disabilitas, dan persyaratan lainnya.
Sungguh ironis, mulai dari substansi dan implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini tidak berlaku semestinya serta terkesan dibuat hanya untuk sekedar ada dan dijalankan sekenanya saja tanpa memperhatikan tujuan dasarnya, yakni sebagai pedoman untuk tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi serta menciptakan kehidupan kampus tanpa kekerasan seksual.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain tentang Kekerasan Seksual