TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #3
Villa Isola di kampus UPI menjadi pos pertahanan pertama Batalyon TKR Bandung Utara untuk menahan pergerakan tentara sekutu menuju Bandung Utara.

Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
26 April 2025
BandungBergerak.id – Pada awal perang kemerdekaan Indonesia mayor Sukanda Bratamanggala (Pak Kendo) berhasil mempersatukan badan-badan perjuangan bersenjata ke dalam Batalyon TKR Bandung Utara. Kekuatan inti Batalyon tersebut terdiri dari pasukan BKR Lembang yang dipimpinnya.
Organisasi bersenjata yang kegiatannya meresahkan dan mengganggu ketertiban masyarakat. Di antaranya pasukan API yang berada di bawah kepemimpinan H. Toyib dan bermarkas di Grand Hotel Lembang pun dilucuti senjatanya dan dibubarkan.
Dengan demikian, pada bulan November 1945 terbentuklah kesatuan Batalyon TKR Bandung Utara di Lembang. Kekuatannya meliputi satu batalyon tempur dengan persenjataan yang relatif lengkap dan satu batalyon cadangan yang tersebar di seluruh desa di Lembang pada saat itu.
Susunan kepemimpinan kesatuan batalyon TKR Bandung Utara pada awal perang kemerdekan itu adalah sebagai berikut :
- Komandan Batalyon : Mayor Sukanda Bratamanggala.
- Kepala Staf Batalyon: Kapten Tatang Atmadinata.
- Kepala Bagian Operasi dan Pendidikan: Kapten Amir Mahmud (namanya diabadikan menjadi salah satu jalan di Cimahi)
- Komandan Kompi 1: Kapten Sumardja Adidjaja.
- Komandan Kompi II: Kapten Sentot Iskandardinata (anak sulung Oto Iskandardinata).
- Komandan Kompi III: Kapten Abdul Hamid (namanya diabdikan menjadi sebuah jalan di kawasan Setiabudi, Bandung).
- Komandan Kompi IV: Kapten Ahmad Saleh.
- Komandan Kompi V: Kapten Djaka Wargadinata.
- Komandan Batalyon Tentara Cadangan: Kapten H. Roesdi.
Batalyon TKR Bandung Utara pada awal tahun 1946 menempati daerah kewedanaan Lembang yang meliputi dua kecamatan yaitu Kecamatan Lembang dan Kecamatan Cisarua. Mereka semua berhasil mengembangkan dirinya sebagai kesatuan angkatan bersenjata yang memiliki persenjataan lengkap, berdisiplin, militan serta berdedikasi tinggi tanpa pamrih berjuang membela dan menegakkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di daerah Bandung Utara.
Sejak bernama Badan Keamanan Rakyat pada tanggal 27 Agustus 1945, kemudian berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat pada tanggal 5 Oktober 1945, lalu menjadi tentara Keamanan Rakyat pada tanggal 7 Januari 1946. Selanjutnya menjadi Tentara Republik Indonesia pada 25 Januari 1946.

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kuliner Legendaris Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #1
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #2
Kota Bandung Terpecah
Pada akhir November 1945, Kota Bandung terpecah menjadi dua bagian, yaitu bagian sebelah selatan rel kereta api yang dikuasai oleh pemerintah republik Indonesia dan bagian utara rel kereta api yang dikuasai oleh para tentara Sekutu dan Belanda. Batalyon TKR Bandung Utara mengatur daerah pertahanannya menjadi tiga lini. Di daerah pertahanan lini pertama terdapat Villa Isola (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia) di Lembangweg Km 8 dan dijadikan pos pertahanan pertama sebagai garda terdepan bagi pasukan TKR Bandung Utara. Lini kedua yaitu kawasan Cirateun yang dahulunya merupakan perkampungan tua di masa budi daya kopi, Kampung Cihideung, dan Kampung Cijengkol –di tiga wilayah itu di tempatkan pasukan-pasukan pengganti dengan pos pengawasan di bukit peneropongan bintang Bosscha tepatnya di kawasan yang sekarang menjadi BMKG Lembang. Sedangkan Kota Lembang sendiri adalah batas dari lini ketiga di mana markas Batalyon TKR Bandung Utara berada.
Kompi-kompi kesatuan Batalyion TKR Bandung Utara itu secara bergiliran bertugas di lini-lini pertahanan tersebut. Sedangkan kompi Sentot Iskandardinata yang merupakan putra sulung dari Oto Iskandardinata bertugas menguasai daerah Cisarua untuk menjaga penyusup musuh yang masuk dari Cimahi Utara.
Selain melakukan perlawanan secara defensif terhadap serangan musuh atas semua daerah pertahanan, kesatuan- kesatuan dari TKR Bandung Utara juga secara ofensif melakukan serangan-serangan, terutama serangan-serangan malam terhadap kedudukan musuh di kota Bandung bagian utara. Mereka juga melakukan serangan umum pada tanggal 24 November 1945, sabotase pemadaman listrik untuk kota Bandung dari sentral listrik Dago. Kemudian aksi-aksi bumi hangus, seperti pembumihangusan di Kota Bandung yang hendak diduduki musuh pada peristiwa Bandung lautan Api 24 Maret 1946. Aksi tersebut menjawab ultimatum pihak sekutu yang menuntut pengosongan daerah kota Bandung dari para pejuang bersenjata Indonesia di radius 11 kilometer dari pusat kota Bandung.
Pertempuran-pertempuran sengit sering terjadi antara kesatuan-kesatuan TKR Bandung Utara dan pihak musuh mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dari kedua belah pihak. Seperti saat pertempuran-pertempuran melawan serangan tentara Gurkha yang dibonceng tentara Belanda yang ingin memperluas daerah kekuasaannya di daerah Bandung Utara dengan dalih mengurus tawanan perang dan orang-orang yang masih berada dalam interniran Jepang yang diselenggarakan oleh RAPWI (Rehabilitation Allied Personers of War dan Internees).
Dalam pertempuran melawan tentara Ghurka pada tanggal 19 Desember 1945 di seputaran Villa Isola, yang merupakan pos terdepan pertahanan dari TKR Bandung Utara, gugurlah Letnan Abdul Hamid (Kapten Anumerta) beserta tiga orang bintara anak buahnya, yaitu Sersan Anumerta Badjoeri, Sodik, dan Soerip. Mereka semua berjibaku dalam pertempuran itu dan nama mereka diabadikan menjadi sebuah jalan yang tidak jauh dari kawasan terminal Ledeng di mana jenazah mereka ditemukan. Mereka wafat sebagai pahlawan kemerdekaan yang kemudian dikebumikan di sebuah bukit kecil di tepi Lembangweg KM 14 yang sekarang disebut Pasir Pahlawan. Korban di kalangan pemuda-pemuda pejuang di luar pasukan TKR dan penduduk biasa juga terbilang banyak dan mereka pun diabadikan namanya di sebuah monumen peringatan perang dahsyat tersebut yang berada tepat di pintu gerbang utara dari Universitas Pendidikan Indonesia, bahkan para korban tersebut pun dimakamkan di Pasir Pahlawan dalam satu liang lahat. Pasir Pahlawan merupakan sebuah tempat makam monumental Oto Iskandardinata berada.
Untuk para pembaca yang penasaran dengan perang besar yang terjadi di kawasan Universitas Pendidikan Indonesia dahulu pada tanggal 19 Desember 1945, dapat mengunjungi Museum Pendidikan Indonesia di kompleks Universitas Pendidikan Indonesia, di sana kita akan melihat senjata, seragam, bahkan panji TKR Bandung Utara.
Minggu depan saya akan menceritakan bagaimana mencekamnya perang yang terus merangsek ke kawasan kota Lembang dan banyak sekali menelan korban jiwa. Saat itu pasukan TKR Bandung Utara ini harus mundur jauh hingga kawasan perbukitan Maribaya.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang