• Kolom
  • CATATAN DARI BUKU HARIAN #39: Jejak Riadi Darwis dalam Gastronomi, Rasa, dan Budaya

CATATAN DARI BUKU HARIAN #39: Jejak Riadi Darwis dalam Gastronomi, Rasa, dan Budaya

Riadi Darwis membuktikan bahwa menjaga, meneliti, dan menulis tentang budaya sendiri adalah bentuk cinta paling konkret terhadap bangsa.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Riadi Darwis, pakar gastronomi tradisional Sunda. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

3 Mei 2025


BandungBergerak.id – Di tengah riuh zaman yang menuntut kecepatan dan kepraktisan, masih ada jiwa-jiwa yang berjalan perlahan menyusuri jejak sejarah dan rasa demi menjaga nyala api peradaban. Salah satunya adalah sosok bersahaja dari tanah Priangan, Riadi Darwis, yang tak hanya mengunyah rasa, tapi juga menafsir makna. Ia bukan sekadar penikmat kuliner, ia adalah penjaga pusaka budaya, penyair rasa, dan pengembara waktu dalam lembar-lembar naskah kuno yang mengguratkan identitas.

Riadi Darwis merupakan seorang akademisi dan dosen di Politeknik Pariwisata NHI Bandung. Namanya kian populer seiring dengan peredaran buku-buku karyanya yang sangat tebal dan komprehensif mengenai makanan dan budaya. Riadi Darwis dikenal aktif dan produktif meneliti, serta mempromosikan gastronomi tradisional Sunda.

Ia sering berkunjung ke berbagai daerah dan menikmati makanannya. Baginya makanan sangat asyik untuk dirasakan dan diteliti. Makanan ada sejarah, budaya, resep, serta keistimewaannya masing-masing.

Pria berpenampilan kalem ini, lahir di Garut, 24 Januari 1966. Riadi menikah dengan Pupah Komariah dan dikaruniai dua orang putra-putri, yakni Wisam Rizqullah, seorang dokter gigi muda yang kini berdinas di RSUD Subang dan Dzakirah Asma Nurullah serta memiliki satu orang cucu.

Riadi Darwis tumbuh menjadi pribadi yang tak hanya menyentuh dunia pendidikan sebagai dosen di Politeknik Pariwisata NHI Bandung, tetapi juga menorehkan sejarah melalui karya-karya monumental yang membedah jantung kuliner dan budaya Sunda. Lebih dari tiga dekade, ia meneliti, menulis, dan menyuarakan kekayaan gastronomi lokal dengan ketekunan seorang rahib ilmu.

Tak hanya menyusun daftar menu-melainkan memahat jati diri suatu bangsa. Dengan pena yang tajam dan hati yang lembut, ia menggali nilai-nilai kehidupan dari lalapan di kebun, sambal di ulekan, hingga rujak di lesung, membuktikan bahwa kuliner tradisional adalah manifestasi dari kearifan lokal yang luhur.

Ia menuangkannya dalam buku berseri seperti Khazanah Kuliner Keraton Kesultanan Cirebon; Khazanah Kuliner Kabuyutan Galuh Klasik; Khazanah Lalab Rujak Sambal dan Tektek Jilid I dan II; Khazanah Sambara dan Rempah Jilid I, II, dan III; Kelana: Antologi Sajak Petingan; Padungdung: Antologi Sajak Pancawanda; Berau nan Sanggam; hingga buku terbarunya Ti 2020 ka 2022, Antologi Puisi dan Catatan dalam Bahasa Sunda

Buku-buku karya Riadi lainnya yang pernah diterbitkan yaitu: Terampil Berbahasa; PEDE Percaya Diri Saja; Tutungkusan, Warisan dan Heritage berupa "behind the scene" ketika mengadakan penelitian di Kabuyutan Galuh. Selebihnya masih ada sekitar 15 naskah lainnya yang akan segera diterbitkan. Seperti hasil kajian di Sumedang Larang, Kabuyutan Garut, Kampung Adat Sukabumi, Baduy, Kuningan, Cianjur, serta kajian tentang obat-obatan, pancaraken, ragam padi Sunda, pohaci, dan masih banyak lagi.

Buku-buku karya Riadi Darwis. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Buku-buku karya Riadi Darwis. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #36: Menyelami Jejak Karya Tatang Ramadhan Bouqie Selama Empat Dekade
CATATAN DARI BUKU HARIAN #37: Jejak Musikal Benny Soebardja, Sang Maestro Progrock Indonesia
CATATAN DARI BUKU HARIAN #38: Senny Suzanna Alwasilah, Sosok Inspiratif di Dunia Pendidikan, Seni, dan Sastra

Buku-buku Karya Riadi Darwis

Buku antologinya Ti 2020 ka 2022, sebuah kumpulan puisi dalam Bahasa Indonesia, Sunda, dan Aksara Sunda. Buku tersebut bukan hanya karya sastra, melainkan bentuk nyata dari diplomasi budaya dengan menyeberangi benua dan menjadi bagian dari koleksi perpustakaan prestisius dunia.

Acara Bedah Buku Ti 2020 ka 2022, karya Riadi Darwis, yang digelar oleh Unit Perpustakaan Poltekpar NHI Bandung berlangsung pada Rabu, 30 April 2025. Acara yang berlangsung di Convention Hall, Gedung Mandalawangi Poltekpar NHI Bandung ini menghadirkan Riadi Darwis sebagai penulis buku sekaligus pembicara utama, bersama Endang Kasupardi, praktisi budaya Sunda yang juga Ketua Majelis Musyawarah Sunda Andri Kantaprawira , serta pustakawan Poltekpar NHI Bandung Unna Hasanah. Ketiganya membahas isi dan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam buku antologi puisi tersebut.

Buku Ti 2020 ka 2022 merupakan kumpulan puisi berbahasa Sunda, Bahasa Indonesia, dan Aksara Sunda yang tidak hanya merekam ekspresi sastra, tetapi juga menjadi bagian dari pelestarian budaya lokal. Menariknya, buku ini telah tersebar di mancanegara dan menjadi koleksi sejumlah perpustakaan dunia: Leiden Universiteit Bibliotheek (Belanda), California University Los Angeles (Amerika Serikat), Michigan University (Amerika Serikat), Harvard University (Amerika Serikat), Cornell University (Amerika Serikat), Singapore National Library (Singapura), HongKong National Library (Hongkong), serta Perpustakaan Poltekpar NHI Bandung.

Karya sastra seperti Ti 2020 ka 2022 bukan hanya penting secara literatur, tetapi juga strategis dalam memperkuat identitas budaya dan memperluas diplomasi budaya Indonesia di tingkat global. Peserta daring dan luring mencapai sekitar 100 orang peserta. Mereka adalah para akademisi, mahasiswa, dosen, praktisi, seniman, budayawan, kalangan pers, birokrat, dan umum.

Riadi Darwis bersama Sandiaga Uno dalam sebuah acara. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Riadi Darwis bersama Sandiaga Uno dalam sebuah acara. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Mendokumentasikan Rasa

Apa yang dilakukan Riadi bukan sekadar pelestarian, melainkan perlawanan yang sunyi –melawan lupa, melawan tergilasnya identitas di tengah arus globalisasi. Ia menelusuri naskah-naskah tua seperti Sanghyang Siksa Kandang Karesian, menerjemahkannya, dan menjadikannya rujukan bagi generasi kini untuk kembali menyapa warisan leluhur yang lama terpendam. Dalam video dokumentasinya, ia menyebutkan bahwa ada 718 jenis lalapan khas Sunda, sebagian besar telah terlupakan. Namun baginya, setiap pucuk daun adalah cerita, setiap sambal adalah narasi, dan setiap rujak adalah syair tentang bumi yang subur dan hati yang bersyukur.

Dengan ketelatenan dan visi yang jauh melampaui zaman, Riadi bukan hanya mendokumentasikan rasa, tapi juga memulihkan ingatan kolektif kita akan akar budaya. Dalam semesta pikirannya, makanan bukan sekadar pemenuh lambung, melainkan jejak perjalanan manusia –dari kebun, ke dapur, lalu ke meja, dan akhirnya ke buku.

Ia percaya bahwa kuliner bukan hanya soal rasa, tetapi juga soal identitas dan kekayaan alam yang harus dilestarikan.  Bagi Riadi, kuliner tradisional Sunda merupakan aset berharga yang harus terus dijaga dan dikembangkan.

Di dunia yang semakin digital dan serba instan, sosok seperti Riadi Darwis adalah pengingat bahwa kemajuan tak selalu berarti meninggalkan. Ia membuktikan bahwa menjaga, meneliti, dan menulis tentang budaya sendiri adalah bentuk cinta paling konkret terhadap bangsa. Dari lalapan yang sederhana hingga puisi yang sakral, Riadi Darwis telah mengabadikan rasa dalam kata, dan menyulam sejarah dalam lembaran buku.

Semoga semangatnya menular, menginspirasi generasi muda untuk kembali mencintai bumi tempat mereka berpijak, dan tidak melupakan akar budaya yang menjadi identitas sejati. Karena dalam sehelai daun lalap pun, tersimpan doa-doa leluhur yang tak pernah usang ditelan zaman.

 

*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Kin Sanubary atau artikel-artikel lain tentang seni

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//