• Berita
  • Koliber Melaporkan Dugaan Penyelewengan Dana Zakat dan Hibah Baznas ke KPK

Koliber Melaporkan Dugaan Penyelewengan Dana Zakat dan Hibah Baznas ke KPK

Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (Koliber) mendesak KPK mengusut dugaan korupsi di Baznas Jabar. Koalisi juga menuntut perlindungan terhadap Whistleblower.

Ilustrasi. Korupsi merusak masa depan bangsa. (Ilustrator: Bawana Helga Firmansyah/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah24 Juni 2025


BandungBergerak.id - Dugaan penyelewengan dana zakat dan hibah senilai total 13,3 miliar di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Jawa Barat kini tengah ditelaah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (Koliber) juga mendesak KPK untuk segera mengusut tuntas dugaan tersebut dan menghentikan kriminalisasi terhadap pelapor, eks pekerja Baznas Jabar, Tri Yanto.

Sebelumnya diketahui, Mantan Auditor Baznas Jabar ini dilaporkan ke polisi dengan tuduhan akses ilegal dan penyebaran dokumen rahasia, setelah Tri melaporkan penyalahgunaan dana zakat 9,8 miliar rupiah serta dana hibah sekitar 3,5 miliar rupiah di lingkungan Baznas Jabar.

Kepala Divisi Advokasi dan Jaringan LBH Bandung M Rafi Saiful Islam mengatakan, saat ini pihaknya mengajukan permintaan klarifikasi resmi kepada KPK disertai tenggat waktu mengenai penelaahan laporan. LBH Bandung, lanjut Rafi, tengah mengumpulkan bukti berupa dokumen aliran dana dan kesaksian. Apabila ditemukan keterlibat pihak lain, pihaknya juga akan melaporkan mereka sebagai pelaku turut serta sesuai Pasal 20 UU Tipikor.

Saat ini, LBH Bandung tengah mengajukan perlindungan untuk Tri Yanto berupa pendampingan hukum di setiap tahap pemeriksaan, juga permohonan perlindungan terhadap LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). “LBH Bandung sedang memproses permohonan perlindungan resmi ke LPSK,” kata Rafi, saat dihubungi BandungBergerak, Jumat, 20 Juni 2025.

Pelaporan terhadap Tri Yanto dalam konteks pelaporan dugaan korupsi dinilai oleh Rafi sebagai disproporsional. Pelaporan ini merupakan bagian dari kewajiban publik dalam mendukung pemberantasan korupsi, sesuai Pasal UU tentang Whistleblower.

“LBH Bandung akan mengajukan eksepsi (keberatan) dan pledoi (pembelaan) di persidangan,” jelas Rafi.

Rafi mengatakan, pelaporan Tri Yanto terindikasi adanya pembelasan dendam. Terlihat dari ada pelaporan balik (counter-reporting) yang mengindikasikan upaya kriminalisasi. Waktu pelaporan yang berdekatan dengan pengaduan Tri Yanto ke polisi memperkuat indikasi ini.

Baca Juga: Duduk Perkara Kasus yang Menyeret Mantan Auditor Baznas Jabar, Menjadi Tersangka Setelah Melaporkan Dugaan Korupsi
Koalisi Sipil Mengecam Kriminalisasi Dugaan Korupsi di Lembaga Publik Pengumpul Zakat, Baznas Jabar Membantah

Penggunaan Dana Operasional 

Salah satu dugaan penyelewengan dana zakat adalah pemotongan biaya opersional melebihi batas ketentuan 12,5 persen dari total zakat, yakni mencapai sampai 20 persen. Indonesia Corruption Watch Wana Alamsyah menjelaskan, Baznas Jabar telah melanggar peraturan Keputusan Menteri Agama No 606 tahun 2020 Bab 3, Poin 2K mengenai penggunaan hak amil dari dana zakat tidak melebihi 1/8 atau 12,5 persen dari total penghimpunan dalam setahun dan tidak terjadi pengambilan hak amil ganda dalam konteks penyaluran.

Wanna menyebut, dugaan penyelewengan zakat mencapai 9,8 miliar rupiah, berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit. Dana tersebut diduga digunakan untuk menyewa mobil mewah, perjalan dinas tak terbatas, sampai pengadaan fasilitas pribadi seperti laptop, ponsel, dan sopir pribadi untuk lima pimpinan Baznas Jawa Barat.

ICW melihat, beban sewa kendaraan tercatat melonjak 11 juta rupiah pada 2020 menjadi hampir setengah miliar rupiah pada 2020. Tidak hanya itu, terjadi kenaikan gaji sampai 121 persen selama tiga tahun terakhir. Dalam kisaran 2023 gaji honorarium 30 juta orang, belum termasuk tunjangan dan fasilitas lainnya.

Sementara dugaan penyelewengan dana hibah APBD Pemprov Jabar sebesar 3,5 miliar rupiah di BAZNAS Jabar terkait bantuan penanggulangan Covid-19 untuk masyarakat. ICW menduga terdapat bantuan tidak tersalurkan.

Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum menilai, penetapan tersangka mantan Auditor Baznas Jabar sebagai bentuk kriminalisasi. Tri Yanto seharusnya mendapatkan perlindungan justru ditetapkan sebagai tersangka dengan pasal 32 UU ITE. Langkah ini disebut sebagai bentuk kriminalisasi whistleblower.

“Penetapan TY sebagai tersangka merupakan bentuk kriminalisasi terhadap whistleblower dengan memanfaatkan pasal karet di UU ITE. Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada TY dan whistleblower lain. Perubahan sistemik juga harus dilakukan dengan memperketat tafsir di Pasal 32 UU ITE yang digunakan untuk mengkriminalisasi TY,” kata Nenden dalam keterangan resmi yang diterima BandungBergerak, Jumat, 20 Juni 2025.

Dari hasil audiensi dengan Koliber, KPK mengatakan turut prihatin dan menyayangkan atas kejadian yang menimpa mantan Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal. Kriminalisasi terhadap whistleblower tidak hanya mencederai keadilan, tetapi juga merusak prinsip transparansi, melemahkan akuntabilitas publik, dan mengancam partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi.

Koliber yang terdiri dari 12 Organisasi masyarakat sipil yang LBH Bandung, AJI Indonesia ada di dalamnya, menyerukan lima tuntutan: Mengusut tuntas dugaan korupsi 13,3 miliar rupiah di BAZNAS Jabar secara transparan; Menghentikan kriminalisasi TY dan memberikan perlindungan penuh; Memfokuskan penegakan hukum pada dugaan korupsi, bukan pelapornya; Menindak pejabat yang membocorkan identitas TY; Mereformasi UU ITE agar tak lagi menjadi alat kriminalisasi pelapor.

Sebelumnya, Wakil Ketua IV Bidang SDM, Administrasi, Umum dan Humas Achmad Faisal telah membantah laporan yang dilakukan Tri Yanto. Achmad menyatakan, lembaga zakat nasional ini telah mengalami audit investigatif tidak hanya oleh lembaga pengawas seperti Inspektorat Jabar, melainkan juga Audit Khusus oleh Divisi Audit dan Kepatuhan Baznas RI.

"(Hasil audit mengatakan) bahwa tidak ada pelanggaran syariah sesuai tuduhan yang bersangkutan," ujarnya.

Mengenai alasan pemecatan Tri Yanto, Achmad menjelaskan terjadi karena rasionalisasi dan tindakan indisipliner. Rasionalisasi itu menyebabkan banyak karyawan yang terpaksa diberhentikan. Tri sendiri telah mendapatkan surat peringatan (SP) selama dua kali.

Achmad juga menjelaskan, putusan persidangan di PHI menyebut pemecatan Tri sah dan pesangon yang besarnya 123 juta rupiah telah dibayar, sesuai dengan putusan pengadilan. Sebelumnya, Baznas Jabar sendiri menetapkan pesangon 46 juta rupiah. Demikian juga dengan putusan kasasi di Mahkamah Agung yang telah dibayarkan sepenuhnya.

Ia juga membantah telah melakukan pembocoran pelaporan yang dilakukan Tri. Permasalahan yang terjadi pada Tri Yanto dianggap bukan soal whistleblower, melainkan mengakses dokumen internal secara tidak sah dan menyebarkan kepada pihak-pihak yang tidak memiliki kepentingan dan grup-grup media sosial.

"(Tri Yanto) Beliau melaporkan kami ke berbagai media termasuk ke LSM dan Ormas, sehingga kami didatangi oleh ormas dan LSM dengan ancaman dan sebagainya. Tapi kami jawab dengan menyajikan fakta bahwa tidak ada pelanggaran hukum seperti yang dituduhkan," kata Achmad, di Kantor Baznas Jabar, Jalan Soekarno Hatta Bandung, Selasa, 27 Mei 2025.

Karena itu, menurut Achmad, Tri dilaporkan ke polisi dengan tuduhan mencuri data dan menyebarkannya. "Ada niat jahat karena data yang diambil diframing dan disebarkan ke pihak yang tidak kompeten. itu yang membuat kami tergerak (melaporkan), ini ada pelanggaran hukum," ujar Achmad.

Baznas Jabar, lanjut Achmad, tidak menghalanginya laporan yang dilakukan oleh Tri. Pihaknya siap menghadapi tuduhan secara transparan. Adapun status tersangka Tri, Achmad menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum.

"Buktikan kalau memang tidak bersalah. Bahkan proses praperadilan pun bisa ditempuh dengan baik," ujar Achmad.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//