• Kolom
  • TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #2

TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #2

Sebagian besar pasukan pemuda pelajar Tegalega menjadi cikal bakal Batalyon II TKR Resimen VII dan sebagian lainnya tersebar di pasukan lainnya.

Malia Nur Alifa

Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian

Buku Merah Putih di Gedung Denis, Catatan Tercecer di Awal Kemerdekaan karya Enton Supriyatna Sind dan Efrie Christianto

20 April 2025


BandungBergerak.id – Tak lama setelah tersiar kabar bahwa telah dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, berkobarlah semangat juang para pemuda, pelajar, mahasiswa dan warga masyarakat lainnya di seluruh tanah air. Mereka semua serempak bahu- membahu secara terkelompok ke dalam badan-badan perjuangan atau kelaskaran yang semuanya terlahir dalam satu tekad perjuangan yang sama yaitu untuk mengisi dan menegakkan Proklamasi kemerdekaan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Betapa merindingnya saya ketika membaca paragraf demi paragraf dari buku “Risalah Perjuangan Kemerdekaan di Daerah Bandung Utara dan Karawang Timur dalam Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1949” karya Maman Sumantri. Betul-betul terasa bahwa kekompakan seluruh lapisan masyarakat bersatu demi menjunjung kemerdekaan. Mungkin hal inilah yang harus kembali kita raih dan rasakan agar dapat mensyukuri hari-hari kemerdekaan sekarang ini.

Nama-nama kelompok badan perjuangan atau kelaskaran yang turut dalam perjuangan menegakkan proklamasi kemerdekaan pada awal revolusi di kota Bandung antara lain adalah:

  1. Pemuda Republik Indonesia
  2. Hazibullah
  3. Barisan Merah Putih
  4. Barisan Benteng Republik Indonesia
  5. Barisan Pemberontak Republik Indonesia
  6. Barisan Berani Mati
  7. Angkatan Pemuda Indonesia
  8. Pemuda Indonesia Maluku
  9. Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi
  10. Laskar Rakyat
  11. Pasukan Istimewa
  12. Pemuda Sosialis Indonesia
  13. Pasukan Beruang Merah
  14. Laskar Wanita Indonesia
  15. Badan Keamanan Rakyat

Para pelajar di sekolah guru tempat Maman Sumantri mengenyam pendidikan pun tidak mau ketinggalan, mereka semua tinggal di sebuah asrama sekolah di Jalan Tegalega No. 17 Bandung dengan tulus meninggalkan bangku sekolah karena merasa terpanggil untuk ikut serta dalam perjuangan menegakkan Proklamasi. Mereka semua itu tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat atau BKR pimpinan bapak Suhari yang bermarkas di jalan Kepatihan, Bandung. Sehingga tidak jauh dari kawasan Tegalega terdapat Jalan BKR tertinggal dari keheroikan para Badan Keamanan Rakyat pada masa itu.

Para Pelajar yang berumur antara 16  hingga 18 tahun yang tinggal di asrama guru tersebut secara terkelompok mengadakan kegiatan mengatur strategi dan taktik perjuangan serta mempelajari ilmu kesenjataan. Dan saya lagi-lagi dibuat merinding oleh pernyataan ini, di mana saat itu anak-anak yang tengah konsentrasi dalam pelajarannya harus membela tanah air di garda terdepan yang bisa saja mempertaruhkan nyawanya padahal usia mereka terbilang masih sangat muda yaitu 16 hingga 18 tahun. Lalu para pemuda masa kini yang berusia 16 hingga 18 tahun juga apabila dihadapkan dengan kondisi masa lalu, apakah akan berpikir sama?

Di dalam ruang- ruang belajar sekolah guru tersebut mereka tidak lagi membahas ilmu keguruan dan lain sebagainya, tapi mereka mempelajari bagian-bagian dari senjata api yang sangat awam dalam kehidupan mereka, bahkan ada beberapa yang baru melihatnya dengan matanya sendiri. Untuk memegangnya secara benar pun mereka sangat kesusahan, namun mereka terus belajar demi menjadi garda depan. Ada beberapa dari para siswa yang telah memiliki kemampuan dasar kemiliteran yang cukup karena pada masa pendudukan Jepang sebagian dari mereka hampir tiap hari melakukan latihan Kyoren atau dasar kemiliteran di Shihan Gakko atau sekolah guru laki-laki.

Kegiatan para pelajar sekolah guru itu pada awal revolusi kemerdekaan merupakan sebuah sekolah kader (kaderschool) Tegalega Bandung, yang dipimpin oleh seorang guru yang tergolong muda yaitu POteng (Alm. Prof. Dr. Oteng Soetisna). Selain itu ada Bapak Hidayat (Letjen Pur.) telah berjasa besar dalam proses pembentukan  pasukan pemuda pelajar Tegalega Bandung. Ia menyediakan tim pelatih bekas sersan KNIL dan sejumlah senjata otomatis yang sangat diperlukan untuk persiapan menghadapi pertempuran yang sebenarnya.

Pasukan pemuda pelajar Tegalega pada awal revolusi itu sebagian besar menjadi cikal bakal Batalyon II TKR Resimen VII dan sebagian lainnya tersebar di pasukan lainnya. Dari sinilah terdapat sebuah patung pasukan pemuda pelajar yang ada di kawasan Viaduct Bandung dan jalan di dekat patung tersebut diberi nama Jalan Pelajar Pejuang 45.

Sasaran utama perjuangan badan-badan kelaskaran pada awal perang kemerdekaan itu adalah merebut senjata Jepang. Serta melaksanakan pemindahan dan perebutan kekuasaan dari  tangan bala tentara Jepang yang sudah menyerah kalah dalam perang dunia II pada pihak sekutu.

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Kawasan Karmel #3
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kuliner Legendaris Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #1

Perobekan Bendera Belanda

Peristiwa heroik dan patriotik pada awal revolusi kemerdekaan Indonesia  yang tidak dapat  dipisahkan dari kisah perjuangan para pelajar sekolah guru Tegalega Bandung adalah peristiwa diturunkannya bendera Belanda (Merah-Putih-Biru ) yang terdapat di atas menara gedung Denis Bank di Braga Bandung. Gedung Denis Bank adalah tempat bermarkasnya tentara kolonial Belanda yang  ternyata dibonceng oleh tentara sekutu. Bendera tersebut kemudian diambil dan dirobek bagian birunya sehingga sang Merah Putih pun berkibar di menara gedung Denis Bank.

Peristiwa itu terjadi pada bulan Oktober 1945 ketika tentara sekutu baru memasuki kota Bandung dan bermarkas di Hotel Savoy Homann. Peristiwa tersebut dilakukan oleh seorang pemuda pelajar sekolah guru lulusan sekolah kader Tegalega Bandung yang pada saat itu telah bergabung ke dalam kesatuan TKR Batlyon II/Sumarsono dengan pangkat sersan mayor, yaitu pemuda pelajar yang bernama Karmas, saat itu usianya baru 17 tahun. Saudara Karmas ini adalah Drs. E. Karmas Soemantadiradja yang merupakan mantan dosen seni rupa pada FKSS IKIP Bandung dan memasuki masa pensiun di tahun 1986. Kisah tentang perobekan bendera Belanda di gedung Denis Bank tersebut tersaji lengkap di dalam sebuah buku yang berjudul “Merah Putih  di Gedung Denis, Catatan Tercecer di Awal Kemerdekaan“ karya Enton Supriyatna Sind dan Efrie Christianto. Buku apik tersebut diterbitkan oleh Tatali News Cooperation, jalan Anggrek no 42, Bandung.

Minggu depan saya akan kisahkan kisah-kisah kader TKR lainnya di wilayah Lembang,  penggemblengan seperti apa yang mereka dapatkan? Di manakah markas mereka? Dan tugas-tugas apa saja yang dipikul para tentara muda nan pemberani itu? Semoga kisah-kisah masa lalu ini akan memicu semangat para generasi muda masa kini untuk terus berjuang menggapai cita demi mengisi kemerdekaan ini dengan sebaik-baiknya dengan menjunjung terus kejujuran.

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//