• Opini
  • Arah Pendidikan Indonesia di antara Kebijakan, Kurikulum, dan Guru

Arah Pendidikan Indonesia di antara Kebijakan, Kurikulum, dan Guru

Perlu evaluasi mendalam dan komitmen jangka panjang dari semua pemangku kepentingan agar pendidikan benar-benar menjadi fondasi kemajuan bangsa

Muhamad Isman Alatif

Guru SMPN 12 Cimahi

Ilustrasi. Pendidikan berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak.id)

9 Mei 2025


BandungBergerak.id – Pendidikan merupakan tujuan awal untuk menjawab tantangan zaman. Berkat pendidikan, peradaban manusia terus berkembang hingga dewasa ini. Makna pendidikan bukan hanya terkait akademik ataupun non akademik, tetapi mengacu pada kesadaran manusia itu sendiri apakah telah mampu membimbing hidupnya sendiri atau tidak. Kendati demikian, pergeseran zaman menuntut manusia untuk terus-menerus "meng-upgrade" dirinya agar mampu bersaing dan berhasil melalui tantangan zaman.

Di Indonesia khususnya, sering kali muncul polemik terhadap perspektif arah pendidikan Indonesia dikarenakan masih banyaknya isu-isu sentral yang sangat berkaitan erat dengan isu pendidikan. Di antaranya:  masalah kesejahteraan guru yang belum merata; kebijakan penerimaan peserta didik baru; diskriminasi golongan di kalangan pendidik; masih banyaknya guru honorer  yang tidak diperhatikan baik dari segi kesejahteraan maupun penghargaan kinerja; serta masih banyaknya pendidik yang tidak dilindungi oleh hukum.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka sejatinya arah pendidikan Indonesia masih semu. Arah pendidikan Indonesia hanya berkutat pada teori dan narasi, tetapi tidak memberikan visi yang mumpuni untuk masa depan pendidikan.

Permasalahan-permasalahan tersebut masih belum terselesaikan kendati berkali-kali terjadi perubahan kurikulum. Kebijakan mengenai pendidikan serta praktiknya menjadi kontradiktif, tidak berbanding lurus dengan visi dan misi pada setiap perubahan kurikulum. Sejalan dengan hal itu, kebijakan yang sebenarnya menjadi penopang dasar suatu keputusan seringnya tidak memberikan dampak yang positif. Bahkan kebijakan yang dibuat sering kali memberikan kesan negatif di kalangan pendidik khususnya guru.

Visi pendidikan yang baik menurut Aristoteles adalah "Negara adalah institusi sosial tertinggi yang mengamankan tujuan tertinggi atau kebahagiaan manusia". Berdasarkan pernyataan tersebut, negara merupakan fondasi awal untuk membangun sebuah visi yang kemudian dapat dijalankan oleh guru sebagai koridor dalam membangun tunas-tunas bangsa di masa yang akan datang.

Namun fakta memperlihatkan polemik lain, bahkan kebijakan seakan-akan terkesan menyerang tugas pokok fungsi sebagai guru yaitu mendidik secara positif etika, moral, dan akhlak di dalam kelas. Saat ini tugas guru sudah berbanding terbalik menjadi "pendidik administrasi" bukan lagi "pendidik manusia".

Baca Juga: Lulusan Pendidikan Profesi Guru Jangan sampai Tertinggal oleh Siswa
Mengurai Problem Pendidikan Luar Sekolah
Menimbang Kebijakan Pendidikan sebagai Basis Perkembangan Peradaban

Tujuan Pendidikan

Perspektif tujuan pendidikan yang kuat pada awalnya di gagas oleh salah satu tokoh yang kita kenal Ki Hajar Dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia. Tetapi seiring berjalannya waktu, proses pemahaman tentang visi pendidikan yang diusungnya terkesan disalahgunakan oleh pemangku kebijakan. Tugas pokok fungsi seorang guru saat ini telah tergantikan oleh kebijakan administrasi yang sangat menguras waktu dan tenaga.

Guru yang sejatinya bertugas mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai cita-cita Undang-Undang Dasar 1945, kini telah bergeser dikarenakan kepentingan politisasi yang membuat pergerakan guru dan fungsinya semakin hilang. Guru seharusnya sibuk mendidik peserta didik di dalam kelas, bukan sibuk dengan administrasi teori yang belum tentu sesuai dengan fakta, keadaan, dan situasi lapangan.

Fokus guru terbagi terhadap hal yang sebetulnya bukan menjadi tugas utamanya. Pemahaman tentang "peningkatan kompetensi guru" disalahartikan seakan-akan guru hanya berkutat terkait administrasi saja. Tidak pernah ada pembinaan khusus dari pihak yang berkewajiban mendampingi guru dalam meningkatkan value (nilai) sebagai  personalitas yang positif dan mumpuni sebagai seorang pendidik.

Secara alamiah, guru sebagai pendidik itu tidak dapat tercipta melalui teori saja. Guru sebagai pendidik terbentuk melalui pengalaman serta gerakan zaman dengan melewati berbagai macam tantangan. Namun status yang disematkan pada guru di ranah kedinasan menghasilkan diskriminasi baru. Hal ini memecah fokus dan mengakibatkan perubahan secara konstan dan pada akhirnya menjadi budaya.

Pendidikan secara konstruktif harus berlandaskan kepekaan lahiriah yang berfokus pada teori belajar yang mengusung pembangunan kompetensi, keterampilan, atau pengetahuan secara mandiri oleh peserta didik. Tugas pendidik memfasilitas kebutuhan peserta didik melalui berbagai macam rancangan pembelajaran serta tindakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan oleh peserta didik.

Sebagai penutup, polemik arah pendidikan Indonesia yang ditandai oleh kontradiksi kebijakan, perubahan kurikulum yang tidak konsisten, serta kurangnya pemberdayaan guru menunjukkan perlunya evaluasi mendalam dan komitmen jangka panjang dari semua pemangku kepentingan agar pendidikan benar-benar menjadi fondasi kemajuan bangsa. Perubahan kurikulum bukan sekadar proyek kebijakan yang berubah-ubah arah.

 

*Kawan-kawan dapat membaca esai-esai menarik lainnya tentang pendidikan

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//