FESTIVAL BANDUNG MENGGUGAT: Napas Perlawanan dari Pinggiran Utara Kota
Melihat pameran foto “Melawan sebagai Keseharian” dalam rangkaian Festival Bandung Menggugat di Dago Elos. Turun ke jalan bagian dari demokrasi.
Penulis Bawana Helga Firmansyah16 April 2025
BandungBergerak.id - Tepat di bawah gedung The Maj yang menusuk langit mendung Dago Elos sore itu, di antara jendela dan celah gang dari rumah yang berhadap-hadapan, tampak foto-foto menampilkan gerak perlawanan, memberi makna baru di antara napas kehidupan warga dan anak-anak yang berlari diiringi tawa. Menjadikannya tangkapan cerita yang terangkai pada coretan dinding tembok warga.
Didasarkan pada visual hitam putih, foto-foto yang dipotret oleh dua jurnalis Virliya Putricantika dan Prima Mulia mevisualkan asa perlawanan masyarakat dalam pameran yang bertajuk Melawan Sebagai Keseharian Sabtu, 12 April 2025. Foto yang dipamerkan mulai dari rangkaian aksi May Day, penggusuran Tamansari, Omnibuslaw, menolak RUU TNI, hingga perjuangan warga Dago Elos yang terancam tergusur, serta yang baru ini terjadi ancaman penggusuran di Sukahaji.

Tanpa mengurangi makna, warna yang cenderung memberi kesan suram dan kesederhanaan yang menjadi identitas arsip visual hasil reportase BandungBergerak.id, turut membentuk kesatuan dari berbagai cerita masyarakat yang diliput haru dan marah dalam memperjuangkan dan mempertahankan haknya, yang tak jarang, teradang oleh pasukan berseragam dengan semburan gas air mata.
Seperti pada karya berjudul Berlari Menghindar (2019) oleh Prima Mulia, yang menangkap gambar tangis seorang anak yang terlindungi oleh pelukan, berlari menghindari intimidasi pasukan aparat. Begitu pun pada karya Menantang Semburan Air (2020), dengan visual gas air mata yang kontras dengan masa demonstran yang melambaikan tangan, merepresentasi bagaimana rasa takut yang harus ditaklukkan dalam menyampaikan aspirasi.
Baca Juga: Festival Bandung Menggugat: Mahasiswa dan Dosen Sulit Kritis karena Terkungkung Komersialisasi
Festival Bandung Menggugat, Merawat Napas Perlawanan dan Menyatukan Suara-suara Kritis
Festival Bandung Menggugat: Menguatkan Supremasi Sipil di Tengah Iklim Militerisme

Perlawanan yang Terus Dirawat
Energi perlawanan tidak hanya hadir di jalanan, yang menjadi ruang-ruang aksi demonstrasi. Tetapi menjadi bagian dari napas hidup sehari-hari.
Pameran dengan kurator Arif Hidayah dan Iqbal Kusumadirezza menegaskan, foto-foto yang mengisi ruang-ruang sosial turut memunculkan sisi lain dari perlawanan, yang sangat memungkinkan untuk membawa apresiator masuk ke dalam kehidupan personal warga. Bertemu pada kesehariannya yang kemudian terjalin dalam kegiatan kepribadatan hingga bagaimana respons anak-anak dalam memandang lingkungannya.
Seperti pada karya berjudul Bocah dan Bendera di Tengah Warga (2024); karya dengan komposisi dan pencahayaan dengan tingkat kontras yang kuat, berfokus pada gerak dramatis dalam aksi jalanan dengan pesan yang tergambarkan pada kaos dan bendera berslogan “Dago Melawan”. Foto tersebut memperlihatkan bagaimana partisipasi anak-anak dalam sebuah aksi, memegang bendera di antara warga yang terdiri dari orang tua dan remaja.
Foto karya Virliya Putricantika tersebut berlatar peristiwa sidang gugatan warga Dago Elos atas pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Heri Hermawan Muller dan Dedi Rustendi yang terjadi tahun 2024.
“Banyak sekali kasus penggusuran di Bandung yang tidak hanya oleh anak-anak muda dan orang tua, tetapi anak kecil yang ruang bermainnya terus terancam pun turut berpartisipasi atas pengawalan tuntutan ini,” kata Virliya.
“Energi dari anak-anak kecil ini dalam memperjuangkan tuntutan ini sangat kuat, yang harus dirawat secara konsisten oleh orang tua, anak muda ataupun anak-anak sekalipun,” lanjutnya.
Virliya melalui karyanya ingin mengajak apresiator merawat kesadaran dan meningkatkan kepekaan terhadap hal-hal yang mengancam kehidupan orang-orang dan lingkungan sekitar. Karena menurutnya, perampasan ruang dapat kapan saja menyasar ke setiap lapisan masyarakat.
“Hal-hal yang sekarang masih kita rasakan, akan terancam ke depannya atau mungkin bukan kita tapi keluarga kita atau tetangga kita,” ujar Virliya.
Pemeran foto yang termasuk dalam rangkaian acara Festival Bandung Menggugat ini bukan saja arsip visual atau hanya menjadi aspek penguat pada tulisan yang termuat di media. Cerita yang terkandung dalam foto-foto tersebut diharapkan dapat membuka ruang kesadaran bagi siapa pun untuk menjadi refleksi dalam merawat konsistensi masyarakat yang memperjuangkan hak asasi manusia setiap warga.
*Kawan-kawan yang baik bisa mengunjungi karya-karya lain dari Bawana Helga Firmansyah, atau artikel-artikel lain tentang Festival Bandung Menggugat