• Narasi
  • Serpihan Sejarah Perkebunan Gutta Percha Cipetir, Akhir yang Tragis dari Seorang Kepala Administrator

Serpihan Sejarah Perkebunan Gutta Percha Cipetir, Akhir yang Tragis dari Seorang Kepala Administrator

Adriaan Filipus (Philippus) de Neve membawa Perkebunan Gutta Percha Cipetir di Sukabumi ke puncaknya.

Zain Nurjaman

Alumnus Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran (Unpad). Saat ini berprofesi sebagai tenaga pendidik di salah satu SMA Negeri di Sukabumi.

Nisan makam Adriaan Filipus (Philippus) de Neve. (Foto: Inventaris Blok G, Museum Taman Prasati (2020), sumber igv.nl)

22 Mei 2025


BandungBergerak.id – “Meninggal adalah takdir kita, bertemu lagi adalah harapan kita.” Kira-kira begitulah kalimat yang terukir di nisan makam seorang Kepala Administratur Perkebunan Gutta Percha Tjipetir, A. F. de Neve, yang berada di Blok G, Museum Taman Prasasti , Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Kabar kematiannya cukup menggemparkan tanah Hindia. Beberapa surat kabar baik dalam maupun luar Hindia memuat berita tentang kematianya. De Neve meninggal pada April 1914.

Baca Juga: Catatan Sejarah Berdiri dan Bubarnya Negara Pasundan
Menelusuri Jejak Perkebunan Melalui Buku Pesona Sejarah Bandung
Pusat Studi Sunda Meluncurkan Website Gapura, Digitalisasi Naskah Nusantara untuk Kemajuan Penelitian Sejarah

Jalan Panjang di Perkebunan

Adriaan Filipus de Neve lahir di Steenbergen pada 16 Februari 1866. Seperti kebanyakan orang Belanda pada saat itu, de Neve pergi ke tanah Hindia untuk mencari penghidupan. Namun sayang, data mengenai keberangkatannya ke Hindia Belanda tidak ditemukan. 

Seorang koresponden menceritakan kepada Bataviaasch nieuwsblad yang terbit pada 9 April 1914, bahwa ia sudah cukup lama mengenal de Neve. Perkenalannya dengan de Neve terjadi sekitar 25 tahun yang lalu, itu artinya sekitar tahun 1889. Saat itu ia merupakan karyawan kebun di sebuah pabrik gula yang ada di Pondok Gedehlanden.  Setelah pabrik gula itu ditutup, ia bekerja sebagai karyawan di Pasir Karet, perkebunan Citrap, yang saat itu dikelola oleh Tuan du Perron. Di sana ia bertemu  dengan perempuan bernama Johanna Elisabeth Toorop yang kemudian dinikahinya.

De Neve kemudian beralih menjadi pekerja di pemerintahan. Ia di tempatkan di Gouvernements Gutta Percha Onderneming Tjipetir (Perkebunan Negara Gutta Perca Cipetir), sebagai pengawas sementara (tijdelijk opziener). De Preanger Bode tanggal 19 Desember 1901 menyebutkan bahwa pengangkatannya sejak Desember 1901 namun masa tugasnya dimulai pada Januari 1902.

Oleh sahabatnya, de Neve dikenal sebagai seorang yang periang, pekerja keras dan baik. Sementara oleh mantan bawahannya, de Neve dinilai sebagai sosok yang berterus terang, tegas, adil dan baik. Predikat-predikat itu sepertinya tidaklah berlebihan. Secara khusus Verslag ‘S Lands Plantentuin Buitenzorg 1903 mengapresiasi de Neve, karena berkat kerja kerasnya, Perkebunan Cipetir dapat menambah areal penanaman dengan membuka 400 bau lahan. Padahal saat itu perkebunan Cipetir hanya memiliki dua orang pengawas dan buruh kasar yang tersedia pun tidak banyak.

Ketekunan mengantarkan de Neve pada kariernya yang cemerlang.  De neve yang awalnya berstatus sebagai pengawas sementara, kemudian ditetapkan menjadi pengawas pertama pada tahun 1904. Penetapan ini tertuang dalam Besluit tanggal 15 Januari 1904 No. 22.

Tampaknya tidak ada yang meragukan kinerja de Neve. Jaarboek van het Departement van Landbouw in  Nederlandsch Indie 1906 mengisahkan bahwa ketika Direktur Perkebunan Cipetir, Dr. W.R Tromp de Haas mendapat cuti ke Eropa pada 1906, de Neve dipercaya untuk menjalankan tugas-tugas sang direktur selama masa cutinya.

“Apa yang telah dicapai di perusahaan Gouvernement Gutta Percha Tjipetir adalah karyanya. Bangunan pabrik, jalan dan jembatan, penanaman dan lain-lain di Tjipetir akan menjadi kesaksian permanen tentang betapa luar biasanya seorang A.F. de Neve.” Tulis Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indièˆ yang terbit pada 8 April 1914.

Seiring beroperasinya Perkebunan Karet di Langsa, Aceh, maka terjadi perubahan struktur kepegawaian di Perkebunan Cipetir. Pada tahun 1911 Tromp de Haas ditetapkan sebagai direktur di perkebunan Langsa dan Cipetir. Kemudian untuk memudahkan manajerial Perkebunan Cipetir dibentuk posisi kepala administratur (hoofd-administrateur) yang membawahi para administratur. Posisi penting itu diisi oleh de Neve, yang ditetapkan pada Januari 1912.

Sekitar satu tahun menjabat sebagai kepala administratur, karena munculnya kekacauan, de Neve kemudian ditarik dari Cipetir dan ditempatkan di salah satu bagian dari Departemen Kehutanan.

Potongan berita kabar kematian A.F de Neve. (Sumber: Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 3 April 1914)
Potongan berita kabar kematian A.F de Neve. (Sumber: Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 3 April 1914)

“Warisan”

Laman openarchieven.nl menyebutkan bahwa Adriaan Filipus (Philippus) de Neve adalah anak dari pasangan Gillis Pieter Pieterszoon de Neve dan Maria Elisabeth de Jong. Orang tuanya berprofesi sebagai planters. Kiranya warisan darah itulah yang membawa A.F de Neve menjadi seorang tenaga kerja perkebunan yang totalitas.

Mendapatkan karier yang cukup tinggi di masa itu nyatanya tidak membawa akhir yang bahagia bagi kehidupan de Neve. Surat kabar De Preanger Bode tanggal 7 April 1914 menyebutkan bahwa de Neve akan pergi ke Eropa untuk cuti pada wal Mei 1914. Namun siapa sangka “kepergiannya” menjadi lebih cepat. Ia memilih jalan tragis untuk mengakhiri hidupnya.

Tanggal 3 April 1914 A. F. de Neve bunuh diri. Pada pukul 6 pagi di hari itu, de Neve melubangi dirinya dengan dua peluru Browning. “Sempat mendapatkan pertolongan dari  Dr. Koch, de Neve kemudian menghembuskan nafas terakhirnya pada pukul setengah sembilan pagi.” Tulis  De Preanger Bode bertanggal 4 April 1914.  

Kabar kematiannya menyeruak di tanah Hindia. Surat kabar dalam dan luar Hindia seperti Algemeen Handelsblad, Bataviaasch nieuwsblad, Preanger Bode memuat berita kematiannya. De neve pergi dengan meninggalkan satu orang istri dan tujuh orang anak. Neve meninggal pada usia 47 tahun. “Dengan kepergian Tuan de Neve, telah meninggal dunia seorang yang memiliki energi yang besar dan banyak keahlian” tulis  koran  Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indièˆ yang terbit pada 8 April 1914.  

“Sehari sebelum bunuh diri, Tuan Gobius, sekretaris, dan Tuan Hoekman, administrator Departemen Pertanian, melakukan pertemuan panjang dengan Tuan De Neve,” tulis surat kabar Bataviaasch nieuwsblad bertanggal 4 April 1914.  Di hari yang sama, de Neve juga sempat berkunjung ke rumah sahabatnya. Kepada Preanger Bode sahabatnya menceritakan bahwa tidak ada yang aneh pada raut wajah  de Neve, ia terlihat ceria seperti biasa. “Hampir tidak dapat dipahami bahwa de Neve, yang sangat menyayangi istri dan anak-anaknya, bunuh diri.” Kenang sahabatnya.

Apa yang melatarbelakangi kematian A.F de Neve tidak diketahui kepastiannya. De Neve pergi dengan meninggalkan surat-surat yang cukup tebal. Banyak pihak yang mengharapkan agar surat-surat itu dipublikasikan untuk mengetahui faktor pendorong bunuh dirinya. Bataviaasch nieuwsblad dan De Preanger Bode menyebutkan bahwa intimidasi  dan perlakuan-perlakuan yang menyakitkan hati menjadi salah satu faktor kenekatan A.F De Neve.

Mengenai kematian A.F de Neve tersebut muncul pula anggapan bahwa apa yang dilakukannya merupakan “warisan”, karena dua saudara de Neve meninggal dengan cara bunuh diri.

 

*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan menarik lainnya tentang sejarah

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//