• Berita
  • Duduk Perkara Kasus yang Menyeret Mantan Auditor Baznas Jabar, Menjadi Tersangka Setelah Melaporkan Dugaan Korupsi

Duduk Perkara Kasus yang Menyeret Mantan Auditor Baznas Jabar, Menjadi Tersangka Setelah Melaporkan Dugaan Korupsi

Mantan auditor Basznas Jabar Tri Yanto dilaporkan dengan UU ITE. LBH Bandung, ICW, dan SAFEnet: whistleblower kasus korupsi harus dilindungi.

Ilustrasi. Korupsi merusak masa depan bangsa. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah29 Mei 2025


BandungBergerak.id – Mantan auditor Badan Amil Zakat Nasional (Basznas) Provinsi Jawa Barat Tri Yanto, ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan melanggar pasal UU ITE. Sebelumnya, Tri melaporkan dugaan tindak korupsi di tubuh badan pengumpul zakat.

Tri merupakan mantan karyawan Baznas Jabar yang pernah bekerja sejak 2018. Di masa kepemimpinan Baznas Jabar terbaru, Tri menyorot beberapa hal yang menyalahi relugasi. Tri berusaha mengingatkan hal tersebut kepada atasan.

"Pimpinan baru masuk, ada perubahan kebijakan. Kalau perubahan itu tidak melanggar regulasi dan bersifat strategis atau membawa kebaikan, tentu kita dukung. Tapi kalau ada indikasi pelanggaran, tentu kami mengingatkan," kata Tri, dihubungi BandungBergerak, Rabu, 28 Mei 2025.

Saat itu, mantan Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jabar tersebut menilai soal penggunaan dana zakat untuk operasional dari 2021 hingga 2023 sampai 20 persen. Padahal sesuai aturan Menteri Agama dan Perbaznas nomor 1 tahun 2016, Keputusan Menteri Agama (KMA) 606 Tahun 2020, batas maksimal hak amil (dalam hal ini, Baznas) dari zakat adalah 12,5 persen.

"Pimpinan yang baru justru menggunakan dana operasional dari zakat sampai 20 persen," ujar Tri. " Padahal pernah ada kasus seperti ACT (Aksi Cepat Tanggap) yang dibubarkan karena penggunaan dana zakat untuk operasional sebesar 13 persen," tambahnya.

Tri sudah mengingatkan secara baik-baik pada pimpinan internal lembaga mengenai dana operasional. Namun, respons yang didapat tidak sesuai dengan harapan. Tri dianggap melawan pimpinan. Ia kemudian dipecat (PHK) karena dinilai indisipliner.

Sebelum dipecat, Tri melaporkan dugaan penyelewengan ini ke Inspektoran Jabar dan pengawas internal Baznas RI. Ia menduga ada penyalahgunaan dana zakat senilai 9,8 miliar rupiah dan dana hibah APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat senilai sekitar 3,5 miliar rupiah.

"Sebelum di-PHK saya sudah melapor secara informal ke auditor Baznas RI. Tapi atas laporan itu saya justru diberi Surat Peringatan (SP). Puncaknya saya di-PHK pada Januari 2023," tutur Tri.

Tak hanya itu, Tri dilaporkan ke polisi dengan tuduhan mengakses secara ilegal dokumen rahasia Baznas Jabar. Ia membantah tudingan tersebut. Menurutnya, ia menggunakan akses terbuka di website dan dokumen yang sebelumnya menjadi bagian dari pekerjaannya sebagai auditor.

"Data yang saya serahkan ke Inspektorat dan Baznas RI adalah data yang saya ketahui dan miliki secara sah, bukan hasil mencuri atau mengakses secara ilegal," tegas Tri.

Tri mendapat pemanggilan dan pemeriksaan sebagai tersangka di Polda Jabar Senin, 26 Mei 2025. Meski tidak menjalani proses penahanan, Tri mengatakan laporan yang ia lakukan semata-mata demi kepentingan masyarakat.

"Saya sedih dan kecewa. Niat saya murni untuk membantu pemerintah memberantas praktik korupsi. Tidak ada niat jahat atau keuntungan pribadi yang saya cari,"  terangnya.

Perlindungan terhadap Whistleblower

Tidak sepakat dengan proses pemecatan, ia membawa kasus ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Bandung yang berproses begitu lama hingga kasasi di Mahkamah Agung, November 2024.

Tri sendiri bukan orang baru di lembaga zakat. Ia pernah menduduki beberapa posisi mulai dari Kepala Divisi Penghimpunan, Kepala Pelaksana, Kepala Divisi Pendistribusian dan Pendayagunaan, Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal,  Kepala Divisi Pengembangan Produk dan Program, dan terakhir ia menjabat sebagai Staf Ahli Ketua Baznas Jabar.

Kasus Tri mendapat pendampingan dari LBH Bandung. Kepala Advokasi dan Jaringan LBH Bandung M. Rafi Saiful Islam menegaskan, Tri Yanto tidak melakukan pengiriman data Baznas ke ruang publik. Tri hanya mengirimkan berkas kepada Inspektorat Jabar dan Baznas Jabar.

"Karena gak mungkin pengaduan formal tanpa memenuhi bahan-bahan yang ada, tidak ada penyebaran ke publik. Mengirimkan bahan yang dibutuhkan," kata Rafi dihubungi BandungBergerak, Selasa, 27 Mei 2025.

Rafi menyayangkan, setelah melakukan pelaporan identitas Tri Yanto justru bocor. Padahal seharusnya identitas pelapor dirahasiakan, bukan dilaporkan kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Rafi menilai, apa yang dialami Tri adalah kriminalisasi. Status tersangka yang disematkan kepada pelapor kasus korupsi menjadi kemunduran bagi peran masyarakat untuk membantu negara memberantas praktik korupsi. Apalagi di lembaga publik seperti Baznas Jabar yang menghimpun dana dari masyarakat berupa zakat, infak, hibah dan dana sosial.

Dilihat dari posisi hukum, Rafi menegaskan, pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban yang dimungkinkan juga negara memberi penghargaan kepada warga yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai dugaan korupsi.

Hal ini telah diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018. Sebagaimana mana Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014. Apabila terdapat tuntutan hukum atas laporannya, tuntutan hukum itu wajib ditunda sampai kasus yang dilaporkan telah diputus oleh pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sebagai pelapor, Tri juga memiliki hak mendapat perlindungan dari LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) dan Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia).

Rafi juga mendesak kopolisian agar bersikap proporsional, tidak menjadikan proses hukum sebagai alat pembalasan, serta memprioritaskan penyelidikan terhadap substansi laporan korupsi yang diajukan pelapor.

"Perlindungan terhadap whistleblower harus menjadi komitmen bersama dalam upaya menciptakan tata kelola yang bersih dan transparan, khususnya di lembaga pengelola dana publik seperti Baznas Jabar," ungkap Rafi.

Baca Juga: Korupsi yang Membumi
Menilik Akar Budaya Korup di Indonesia

Perlindungan untuk Pelapor Kasus Korupsi

Kasus yang melibatkan Tri Yanto mendapat perhatian Indonesia Corruption Watch (ICW) dan SAFEnet, sebuah organisasi yang berkonstentrasi di bidang hak digital. Kedua organisasi masyarakat sipil menyatakan, kasus ini memberikan gambaran jelas tentang bahaya penerapan pasal-pasal karet dalam UU ITE, serta pentingnya melindungi whistleblower yang berani mengungkap kasus korupsi.

Menurut Indonesia Corruption Watch, kasus Tri memperlihatkan upaya pembungkaman terhadap whistleblower yang justru bertujuan untuk memberantas korupsi. Tri yang telah melaporkan dugaan korupsi tersebut justru dijadikan tersangka dengan tuduhan melanggar Pasal UU ITE.

“Pelaporan yang dilakukan oleh TY tidak berkembang, malah ia yang dijadikan tersangka,” kata ICW, dalam keterangan resmi.

SAFEnet pun menilai kasus ini sebagai bentuk strategic litigation against public participation (SLAPP), yakni kriminalisasi terhadap partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi.

“Kriminalisasi ini menandakan tidak adanya perlindungan hukum yang jelas bagi whistleblower,” kata SAFEnet, dalam keterangan resmi.

Namun, meski ada aturan yang menjamin perlindungan whistleblower, kenyataan di lapangan menunjukkan sebaliknya. ICW mencatat, dari 1996 hingga 2024, 204 korban ancaman dan intimidasi dalam rangka pemberantasan korupsi, termasuk pelaporan kasus-kasus di Baznas. Bahkan, banyak dari mereka yang diancam dengan tuduhan pencemaran nama baik.

ICW dan SAFEnet mendesak agar polisi segera menghentikan kasus terhadap Tri Yanto dan memberikan perlindungan kepada whistleblower. Mereka juga menuntut pemerintah dan DPR memberikan perlindungan lebih lanjut dan mendorong pembahasan aturan Anti-SLAPP agar para pelapor kasus korupsi tidak lagi terancam secara hukum.

ICW dan SAFEnet menegaskan, perlindungan terhadap whistleblower harus menjadi prioritas dalam upaya pemberantasan korupsi. Menggunakan pasal-pasal karet sebagai senjata untuk membungkam partisipasi publik justru akan memperburuk tata kelola dan semakin menyuburkan praktik korupsi.

Sementara itu, Polda Jawa Barat menjelaskan bahwa Tri Yanto dituduh telah mengakses dan menyebarkan dokumen-dokumen rahasia Baznas yang bersifat tidak boleh dipublikasikan. Dokumen tersebut merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan Surat Keputusan Baznas Jabar.

Tindakan Tri yang mengakses dan menyebarkan dokumen setelah dipecat dari jabatannya pada Januari 2023 dilaporkan melanggar Pasal 48 jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU ITE.

“Modus operandi yang dilakukan tersangka adalah dengan memanfaatkan akses terhadap perangkat kerja BAZNAS sebelum diberhentikan secara resmi pada 21 Januari 2023 melalui Surat PHK Nomor 025 Tahun 2023. Setelah tidak lagi menjabat sebagai amil tetap, tersangka tetap menyimpan, memindahkan, dan menyebarluaskan data dari perangkat milik institusi ke perangkat pribadi, termasuk menggunakan laptop MacBook Pro 13 tahun 2017 dan printer Epson L360 yang kini telah diamankan sebagai barang bukti,” papar Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Hendra Rochmawan, dalam keterangan resmi

Bantahan dari Baznas Jabar

Wakil Ketua IV Bidang SDM, Administrasi, Umum dan Humas Achmad Faisal menuturkan, lembaga zakat nasional telah mengalami audit investigatif tidak hanya oleh lembaga pengawas seperti Inspektorat Jabar, melainkan juga Audit Khusus oleh Divisi Audit dan Kepatuhan Baznas RI.

"(Hasil audit mengatakan) bahwa tidak ada pelanggaran syariah sesuai tuduhan yang bersangkutan," ujarnya.

Mengenai alasan pemecatan Tri Yanto, Achmad menjelaskan terjadi karena rasionalisasi dan tindakan indisipliner. Rasionalisasi itu menyebabkan banyak karyawan yang terpaksa diberhentikan. Tri sendiri telah mendapatkan surat peringatan (SP) selama dua kali.

Achmad juga menjelaskan,  putusan persidangan di PHI menyebut pemecatan Tri sah dan pesangon yang besarnya 123 juta rupiah telah dibayar, sesuai dengan putusan pengadilan. Sebelumnya, Baznas Jabar sendiri menetapkan pesangon 46 juta rupiah. Demikian juga dengan putusan kasasi di Mahkamah Agung yang telah dibayarkan sepenuhnya.

Ia juga membantah telah melakukan pembocoran pelaporan yang dilakukan Tri. Permasalahan yang terjadi pada Tri Yanto dianggap bukan soal whistleblower, melainkan mengakses dokumen internal secara tidak sah dan menyebarkan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan dan grup-grup media sosial.

"(Tri Yanto) Beliau melaporkan kami ke berbagai media termasuk ke LSM dan Ormas, sehingga kami didatangi oleh ormas dan LSM dengan ancaman dan sebagainya. Tapi kami jawab dengan menyajikan fakta bahwa tidak ada pelanggaran hukum seperti yang dituduhkan," kata Achmad, di Kantor Baznas Jabar, Jalan Soekarno Hatta Bandung, Selasa, 27 Mei 2025.

Karena itu, menurut Achmad, Tri dilaporkan ke polisi dengan tuduhan mencuri data dan menyebarkannya. "Ada niat jahat karena data yang diambil diframing dan disebarkan ke pihak yang tidak kompeten. itu yang membuat kami tergerak (melaporkan), ini ada pelanggaran hukum," ujar Achmad.

Baznas Jabar, lanjut Achmad, tidak menghalanginya laporan yang dilakukan oleh Tri. Pihaknya siap menghadapi tuduhan secara transparan. Adapun status tersangka Tri, Achmad menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

"Buktikan kalau memang tidak bersalah. Bahkan proses praperadilan pun bisa ditempuh dengan baik," ujar Achmad.

*Kawan-kawan yang baik silakan membaca tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah atau artikel-artikel tentang Kasus Korupsi

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//