• Kolom
  • TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Cerita Di Balik Buku 9 Kisah Wanita Pribumi Lembang di Masa Lalu

TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Cerita Di Balik Buku 9 Kisah Wanita Pribumi Lembang di Masa Lalu

Sembilan kisah perempuan Lembang di masa lalu. Sebagian besar berasal dari penuturan lisan.

Malia Nur Alifa

Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian

Sampul buku 9 Kisah Wanita Pribumi Lembang di Masa Lalu. (Foto: Malia Nur Alifa)

24 Mei 2025


BandungBergerak.id – Dua belas tahun lamanya  saya terus menggali kisah Lembang, terselip beberapa kisah wanita pribumi yang cukup menarik untuk diperdalam. Salah satu risiko dalam menggali kisah Lembang yang minim literatur adalah kita tidak pernah tahu akan dihadapkan pada data apa, oleh siapa data tersebut akan disampaikan pada kita, dan di mana data tersebut kita dapatkan. Terkadang apabila hati ini terlalu menggebu ingin sekali riset lapangan dan memperoleh data, malah tidak dapat apa-apa. Namun apabila saya sedang berkegiatan sehari-hari, baik itu sedang mengantar anak sekolah, atau di dalam angkutan umum sekalipun malah data tersebut muncul.

Lembang mengajarkan saya banyak hal, dari apa itu kesabaran dan apa itu kejutan semesta sekalipun. Kisah-kisah wanita pribumi yang saya dapatkan sebetulnya ada belasan kisah, namun yang bisa dipertangungjawabkan datanya ada sembilan. Karena data-data yang saya dapatkan ini sebagian besar data lisan, maka dari itu kisah-kisah wanita ini saya olah dengan menggunakan pendekatan timeline. Apakah yang disampaikan para narasumber tersebut pas dengan timeline sejarah yang telah tertulis dengan data yang lengkap.

Terkadang ada beberapa narasumber yang ditemui di lapangan itu bercerita kisah yang sangat seru sekali. Namun ketika saya lacak datanya sepertinya tidak akurat. Dan ketika saya tanyakan kembali kepada narasumber tersebut malah memberikan kisah-kisah mistis, atau pun keterangan yang berbeda hingga akhirnya saya pilah mana yang sesuai timeline sejarah yang nyata, yang mana yang hanya sekedar “ konon “ belaka.

Singkatnya terkumpul sembilan kisah wanita yang dapat dipertanggung jawabkan narasumber dan timeline-nya. Kisah-kisahnya adalah sebagai berikut: (1) Kesetiaan Lidwine; (2) Kisah pilu Elia (nama disamarkan karena berhubungan dengan gerakan komunis atas permintaan narasumber); (3) Sosok Isah yang Melegenda (nama disamarkan karena berhubungan dengan sengketa tanah yang pelik); (4) Ningsih yang sangat beruntung; (5) Tawa Ceria Maritje; (6) Oerki dan Senandung di Baru Ajak; (7) Kisah Pilu Juariah; (8) Melia yang mengabdi di Grand Hotel Lembang; (9) Wida, Wanita Pemain Opera Tiongkok.

Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #2
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #3
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #4

Dari Buku dan Penuturan Lisan

Dari semua kisah tersebut hanya kisah pertama yang saya dapatkan dari sebuah buku. Buku tersebut sebetulnya saya beli untuk mengetahui kisah masuknya Jepang ke Lembang di bulan Maret 1942. Di buku tersebut saya menemukan kisah wanita bernama Lidwine. Buku tersebut berjudul Tonggak-tonggak Sejarah Gereja Katolik Keuskupan Bandung yang diterbitkan oleh PT Intergrafika tahun 1984.  Kisah Lidwine ini pun tertera dalam galeri Biara Karmel karena kisahnya sangat menginspirasi. Selain itu kisah-kisah para wanita pribumi ini saya dapat dari berbagai narasumber yang saya temui selama masa meriset.

Sebetulnya kisah-kisah ini tidak sengaja saya dapat, seperti kisah Oerki saya dapat ketika saya mewawancarai Om Ronie Ursone di rumahnya di Jalan Hata Nomor 11 Bandung. Oerki adalah istri sah dari kakeknya yaitu Pietro Antonio Ursone. Lalu kisah Maritje saya dapatkan langsung dari cucunya yang bermukim di kawasan Pasar Ahad, Cikole, Lembang. Maritje ini adalah seorang wanita yang dinikahi ahli inseminasi buatannya Baru Ajak yang oleh warga sering disebut tuan De Root. Kebetulan rumah tinggal tuan De Root dan Maritje ini menjadi sebuah balai penelitian tanaman dan sayuran tempat almarhum ibu saya bekerja. Jadi saya juga mendapatkan banyak kesaksian ihwal kisah Maritje ini dari para pegawai balai yang telah bekerja sejak pasca kemerdekaan.

Ada lagi kisah yang sangat menyayat hati yaitu kisah Ningsing. Kisah ini saya dapatkan saat saya meriset lapangan tentang eks klinik malaria di kawasan Jayagiri. Warga setempat menceritakan kisah Ningsih pada saya. Ningsih adalah pegawai klinik tersebut, boleh dibilang sebagai tukang bersih-bersih. Setelah diselingkuhi suaminya ia kabur ke kota Bandung berniat mencari pekerjaan yang lain. Ia lalu bekerja di sebuah rumah lelang di Jalan Lembong, dahulu namanya Oude Hospital Weg. Dan singkat cerita ia lalu diangkat anak oleh sang pemilik rumah lelang. Setelah saya cek melalui berbagai data memang ditemukan satu keluarga bernama Benjamin di Oude Hospital Weg pemilik rumah lelang besar. Selain itu saya cocokkan tahunnya ternyata sama yaitu sekitar tahun 1920-an.

Kisah-kisah lain saya temukan ketika sedang meriset kawasan Baru Ajak, sebuah kawasan yang paling lama saya selami. Bahkan hingga saya terbitkan bukunya pun sampai hari ini data-data Baru Ajak masih terus datang silih-berganti melengkapi kepingan puzzle. Kisah cinta Juariah dan Ujang sangat melekat di ingatan para pegawai Baru Ajak hingga kini (terutama para eks pegawai dan pegawai sepuh). Karena mereka adalah dua sejoli yang harus dipisahkan oleh perang, sang wanita yaitu Juariah ia harus dibawa tentara Jepang entah ke mana, kemungkinan sebagai jugun ianfu, dan Ujang sang kekasih harus terus meratapi nasibnya hingga dia pindah domilisi ke Kota Bandung.

Kisah-kisah wanita ini sebetulnya saya tuliskan sebagai pecut bagi kita semua wanita zaman now untuk mensyukuri nikmat Tuhan. Kita hidup di masa merdeka yang membuat kita bebas berekspresi, berkarier, bahkan bersuara. Jadi, ayo para wanita, jangan pernah berhenti bermimpi untuk terus menggapai cita. Tidak ada yang tidak mungkin ketika kita terus berjuang tanpa lelah dan terus berpegang pada kejujuran dan welas asih.

 

*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//