TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Pelarian Calon Pewaris Grand Hotel Lembang #1
Perjalanan Bruno Treipl berawal saat dirinya tiba di Bandung Utara untuk mengadu nasib pada tahun 1934. Ia diminta keluarganya membantu mengelola Hotel Lembang.

Malia Nur Alifa
Pegiat sejarah, penulis buku, aktif di Telusur Pedestrian
31 Mei 2025
BandungBergerak.id – Kisah ini saya baca dari sebuah buku karya Kodar Solihat yang berjudul “ Rekam Jejak Nazi di Indonesia” yang diterbitkan Granesia 2016 silam. Saya mendapatkan buku tersebut langsung dari bapak Kodar, karena saat itu ia mengetahui bahwa saya selalu mengumpulkan tulisan-tulisan luar biasa beliau di harian umum Pikiran Rakyat. Artikel demi artikel saya kumpulkan sejak 2016, dan beliau menghubungi saya, bahwa saya adalah salah satu yang beruntung untuk mendapatkan buku ini langsung saat peluncurannya.
Ketika saya membuka halaman 41, begitu tercengangnya saya bahwa ada kisah Lembang lebih tepatnya kisah Grand Hotel Lembang yang sangat luar biasa. Saya akan coba menceritakan kembali apa yang saya baca dalam buku ini yang menyangkut kisah sejarah yang jarang diungkap tentang salah satu sosok pengelola yang sukses membawa nama Hotel Lembang menjadi Grand Hotel Lembang.
Belum diketahui secara pasti tanggal berdirinya Grand Hotel Lembang. Namun yang jelas hotel ini selesai dibangun tahun 1918, dan menurut pihak pegawai hotel ini dibangun selama dua tahun, berati dapat dipastikan peletakan batu pertama pembangunan Grand Hotel Lembang adalah 1916. Data lain saya peroleh ketika saya meriset kawasan Baroe Adjak, disebutkan oleh alm. Ronie Ursone (cucu P. A. Ursone) bahwa kawasan Grand Hotel Lembang dahulunya merupakan bekas perkebunan kina Baroe Adjak yang dirintis kakeknya pada 1877. Namun, sebelum menjadi hotel yang mewah, kawasan Grand Hotel Lembang merupakan sebuah pesanggrahan sederhana yang dipakai sebagai tempat singgah para pelancong yang kemalaman atau yang memang niat menginap di kawasan Lembang.
Setelah bangkrutnya perkebunan kina Baroe Adjak, tanah tersebut dimiliki oleh N. V. Woning Maatschappij, berdasarkan surat ukur tanah tanggal 25 April 1917 nomor 235 dan surat hak tanah tanggal 10 Juni 1919 No. 523. Besar kemungkinan Grand Hotel Lembang mulai beroperasi pada tahun 1919. Mungkin untuk pembaca setia kolom saya, nama Woning Maatschappij tidak asing di telinga, keluarga Woning adalah keluarga pengelola kebun teh dan kina Soekawana, Parongpong, dan juga pemilik dari gedung yang terkenal dengan sebutan Hotel Donk di Wastukencana, Bandung.
Di bawah kepemimpinan N. V. Woning Maatschappij ini, Grand Hotel Lembang tercatat pernah dikelola oleh 3 orang, yaitu Van Hein, Treipl, dan Schalk (merupakan mertua dari keluarga Woning, yang juga berprofesi sebagai Preanger Planter dan juga direktur pertama Societiet Concordia (Gedung Merdeka, sekarang). Kepemimpinan N. V. Wonning ini hanya bertahan hingga tahun 1961, karena saat itu terjadi nasionalisasi aset-aset milik asing. Setelah nasionalisasi, hotel ini berada di bawah pengelolaan Badan Perusahaan Daerah tingkat 1 Jawa Barat. Sepuluh tahun kemudian hotel ini dijual kepada pihak swasta dalam bentuk tender.
Yang akan saya kisahkan secara detail dalam tulisan kali ini yang berdasarkan penggalan-penggalan tulisan dalam buku “Rekam Jejak Nazi di Indonesia” karya bapak Kodar Solihat adalah ketika Grand Hotel Lembang dikelola oleh keluarga Treipl.
Masa penawanan orang-orang ras Jerman di Hindia Belanda, bukan hanya dilakukan di pulau Jawa dan Sumatra pada tahun 1940. Orang-orang ras Jerman di Hindia Belanda maupun dari sejumlah negara di Asia lainnya sejak Perang Dunia II terjadi di Eropa, sebagian dipindahkan ke India dan Australia.
Baca Juga: TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kuliner Legendaris Lembang
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Kisah Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Bandung Utara #4
TELUSUR SEJARAH LEMBANG: Cerita Di Balik Buku 9 Kisah Wanita Pribumi Lembang di Masa Lalu
Kisah Bruno Treipl
Bruno Treipl, Seorang Austria asal Bandung yang ditangkap pemerintah Hindia Belanda dikirim ke kamp tahanan di Dehra Dunn, Mussori, India. Orang Austria masih satu ras dengan Jerman, mereka pun yang termasuk ditangkap pihak Belanda, usai pendudukan pasukan Nazi Jerman ke Belanda pada 10 Mei 1940.
Kelak saat di India, Bruno Treipl termasuk di antara tujuh orang kelompok tawanan Jerman yang sukses melarikan diri dari penjagaan pasukan Inggris di Kamp tahanan Dehra Dunn. Bruno Treipl bersama tiga orang Jerman lainnya termasuk yang selamat melarikan diri sampai ke Tibet, walau kemudian tertangkap kembali oleh tentara Inggris.
Sejumlah orang-orang Jerman melarikan diri dari kamp tahanan di India, melewati ganasnya medan pegunungan Himalaya, dituliskan pula Battina Von Reden dan Roger Croston dalam “Turned Back From Tibet Bruno Treipl’s Wartime Adventures in Asia” tulisan ini dipublikasikan pada tahun 2004, yang kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul “Seven Years in Tibet“ yang pemeran utamanya diperankan oeleh Bred Pitt.
Bersama Bruno Treipl, orang Jerman lainnya yang bersama kabur adalah Heinrich Harrer, Peter Aufschnaiter, Hans Kopp, Friedel Sattler, Rolf Magener, dan Heins Von Have.
Nasib yang membawa Bruno Treipl ke kamp tahanan Dehra Dunn, berawal saat dirinya datang ke Bandung untuk mengadu nasib pada tahun 1934, saat berusia 18 tahun. Bruno Treipl berangkat dari tanah kelahirannya , sebuah negeri yang bersalju abadi yaitu Salzburg, Austria. Ia menumpang kapal “Conte Verde“ menuju negeri tropis yaitu Hindia Belanda.
Setiba di pelabuhan Tanjung Priok, Batavia, Bruno Treipl langsung menuju Bandung Utara tanpa singgah ke mana pun terlebih dahulu, ia langsung menuju wilayah paling utara di Bandung yaitu Lembang. Ternyata, ia datang ke Lembang adalah diminta oleh paman dan bibinya yang saat itu mengelola penginapan yang diberi nama Hotel Lembang. Mereka tidak memiliki keturunan, hingga paman dan bibi dari Bruno Treipl berencana mewariskan hotel tersebut pada Bruno karena melihat keseriusannya mengurus hotel tersebut.
Lalu bagaimanakah kisah selanjutnya dari Bruno Treipl yang ternyata sangat jatuh cinta pada kawasan Lembang karena keindahan alamnya dan udarnya yang membuatnya sangat nyaman. Kita simak kisah selanjutnya minggu depan ya.
*Kawan-kawan dapat membaca artikel-artikel lain Malia Nur Alifa, atau tulisan-tulisan lain tentang Sejarah Lembang