• Berita
  • Perjuangan Warga Dago Elos Menuju Proses Hukum Luar Biasa (PK 2) Setelah Muller Cs Kalah di PTUN Bandung

Perjuangan Warga Dago Elos Menuju Proses Hukum Luar Biasa (PK 2) Setelah Muller Cs Kalah di PTUN Bandung

PTUN Bandung menolak gugatan Heri Hermawan Muller, memperkuat posisi warga Dago Elos yang kini bersiap menempuh Peninjauan Kembali ke-2 (PK 2) di Mahkamah Agung.

Warga Dago Elos menyalakan lilin sebagai simbol api perlawanan saat aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Bandung, 27 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah14 Juni 2025


BandungBergerak.idPengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung resmi menolak gugatan Heri Hermawan Muller atas pembatalan akta kelahiran yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bandung. Akta kelahiran tersebut sebelumnya digunakan Muller dalam sengketa lahan Dago Elos yang berujung pada vonis pidana terhadap dirinya dan Dodi Rustandi Muller.

“Menyatakan eksepsi tergugat tidak diterima untuk seluruhnya. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya,” bunyi amar putusan PTUN Bandung yang dikeluarkan pada Rabu, 28 Mei 2025, diiakses Jumat, 13 Juni 2025.

Putusan ini berkaitan dengan perkara bernomor 9/G/2025/PTUN.BDG. Meskipun demikian, pada Rabu, 4 Juni 2025, kuasa hukum Heri Hermawan Muller, Jogi Nainggolan, telah mengajukan memori banding sehingga perkara masih berjalan.

Bagi warga Dago Elos, kemenangan ini adalah secercah harapan dalam perjuangan panjang yang telah mereka jalani sejak 2016. Saat ini, mereka tengah menyiapkan langkah hukum lanjutan berupa Peninjauan Kembali ke-2 (PK 2) di Mahkamah Agung.

Peninjauan Kembali 2 merupakan jalur hukum luar biasa yang hanya dapat ditempuh jika terdapat bukti baru atau putusan pengadilan yang bertentangan. Jalur merupakan langkah terakhir dalam sistem peradilan yang menjadi peluang hukum terakhir bagi warga untuk melawan dugaan praktik mafia tanah.

Angga, aktivis dari Forum Dago Melawan, menyatakan bahwa vonis pidana terhadap Muller Cs yang telah berkekuatan hukum tetap akan menjadi dasar dalam PK 2. Namun, ia menyoroti keterlambatan Mahkamah Agung dalam menerbitkan salinan resmi putusan.

“Sayangnya, hingga kini salinan resmi putusan dari Mahkamah Agung yang seharusnya sudah dirilis dan dikirim ke Pengadilan Negeri Bandung serta diteruskan ke para pihak, belum juga turun. Ini cukup ganjil, karena dalam hitungan minggu, seharusnya berkas tersebut sudah diterima. Saat ini sudah lebih dari tiga bulan sejak putusan dibacakan, tapi kami belum menerima salinan resminya,” kata Angga dalam pesan singkat yang diterima, Kamis, 12 Juni 2025.

Sambil menunggu, warga Dago Elos aktif mempersiapkan dokumen pendukung PK 2, menggalang dana dari warga terdampak, serta menyusun memori PK bersama kuasa hukum dari LBH Bandung dan LBH Penganyoman UNPAR.

Angga mengatakan, perjuangan warga Dago Elos tidak akan berakhir dengan kekalahan. Langkah ini menjadi bukti bahwa kesadaran kolektif warga, sekaligus cermin dari abainya negara. Bukan hanya oleh warga Dago Elos, tapi juga oleh solidaritas masyarakat luas yang memahami situasi ini dan terus mendukung perjuangan warga yang mempertahankan ruang hidup.

Sementara itu, M. Rafi Saiful Islam, Kepala Advokasi dan Jaringan LBH Bandung, memastikan bahwa gugatan Muller Cs ke PTUN Bandung tidak berdampak pada posisi hukum warga. Menurutnya, penerbitan dan pembatalan akta kelahiran tersebut telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Injak Balik. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Injak Balik. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Riwayat Konflik Lahan Dago Elos

Sengketa lahan di Dago Elos bermula pada tahun 2016, ketika keluarga Muller mengklaim sebagai ahli waris atas tanah seluas 6,9 hektare yang telah dihuni sekitar 2.000 jiwa selama puluhan tahun. Klaim tersebut didasarkan pada dokumen kolonial Belanda (eigendom verponding) dan penetapan ahli waris dari Pengadilan Agama Ciamis.

Namun, warga melaporkan keluarga Muller atas dugaan pemalsuan dokumen. Pada 14 Oktober 2024, Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara kepada Heri dan Dodi Muller. Banding mereka ditolak oleh Pengadilan Tinggi Bandung pada 14 November 2024, dan kasasi pun kandas di Mahkamah Agung pada 28 Februari 2025. Status hukum keduanya kini sudah inkrah.

Meski begitu, Muller Cs terus berupaya mempertahankan klaim melalui jalur administrasi dengan menggugat Disdukcapil Kabupaten Bandung di PTUN Bandung. Namun gugatan itu kini juga ditolak.

Warga Dago Elos berunjuk rasa menyambut kedatangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Dipatiukur, Bandung, Kamis, 19 September 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)
Warga Dago Elos berunjuk rasa menyambut kedatangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Dipatiukur, Bandung, Kamis, 19 September 2024. (Foto: Muhammad Akmal Firmansyah/BandungBergerak)

Dago Elos dan Pola Umum Konflik Agraria Urban

Konflik di Dago Elos mencerminkan pola konflik agraria di wilayah urban. Peneliti dari Agrarian Resource Center sekaligus mantan Komisioner Komnas HAM 2012–2017 Dianto Bachriadi menyatakan, tanah yang telah lama ditempati warga sering kali diklaim ulang saat nilainya meningkat.

“Biasanya, status hukum lahan tersebut cenderung abu-abu. Artinya, meskipun warga telah menempati tanah itu cukup lama, secara hukum formal tanah tersebut sering kali berstatus sebagai tanah negara atau eks tanah asing yang tidak lagi diurus oleh pemilik sebelumnya,” ujar Dianto, saat ditemui di Arcamanik, Kamis, 12 Juni 2025.

Ia menambahkan, warga seperti di Dago Elos sebenarnya berhak mengajukan kepemilikan lahan ke BPN jika telah menguasai tanah lebih dari 15 tahun tanpa sengketa.

Namun, Dianto juga menyoroti adanya keterkaitan antara konflik ini dengan proyek-proyek properti besar di sekitar kawasan Dago yang membutuhkan lahan kompensasi untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH).

“Karena proyek tersebut tidak memiliki cukup lahan, mereka mencoba menghubungkan proyeknya dengan kawasan Dago Elos. Yang menarik, keluarga Muller menjual lahan yang diklaimnya bahkan sebelum keputusan pengadilan keluar. Ini menunjukkan bahwa motif ekonomi mendasari semua langkah ini,” ungkap Dianto.

Baca Juga: Dago Elos Menang!
Sewindu Sudah Warga Dago Elos Turun ke Jalan, dari ...

Poster perlawanan warga Dago Elos di pabrik kina Kimia Farma, Bandung, 11 Oktober 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Poster perlawanan warga Dago Elos di pabrik kina Kimia Farma, Bandung, 11 Oktober 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Mafia Tanah dan Mafia Peradilan

Dianto menilai, pengadilan sering kali menjadi medan dominasi kekuatan modal. Menurutnya, mafia tanah dan mafia peradilan kerap berjalan seiring dalam konflik agraria.

“Pengadilan menjadi arena utama dalam konflik pertanahan ini, karena di sanalah kekuatan uang sering kali berbicara. Umumnya, penggugat adalah pihak yang memiliki modal besar seperti pengembang atau perusahaan, dan mereka percaya diri menang karena memiliki dana untuk memengaruhi putusan,” jelas Dianto.

Ia menyayangkan bahwa dalam proses hukum Dago Elos, penguasaan fisik lahan oleh warga tidak mendapat pertimbangan penting. Putusan Peninjauan Kembali 1 lebih mengedepankan klaim pewarisan berdasarkan dokumen yang belakangan terbukti palsu.

“Hakim PK mengabaikan hak atas tanah dan kembali mengacu pada putusan PN yang mengedepankan klaim pewarisan,” katanya.

Meski demikian, Dianto menyarankan warga untuk segera mengajukan Peninjauan Kembali 2 dengan menjadikan vonis pidana sebagai novum. Ia menegaskan bahwa gugatan Muller di PTUN adalah hak sebagai warga negara, tetapi tidak menghapus fakta bahwa Muller telah divonis secara pidana.

“Jika hakim benar dalam membaca konteks hukum, maka tidak ada alasan untuk memihak Muller,” tegas Dianto.

Konflik Dago Elos menyingkap realitas kota yang sering kali tunduk pada kepentingan pemodal. Namun, keberanian dan keteguhan warga menjadi penyeimbang. Di tengah tekanan dan berlarut di pengadilan, mereka tetap bertahan, membawa semangat kolektif yang tak bisa dibeli.

Tagline yang mereka usung, “Dago Melawan, Dago Elos Sabubukna”, bukan sekadar seruan. Ia adalah pernyataan perlawanan terhadap sistem yang kerap menyingkirkan rakyat demi kapital.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//