Seruan “Selamatkan Persikas” Adalah Aspirasi Rakyat, Bukan untuk Direpresi
Niat menyampaikan aspirasi damai berujung penangkapan suporter Persikas Subang. Belakangan mereka dibebaskan polisi setelah didata.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah4 Juni 2025
BandungBergerak.id - Kecintaan terhadap sepak bola lokal berujung pembungkaman demokrasi. Sebanyak 21 suporter Persikas Subang ditangkap oleh aparat kepolisian setelah membentangkan spanduk “Selamatkan Persikas” di acara “Nganjang ka Warga” bersama Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Desa Sukamandijaya, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Rabu, 28 Mei 2025 lalu.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengencam keras tindakan represif berupa penangkapan para suporter Persikas Subang. Aksi orang-orang muda Subang merupakan bagian dari aspirasi warga dan tidak melanggar hukum.
Direktur LBH Bandung mengatakan, spanduk yang dibentangkan oleh anak muda Persikas Subang bukan bentuk provokasi melainkan aspirasi rakyat yang menolak diam saat klub lokal kebanggan mereka hendak dijual atau dipindahkan secara sepihak.
“Sepak bola adalah milik rakyat, bukan milik elite. Ketika ruang partisipasi publik dibungkam, dan ekspresi damai dianggap ancaman, maka yang rusak bukan hanya demokrasi, tapi juga martabat pemerintahan itu sendiri,” kata LBH Bandung, dalam keterangan resmi yang diterima BandungBergerak, Senin, 2 Juni 2025.
Alih-alih mendapatkan respons yang diharapkan, para suporter Persikas Subang justru bertepuk sebelah tangan dari Gubernur Jawa Barat. Pada hari yang sama setelah membentangkan spanduk, sekitar pukul 22.00 WIB, 21 orang ditangkap, 3 di antaranya anak di bawah umur diboyong ke Polsek Ciasem. Menurut LBH Bandung, proses ini tanpa ada dasar dan bukti permulaan telah terjadi dugaan tindak pidana.
Dalam kronologis yang dijelaskan oleh LBH Bandung, pemeriksaan dilakukan hingga pukul 04.00 WIB dini hari, setelah itu mereka dan dipulangkan ke rumah masing-masing. Akan tetapi, Kamis, 29 Mei 2025, mereka dijemput oleh Satrekrim Polres Subang tanpa surat pemanggilan dan tanpa dasar yang jelas. Para supporter dijemput diduga untuk mencari dalang pembentangan spanduk. Selanjutnya, Jumat, 30 Mei 2025, mereka diminta melakukan permintaan maaf di kediaman Gubernur Dedi Mulyadi di Lembur Pakuan, Kota Subang.
Sementara itu, Polres Subang melalui Instagram mengabarkan bahwa para suporter dibawa ke Polsek Ciasem untuk dimintai keterangan awal. “Sebagian dari mereka langsung dipulangkan malam itu juga. Namun ada beberapa yang dipanggil kembali keesokan harinya karena pendataan belum selesai dan sebagian orang tua sulit dihubungi,” demikian pernyataan Polres Subang.
Hak Berekspresi dan Berpendapat
LBH Bandung menyatakan bahwa aksi yang dilakukan superter Persikas merupakan bagian dari hak berekspresi dan berpendapat dijamin UUD 1945 Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 dan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU No. 12/2005.
Aparat kepolisian dinilai mengabaikan asa nesesitas, legalitas, dan proposionalitas dalam tindakannya yang bertentangan dengan Perkap no.1/2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian. Menurut LBH Bandung, aksi membentangkan spanduk oleh suporter Persikas Subang merupakan bentuk kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dilindungi undang-undang selama tidak mengandung kekerasan, ujaran kebencian, dan hasutan langsung yang mengancam keamanan. Penangkapan terhadap suporter Persikas Subang berpotensi menciptakan iklim represif.
“Setiap warga negara berhak menyampaikan aspirasi, termasuk melalui spanduk, poster, atau bentuk ekspresi visual lainnya,” ujar LBH Bandung.
Bagi LBH Bandung menambahkan, tindakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi mencederai etika kepemimpinan dan melihatkan praktik penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power dengan berbicara akan mencari tahu rumah dan sekolah dari suporter.
Pernyataan Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan, persoalan Persikas Subang bukan kewenangan langsung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar melainkan kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) Subang. Menurutnya, anggaran untuk membiayai klub professional tidak diperbolehkan menggunakan anggaran negara (APBD).
"Urusan Persikas itu urusan Bupati. Dan perlu dipahami, Bupati pun tidak boleh menggunakan APBD untuk membiayai klub profesional. Uang negara tidak boleh dipakai untuk itu," kata Dedi Mulyadi di dalam keterangan resminya, diakses, Senin, 2 Juni 2025.
Dedi juga mengatakan, untuk mengelola tim sepak bola profesional harus menggeluarkan pembiaya yang tidak sedikit. Mantan Bupati Purwakarta menyebut, dengan pembiayaan besar banyak klub sepak bola diambil oleh daerah lain.
"Pertanyaannya, ada tidak pengusaha di Subang yang siap mengeluarkan puluhan miliar untuk mengurus klub bola? Kalau tidak ada, ya jangan heran kalau klub bisa diambil alih daerah lain yang lebih siap," kata Dedi.
Dedi juga menilai, penyampaian aspirasi oleh para suporter Persikas Subang tidak di tempat yang sesuai. Ia juga mengingatkan tentang pentingnya menjaga etika. Menurutnya, penyampaian aspirasi harus dilakukan secara tertib.
Baca Juga: Sepak Bola adalah Perlawanan
Mengulas Sepak Bola di Bandung, dari Alat Perjuangan hingga Klub-klub selain Persib
Singa Subang Diambang Hilang
Nama Persikas Subang ramai setelah kejadian para suporter yang membentangkan spanduk berunjung penangkapan. Klub sepak bola yang memiliki julukan Singa Subang ini telah berdiri sejak 1948 bertepatan dengan dibentuknya Kabupaten Subang.
Lolos dari kasta ketiga liga sepakbola Indonesia, Perserikatan Sepakbola Kabupaten Subang (Persikas) maju ke liga 2. Liga 2 2024/2025 menjadi musim yang penuh gejolak bagi Singa Subang. Mereka harus menghadapi berbagai tantangan mulai dari manajemen klub yang melakukan perombakan besar-besar dan krisis lainnya (Detik, diakses Selasa, 3 Juni 2025).
Di tengah mengalami krisis serius di kasta kedua liga Indonesia, Singa Subang harus melepas 19 pemain akibat masalah keuangan terkiat tunggakan gaji yang belum dibayarkan. Keputusan manajemen yang memberhentikan banyak pemain mendapatkan kritik keras.
Permasalahan tunggakan gaji pemain sepak bola di Indonesia bukan menjadi kasus satu-satunya, melainkan menunjukkan lemahnya tata kelola klub. Akibatnya, Persikas Subang hanya bisa mengoleksi empat poin dari 15 pertandingan di Liga 2, angka kekalahan hampir selusin dan menyebabkan mereka terancam turun ke Liga 3 (Jawa Pos, diakses Selasa, 3 Juni 2025).
Sejak awal berdiri, Singa Subang mengalami pasang surut bahkan pernah absen dari kompetisi nasional antara 2017 sampai 2018 akibat dualisme PSSI. Walaupun begitu, Persikas Subang tetap mengikuti kompetisi provinsi dan memiliki prestasi di level usia muda, seperti juara Piala Pangdam III Siliwangi (Detik, Selasa, 3 Juni 2025).
Kiwari, Persikas Subang diisukan akan dijual dan bertransformasi menjadi Sumsel United. Nantinya, Sumsel United akan bermakas di Palembang menjadi pesaing Sriwijaya FC. Orang-orang muda Subang pun resah karena klub kesayanangan mereka terancam punah (Solobalapan, diakses Selasa, 3 Juni 2025).
...
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB