• Kolom
  • CATATAN DARI BUKU HARIAN #43: Mengenal Wati Ananta, Penyiar Idola dari Pulau Dewata

CATATAN DARI BUKU HARIAN #43: Mengenal Wati Ananta, Penyiar Idola dari Pulau Dewata

Wati Ananta seorang penyiar senior di Radio Global FM dan pemandu acara Citra Bali yang mengangkat budaya, isu sosial, serta perkembangan terkini di Bali.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Wati Ananta penyiar idola dari Pulau Bali. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

31 Mei 2025


BandungBergerak.id – Suara seorang penyiar radio memiliki kekuatan luar biasa yang mampu menghibur, menyentuh hati, dan menyatukan ribuan pendengar dalam kehangatan yang sama. Di balik mikrofon, ada sosok yang bekerja dengan cinta dan dedikasi tinggi. Salah satu nama yang tak lekang oleh waktu, khususnya di Pulau Bali, adalah Wati Ananta, penyiar radio senior yang juga dikenal sebagai presenter televisi. Di media sosial namanya akrab sebagai Jegeg Bulan.

Dengan pengalaman puluhan tahun di dunia penyiaran, Wati Ananta telah menjelma menjadi ikon radio, dicintai para pendengar setia, sekaligus panutan bagi para penyiar muda. Ia mengawali kariernya di Radio Bali Perkasa, Gianyar, pada tahun 1989 hingga 1998, lalu bergabung dengan Radio Global FM Bali sejak 2007 hingga kini.

Radio Global FM Bali, yang beroperasi pada frekuensi 96.5 FM, merupakan stasiun berita di bawah naungan Kelompok Media Bali Post (KMB). Radio Global FM Bali lahir di awal masa reformasi dan memberi ruang kepada masyarakat luas untuk bersuara dan menyalurkan aspirasinya setelah sekian lama terbungkam. Dengan jangkauan luas melalui jaringan radio afiliasi di seluruh Bali dan sekitarnya, KMB menghadirkan beragam konten berita, budaya, hingga hiburan yang menyentuh kehidupan masyarakat lokal.

Wati Ananta bersama rekan penyiar di studio Radio Global FM Bali. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Wati Ananta bersama rekan penyiar di studio Radio Global FM Bali. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Beberapa radio afiliasi Global FM Bali antara lain: Radio Swara Widya Besakih (SWIB) FM 106.8 Karangasem, radio ini fokus pada berita dan informasi aktual; Radio Genta Bali FM 96.1 Denpasar, radio yang menyajikan program tentang budaya dan hiburan; serta Radio Singaraja FM 92.0 Singaraja, menyampaikan berita lokal yang relevan. KMB juga mengelola stasiun lain di Karangasem, Banyuwangi, Lombok, hingga Yogyakarta, menjadikan mereka sebagai salah satu jaringan penyiaran terbesar di Indonesia bagian timur.

Di Global FM Bali, ia menjadi pembawa acara Citra Bali Terkini, serta pengisi suara (voice over) di Bali TV sejak 2010. Tak hanya itu, ia juga dikenal sebagai ghostwriter dan kerap tampil sebagai presenter di layar kaca. Dedikasinya menjadikan setiap peran mulai dari penyiar, pengisi suara, penulis, hingga host, sebagai bentuk pengabdian sepenuh hati.

Kini, Wati dikenal sebagai penyiar senior di Radio Global FM dan pemandu acara Citra Bali, program unggulan yang mengangkat budaya, isu sosial, serta perkembangan terkini di Bali. Dengan berinteraksi langsung dengan pendengar melalui udara. Pendengar setianya tak hanya warga Bali tetapi banyak orang Indonesia yang tinggal di luar negeri atau yang kerja di berbagai kapal pesiar.

Siaran Radio Global FM Bali bisa didengar di seluruh dunia melalui siaran streaming.

Wati Ananta bersama keluarga tercinta. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Wati Ananta bersama keluarga tercinta. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Baca Juga: CATATAN DARI BUKU HARIAN #40: Berkenalan dengan Pupung Prayitno, Seniman Multitalenta dari Karawang
CATATAN DARI BUKU HARIAN #41: Emha Bay Sabar, yang Tak Lelah Menyuarakan Zaman
CATATAN DARI BUKU HARIAN #42: Mang Jaya, Maestro Dongeng Sunda Sang Pelestari Budaya

Perjalanan Karier Wati Ananta

Lahir di Tabanan, 10 Januari 1969, Wati Ananta yang bernama asli Ni Wayan Suryawati menikah dengan I Nyoman Nasiun, yang akrab disapa Pak Igunk, dan dikaruniai dua putra yaitu I Gede Eugene Anantavijay Mahardika Nasiun dan I Made Eucla Anantavirya Mahaanubhava Nasiun.

Wati Ananta tercatat sebagai alumni Fakultas Pertanian, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Warmadewa, Denpasar. Di balik kesibukannya, ia dikenal sebagai sosok yang mencintai alam dan hewan. Ia memelihara 23 ekor kucing dan menanam beragam pohon buah langka seperti sentul, juwet, kepundung, wani, dan boni. Meski sebagian belum berbuah karena membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Wati Ananta tidak pernah secara sadar bermimpi menjadi penyiar. Sejak kecil, ia justru diarahkan ayahnya untuk menjadi penari. Namun, kecintaannya pada radio tumbuh sejak duduk di bangku SD. Sepulang sekolah, setelah mengerjakan PR, ia selalu duduk di bawah pohon mangga sambil mendengarkan suara penyiar favoritnya.

Khayalan masa kecilnya sederhana, para penyiar pasti cantik atau tampan, hidup mereka terdengar bahagia dan menyenangkan. Namun bagi seorang anak desa, kota Denpasar terasa sangat jauh. Impian itu hanya disimpan dalam diam.

Memasuki SMP dan harus tinggal di kota kecamatan, Wati Ananta tidak bisa lagi menikmati siaran favoritnya. Tetapi semangat itu kembali tumbuh saat ia menempuh SMA di Surabaya, tinggal bersama keluarga pamannya. Di sana, ia jatuh hati pada dunia radio, terutama pada sosok Bung Viktor dari Radio Suzana Surabaya yang terkenal sebagai penyiar dengan kemampuan vokal luar biasa, yang bisa memerankan berbagai karakter. Fakta bahwa Bung Viktor bisa berpenghasilan jutaan rupiah per bulan membuat Wati Ananta sadar, menjadi penyiar bukan hanya soal hobi, tapi juga profesi yang menjanjikan.

Wati Ananta menjadi presenter di Bali TV. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)
Wati Ananta menjadi presenter di Bali TV. (Foto: Dokumentasi Kin Sanubary)

Setiap malam, setelah anggota keluarga tertidur, Wati Ananta mulai berlatih siaran di kamarnya sendiri. Selepas SMA, ia memilih pulang ke Bali dan kuliah di Denpasar sesuai permintaan orang tuanya. Di sela-sela kuliah, Wati Ananta mulai mencoba melamar ke beberapa radio, meski awalnya selalu gagal.

Hingga akhirnya, berkat bantuan seorang teman, ia diterima di sebuah radio swasta di luar kota. Meski bayaran pertama hanya cukup untuk membeli bedak, Wati Ananta menjalaninya dengan penuh tanggung jawab dan penuh kebanggaan. Ia merasa memiliki sesuatu yang istimewa. Kegiatan siaran pun terus ia jalani selama delapan tahun.

Setelah sempat istirahat, Wati Ananta mencoba peruntungannya di Radio Global Bali. Saat mengikuti tes pertama, semangatnya sempat runtuh karena harus bersaing dengan 35 kandidat dari universitas ternama. Ia gagal. Namun dorongan dari sang suami membuatnya bangkit. Ia kembali berlatih, belajar membaca berita dengan suara lantang, hingga tak malu lagi beraksi seperti penyiar profesional.

Dua tahun berselang, sebuah iklan lowongan dari Radio Global muncul di koran Bali Post. Dengan restu dan semangat dari suami tercinta, ia mencoba kembali. Kali ini, Wati Ananta diterima. Ia pun menemukan dunia yang selama ini dirindukannya. Sudah delapan belas tahun lebih Wati Ananta menjadi bagian dari Radio Global FM Bali dan perjuangannya belum selesai.

Bagi Wati Ananta, menjadi penyiar bukan hanya soal profesi atau hobi. Ini adalah bentuk pengabdian, bahkan ibadah, karena ia merasa dapat membagikan semangat, kegembiraan, dan harapan kepada sesama. Dunia siaran bagi Wati Ananta adalah bagian hidupnya, walau profesi kecil, tetapi di sanalah dia mendapatkan kebahagiaan.

Konsistensinya selama puluhan tahun menjadikan Wati Ananta menjadi penyiar panutan. Ia membuktikan bahwa suara bukan sekadar alat komunikasi, tetapi jembatan yang mampu menyentuh hati dan menyatukan jiwa.

Semoga kisah Wati Ananta menginspirasi siapa pun untuk terus mengejar mimpi dengan tekad dan ketulusan. Sebab dari suara yang hangat, kenangan dan harapan bisa tumbuh dan bertahan.

 

*Kawan-kawan dapat menikmati tulisan-tulisan lain Kin Sanubary atau artikel-artikel lain tentang seni

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//