CATATAN DARI BUKU HARIAN #40: Berkenalan dengan Pupung Prayitno, Seniman Multitalenta dari Karawang
Pupung Prayitno bukan sekadar seniman. Karya-karyanya adalah napas panjang dari seorang manusia yang mencintai membaca, mencatat, mendengar, dan melukis.

Kin Sanubary
Kolektor Koran dan Media Lawas
10 Mei 2025
BandungBergerak.id – Dalam hidup, ada jiwa-jiwa yang tak sekadar hidup, melainkan menghidupkan. Mereka menanam makna di tiap langkah, menyulam waktu dengan warna, dan mengukir hari dengan laku yang jujur dari hati. Salah satunya adalah Pupung Prayitno, ia seorang pelukis, pengamat, dan penggerak rasa.
Di Karawang, tanah subur yang diam-diam menyimpan bara seni, Pupung Prayitno lahir pada 15 April 1965, seorang pelukis kontemporer yang menari dalam garis dan warna. Dalam tiap goresan kanvasnya, ia bukan sekadar melukis rupa, tapi menggugah rasa. Karya-karyanya adalah ledakan ekspresi, jendela ke dalam batin sosial dan budaya yang tak henti diselaminya. Gaya lukisnya melayang antara abstrak dan semi-abstrak, seolah dunia ini tak perlu dijelaskan, hanya perlu dirasakan.
Ia melukis kehidupan sehari-hari dengan kebebasan yang mendalam, kadang mengkritik, kadang memeluk, dan kadang sekadar menyapa diam. Warna-warnanya berani, cerah, seperti ingin bicara langsung pada mata dan hati. Pupung terus menjelajah teknik dan media, menyulam setiap jengkal kanvas dengan semangat seorang pengelana seni.
Pupung Prayitno mencoba merefleksikan realitas kehidupan sehari-hari, mengkritisi isu-isu yang relevan, atau sekadar mengekspresikan emosi dan pengamatannya terhadap dunia di sekitarnya. Penggunaan warna yang cerah dan berani menjadi ciri khas yang membedakan karyanya.
Sebagai seorang pelukis kontemporer, Pupung Prayitno terus bereksplorasi dengan berbagai teknik dan media, menunjukkan perkembangan artistik dalam setiap karyanya yang ia garap dan kerjakan di Studio Bumi Citrakara, galeri lukis miliknya. Keberadaannya sebagai seniman dari Karawang turut memperkaya kancah seni rupa kontemporer di Jawa Barat dan Indonesia secara keseluruhan. Dirinya dipercaya mengemban amanah sebagai Ketua Komunitas Perupa Karawang (2005-2014).
Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #37: Jejak Musikal Benny Soebardja, Sang Maestro Progrock Indonesia
CATATAN DARI BUKU HARIAN #38: Senny Suzanna Alwasilah, Sosok Inspiratif di Dunia Pendidikan, Seni, dan Sastra
CATATAN DARI BUKU HARIAN #39: Jejak Riadi Darwis dalam Gastronomi, Rasa, dan Budaya

Pupung dan Koleksi Buku
Sejak remaja, sewaktu masih duduk di bangku SMP, Pupung mempunyai kegemaran membaca, ia sering ke perpustakaan sekolah, membaca jika ada buku yang menarik, kemudian di pinjamnya untuk dibawa ke rumah.
Pupung bukan hanya seorang pelukis, ia adalah pengumpul kehidupan. Sejak remaja, kata-kata telah menjadi candu. Buku-buku dari Balai Pustaka, majalah Aktuil, hingga cerita silat Kho Ping Hoo, semua menjadi suar yang menuntunnya menyelami dunia yang lebih luas dari ruang kelas atau kampung halaman. Ia menabung demi satu demi satu buku yang kini menggunung hingga 2.500-an buah, bukan untuk dipamerkan, tapi untuk menghidupi pikirannya.

Pupung dan Koleksi Kaset
Sejak tahun 1978 denting musik pun mengalir dalam darahnya. Dari usia 12 tahun, Pupung tenggelam dalam cadasnya suara Deep Purple, Led Zeppelin, The Who –hingga hari ini, koleksi kasetnya membubung menjadi lebih dari 5.300 keping. Nada-nada itu menjadi sahabat sunyi, teman berkontemplasi, sekaligus sumber energi diam-diam dalam proses kreatifnya.
Pupung dan Kliping
Tak cukup hanya membaca dan mendengar, Pupung mencatat –seolah ingin menangkap waktu sebelum ia lenyap. Guntingan koran ia tempel, bundel demi bundel ia simpan, menjelma jadi warisan pemikiran yang diam-diam mendokumentasikan denyut zaman. Kliping itu bukan sekadar arsip, melainkan doa pada seni, dedikasi pada keindahan. Ia menulis, tanpa pamrih, hanya untuk mengabadikan nyala dalam dadanya.
Pupung mulai mengumpulkan guntingan koran dan mengklipingnya, sekitar pertengahan tahun 1997, sejak berhenti mengajar dari SMP Negeri Lemahabang Karawang, berbarengan dengan memantapkan "menjadi pelukis" total. Sebagai bahan referensi dirinya banyak membutuhkan informasi tentang Seni Rupa melalui media cetak seperti Pikiran Rakyat, Kompas, dan berbagai majalah.
Era tahun 1990-an, media cetak tumbuh subur. Mulailah dirinya menggunting koran dan majalah, lalu ditempel atas kertas HVS A4. Selanjutnya dibundel, dijadikan seperti buku. Karena terus menerus membaca dan menggunting koran, Pupung memberanikan diri belajar menulis, dan mengirimkan tulisannya ke berbagai surat kabar.
Tulisan pertamanya dimuat di sebuah koran lokal, Spirit Karawang Bekasi, pada tahun 2014. Walaupun tidak mendapatkan honor, dirinya tetap menulis artikel hingga tahun 2017.
Adapun bundel klipingnya berisi artikel-artikel tentang seni rupa, sastra, tari, teater dan tentang ke-Sunda-an.
Bundel kliping seni rupa, diberi judul "PameRupa" dan sudah terkumpul sejumlah 35 bundel.

Pupung dan Buku Harian
Kegemaran membaca membius Pupung untuk terus belajar. Kemudian berupaya untuk mencatatnya agar tidak lupa, anak muda era itu menyebutnya "diary" atau buku harian, Pupung menyebutnya sebagai jurnal. Kebiasaan ini telah dilakoninya sejak masa SMP, tetapi sempat terhenti cukup lama. Mengalami kevakuman menulis sejak jadi TKI di Arab Saudi, Pupung merantau dari tahun 2007 hingga 2009. Sejak tahun 2013 meneruskan hobi mencatat hingga saat ini.
Menulis baginya, adalah cermin dari membaca. Dan mencatat adalah seni yang diam-diam tumbuh di balik kanvas. Ia bahkan pernah menulis setiap hari sepanjang tahun, 365 hari pada tahun 2023 dan menghasilkan empat buku catatan penuh curahan jiwa. Catatan yang kemudian membawanya ke pameran "Artist Book" di Thee Huis Gallery, Dago Bandung, di mana tulisan dan seni bertemu dalam ruang yang penuh makna.

Pupung dan Pameran Seni Rupa
Kini Pupung bersiap untuk membawa warna-warninya ke langit-langit dunia. Di bulan Juni, karyanya akan hadir di Galeri Cipta TIM Jakarta, sebuah ajang "Lukisan Kecil itu Keren" yang menyatukan 150 seniman Indonesia. Tak lama kemudian, ia terbangkan jiwanya ke Estonia, ke pulau Saaremaa yang jauh, membawa tiga lukisan dalam pameran internasional Mail Art bertajuk "Fire of Bonfires in The Culture of Peoples". Sebuah loncatan sejarah pribadi: pameran pertamanya di luar negeri.
Dan di penghujung tahun 2025, Pupung berencana pameran Arte Postal di Brasil. Lewat tema “Tambor –Identidade e Resistencia”, Pupung menyampaikan bahwa lukisan tak melulu soal rupa, tapi juga tentang identitas dan keteguhan jiwa.
Adapun pengalaman pameran Pupung Prayitno yaitu:
- Pameran bersama di Gedung STH - Karawang (1986)
- Pameran EXPO Karawang (1987-1997)
- Pameran Dua Kota: Karawang – Yogyakarta di GOW - Karawang (1999)
- Pameran bersama "TEBAR WARNA", di Gedung Resinda Karawang (2005)
- Pameran bersama "RUPA KITA - PORDA XII", di GOW Karawang (2006)
- Pameran bersama "BEBER SENI XIII", di Taman Budaya Yogyakarta (2010)
- Pameran bersama "BUKA MATA, BUKA TELINGA, AKU ADA", di GOW Karawang (2014)
- Pameran Pekan Kebudayaan Nasional - GALNAS "Membaca Wajah Indonesia" di Istora GBK Jakarta (2019)
- BIJABA 2019 "Mosaic of Difference" di Galeri Thee Huis, Dago Bandung (2019)
- Pameran Bergilir Jilid#1 Perupa Jawa Barat, di Galeri Pusat Kebudayaan, YPK - Bandung (2020)
- Pameran "Culture And Nature" di Kuta - Bali
- Pameran "Sengkuni 2 Kembali Normal", Gresik - Jatim
- Pameran Virtual Irama Pusara Rasa, ISI Yogyakarta
- Pameran Biennale Jabar " Sintesis", di Thee Huis Gallery, Bandung (2021)
- Pameran di Art District Tangerang, Banten.
- Pameran Freedome Health Nation #2, di Perpusnas, Jakarta (2022)
- Pameran Drawing "Back to Basic", di Kedai Hoki Pulobata, Karawang.
- Pameran "Bandung Artist's Book", di Thee Huis Gallery, Bandung.
- Pameran Miracle #25: Kecil itu Indah, di Jogja Gallery, Yogyakarta.
- Pameran Drawing ArtsiaFrica, di Galeri Pusat Kebudayaan, Bandung
- Pameran "Katakan Seni Rupa dengan Cinta #2, di GPK, Bandung (2023)
- Pameran Miracle #5: Kecil itu Indah, di Jogja Gallery, Yogyakarta (2023)
- Pameran Drawing ArtsiaFrica, di Galeri Pusat Kebudayaan, Bandung.
- Pameran "Katakan Seni Rupa dengan Cinta #2, di GPK, Bandung.
- Pameran " Indonesia Kini, 25 tahun Reformasi ", di BBJ, Jakarta.
- Pameran Potret diri #2 Ingsun ", di Galeri SOS BakSil, Bandung
- Pameran Biennale Jabar#3 Rakit", di Thee Huis Gallery, Bandung
- Pameran UI ART X 2023: "Trascending the Ordinary", di Pusgiwa Universitas Indonesia, Depok.
- Pameran " Semar Mendem Mesem", di GPK - Bandung (2024)
- Pameran "Bulan Terbit ", di Grey Art Gallery - Bandung.
- Pameran "Honda Kumala" bersama Nasirun, di RPM Karawang.
- Pameran Move Art, di TBY Yogyakarta.
Pameran Tunggal:
- Pameran Tunggal "Gerak" di YPK Bandung (1999)
- Pameran Tunggal "Rasa Warna Rupa di TBJB Bandung (2004)
Penghargaan yang diraih Pupung Prayitno yaitu
- Nominasi 20 Terbaik Desain Prangko Nasional Dari Menparpostel (1994)
- Nominasi 30 Pelukis Terbaik Jabar pada Kompetisi Seni Lukis Jawa Barat (2007)
Pupung Prayitno bukan sekadar seniman, ia adalah pengelana batin yang setia pada suaranya sendiri. Ia berjalan perlahan, namun pasti. Menyentuh dunia bukan dengan teriakan, tapi dengan ketulusan. Karya-karyanya adalah napas panjang dari seorang manusia yang mencintai membaca, mencatat, mendengar, dan melukis. Seorang seniman yang menghidupi zamannya, sekaligus diam-diam membentuknya.
Karena sejatinya, seni bukan tentang apa yang kita lihat, tetapi tentang apa yang mampu kita rasakan setelahnya. Dan Pupung, telah mengajarkan kita untuk merasa lebih dalam, lebih jujur, lebih manusia.
*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Kin Sanubary atau artikel-artikel lain tentang seni