• Cerita
  • Simpul Benang Kawan Difabel Bandung, Merajut Daya di Binong Jati

Simpul Benang Kawan Difabel Bandung, Merajut Daya di Binong Jati

Kampung rajut Binong Jati penuh mural artistik. Dari tangan kawan difabel, kampung wisata ini penuh warna dan harapan.

Ilustrasi. Mesin linking rajut, Bandung, 29 Oktober 2021. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah19 Juni 2025


BandungBergerak.id - Di atas kursi roda Nazmi Thalita menyapukan kuas berlumur cat ke dinding Gang Masjid Masjid, Binong Jati, Kota Bandung, Sabtu, 14 Juni 2025. Sesekali perempuan berhijab itu memperbaiki posisi rodanya untuk mengatur keseimbangan, lalu kembali tangannya menggoreskan kuas untuk melahirkan mural cantik.

Nazmi Thalita merupakan salah satu kawan difabel dari Merajut Asa Kita (Merakit) yang mengikuti kegiatan mural bersama warga Binong dan Komunitas Masihan Indonesia di kampung rajut tersebut. Akhir pekan itu menjadi momen istimewa baginya, karena ia turut tembok warga dengan beragam gambar dan warna.

Total bidang yang dimural 130 meter yang terdiri dari tembok dan benteng seng. Penggambaran sketsa dilakukan Komunitas Masihan Indonesia yang terbagi 3 fase. Di bagian finalisasi proses ini mendapat sambutan antusias warga dan kawan-kawan difabel.

Sehari-hari, Najmi biasa memilin benang rajut menjadi produk-produk keren. Tahun lalu menjadi awal pertemuan perempuan lulusan jurusan Seni Tari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) bergabung dengan Merajut Asa Kita yang memiliki program memberdayakan kawan difabel untuk berkarya dengan benang rajut. Mereka memproduksi aneka souviner, jaket, hingga dompet.

Nazmi awal mengenal komunitas Merakit saat mengikuti kegiatan seminar di sebuah hotel di Bandung. Seminar ini mempertemukan dia dengan teman difabel lain sampai akhirnya mereka bergabung dengan Merakit.

Kondisi difabel Nazmi terjadi karena kecelakaan setelah aktivitas menari. Insiden ini menyebabkan tulang belakangnya retak. Ia kemudian jatuh jatuh sakit dan didiagnosa paraplegia ---kondisi medis yang ditandai dengan kelumpuhan pada kedua tungkai bawah, biasanya mulai dari pinggang ke bawah.

Selama sakit, Nazmi harus melawan kegelisahan dan keputusasaan. Sekitar lima tahun setelah jatuh sakit, Nazmi menemukan cara membunuh kebosanan dengan belajar rajut secara otodidak. Seni keterampilan benang ini ibarat penawar dalam menguapkan kejenuhan.

“Daripada bosan, pada dasarnya saya senang aja sama seni. Merajut termasuk seni juga,” cerita Nazmi, sambil memegang kuas yang hendak diguratkan ke tembok, kepada BandungBergerak.

Merajut bukan hal baru baginya. Almarhum neneknya terampil merajut. Seni pemintalan benang ini memiliki kepuasan tersendiri. Dan merajut membuat semangatnya tumbuh.

“Awalnya saya mengeluh, karena biasa orang sakit emosional dan gak karuan. Merasa paling menderita tapi sebenarnya kan ada lebih dari kita, merajut itu tumbuh semangat, dan berkarya,” ujar Nazmi.

Dari hasil rajutan ia mendapatkan kepuasan tersendiri. Hasil kreasi tangannya ia diapresiasi. Orang-orang mulai membeli produk-produknya. Momen yang paling diingat oleh perempuan lulusan Seni Tari Angkatan 2014 ini saat ia memberikan hasil rajutannya pada musikus favoritnya, Fanny Soegi Bornean.

“Sempat kepikiran dengan kondisi sakit gini gak mungkin. Tapi merajut hasil produksinya bisa dijual juga bisa bantu-bantu orang tua. Yang terpenting orang bisa mengapresiasi karya kita, walaupun kita kekurangan orang-orang mau mengapresiasi kita,” imbuhnya.

Merajut Asa di Kampung Rajut Binong Jati

Gang Masjid di Kelurahan Binong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, merupakan lokasi Kampung Wisata dan sentra rajutan yang telah berdiri sejak tahun 1960-an. Kawasan ini hanya berjarak kurang dari dua kilometer dari Alun-Alun Kota Bandung. Sejak dahulu, Binong Jati dikenal sebagai tempat produksi beragam olahan rajutan seperti sweater, jaket, cardigan, rompi, dan syal. Semua produk dibuat secara manual dengan kualitas yang tetap terjaga dan harga yang terjangkau.

Selain menjadi pusat produksi, Kampung Wisata Binong Jati juga membuka kesempatan bagi wisatawan untuk terlibat langsung dalam kelas merajut bersama penyandang disabilitas. Gagasan ini berasal dari Elis Juarsih, seorang aktivis difabel yang fokus pada pembelaan hak-hak kaum disabilitas. Awalnya, ia mendapati bahwa beberapa kawan difabel memiliki keahlian merajut, namun kesulitan dalam memasarkan hasil karya mereka.

“Mereka hanya membuat-membuat, tapi cara pemasarannya tidak tahu harus ke mana. Barang-barang yang sudah jadi itu dipasarkan di sini (Kampung Binong Jati),” jelas Elis, Sabtu, 14 Juni 2025.

Merajut Asa Kita, program pemberdayaan yang diinisiasi Elis, telah berjalan selama tiga tahun. Saat ini, sepuluh orang penyandang disabilitas tergabung dalam program ini. Elis menyebutkan bahwa bagi peserta yang tidak memiliki bahan baku dan alat rajut, akan disediakan sarana yang dibutuhkan. Produk yang telah jadi kemudian diambil dan dipasarkan.

“Banyak dari teman-teman disabilitas itu pengguna kursi roda, sedangkan kursi roda itu mobilitasnya terbatas,” ujar Elis.

Produk yang dihasilkan telah menjadi bagian dari berbagai acara besar, termasuk Konferensi Asia Afrika, dalam bentuk merchandise seperti gantungan kunci, syal, tempat botol minum, tas selempang, dompet, hingga sepatu bayi.

“Bahkan sebagai merchandise untuk Konferensi Asia Afrika, mereka pesan produknya ke kami. Khusus buatan teman-teman difabel. Contohnya bisa dilihat di toko, itu semua buatan mereka,” jelas Elis.

Bagi sebagian penyandang disabilitas yang tidak bisa hadir langsung, proses berkarya tetap bisa dilakukan dari rumah. Elis menuturkan bahwa hasil penjualan produk membantu mereka memenuhi kebutuhan harian.

“Jadi sekarang alhamdulillah mereka bisa kita percayakan. Karena teman-teman disabilitas itu terbatas sekali, sedangkan kebutuhannya sangat tinggi. Bahkan ada yang tidak bisa bolak-balik ke kamar mandi, jadi harus pakai pampers seumur hidup. Nah, biaya itu ditopang dari pemberdayaan ini,” beber Elis.

Meski saat ini jumlah peserta Merajut Asa Kita baru mencapai sepuluh orang, Elis menegaskan bahwa pihaknya akan terus membuka kesempatan bagi lebih banyak kawan difabel.

“Kami sedang mulai merekrut teman-teman baru lagi, sebanyak-banyaknya. Tidak ada batasan,” ujarnya.

Baca Juga: Data Partisipasi Warga Difabel pada Pilwalkot Bandung 2018: Tingkat Partisipasi Capai 85 Persen
BERSAUDARA DALAM PERBEDAAN: Kawan-kawan Difabel dalam Pelukan Komunitas Seni

Ekonomi Kreatif dan Wisata Inklusif

Eka dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kampung Binong menjelaskan bahwa keterlibatan teman-teman difabel dalam kegiatan kampung wisata telah berlangsung sejak tiga tahun lalu. Produk kerajinan tangan mereka diminati pengunjung dan bahkan menjadi souvenir unggulan.

Selain sebagai pengrajin, para difabel kini juga berperan sebagai mentor bagi wisatawan yang mengikuti kelas merajut. Eka menyampaikan bahwa inovasi juga dilakukan dalam bentuk pengembangan bank sampah. Sampah plastik rumah tangga seperti botol minuman diolah menjadi benang yang digunakan dalam proses merajut.

“Karena harga benang makin mahal, kita coba recycle dari sisa produksi atau sampah rumah tangga. Yang tadinya sampah, sekarang jadi nilai—jadi value buat teman-teman difabel. Mereka bisa dapat penghasilan dari situ,” terang Eka.

Seni mural yang baru ini digelar di kampung rajut dan diikuti Nazmi dan kawan-kawan difabel lainnya, juga bagian dari upaya memperkenalkan Kampung Wisata Rajut Binong Jati yang digagas Masihan Indonesia, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang ekonomi kreatif.

Chief Executive Officer Masihan Indonesia Andika Fibio menyebut mural menjadi cara untuk mengenalkan kawasan ini yang telah memiliki homestay dan memberdayakan penyandang disabilitas.

“Ke depannya kita juga akan kolaborasi dengan teman-teman difabel, buat memberikan awareness tentang kemampuan mereka, treatment-nya seperti apa, dan sebagainya,” kata Andika.

Ia menambahkan bahwa wisata dan ruang inklusif menjadi prinsip yang diusung dalam pengembangan kawasan ini. “Teman-teman difabel juga mendapatkan wadah dan kesempatan yang sama seperti yang lainnya,” jelasnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//