RESENSI BUKU: Memahami Kegelisahan Kupu-kupu Malam dan Anaknya dalam Novela Seno Gumira Ajidarma
Seno Gumira Ajidarma dalam novela Marti & Sandra menampilkan kisah perempuan yang selalu dipinggirkan oleh kultur dan sistem kekuasaan.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah29 Juni 2025
BandungBergerak.id - Sebelum saya akilbalig, salah seorang tetangga rumah saya di Jalan Jamika, Bandung, pernah menyanyikan lagu "Kupu-kupu Malam" (1977) yang dinyanyikan ulang Peterpan sebelum nama band ini berganti menjadi Noah. Melalui petikan gitar dan suaranya yang agak merdu — saya tak berani menyebutnya fals — saya baru tahu bahwa "Kupu-kupu Malam", yang diciptakan dan dinyanyikan oleh mendiang Titiek Puspa, merupakan ungkapan lain untuk menyebut para pekerja seks komersial.
Istilah itu tentu tabu bagi saya waktu itu, sesuatu yang semestinya tidak dipertanyakan atau bahkan diucapkan oleh anak kecil yang belum duduk di kelas lima sekolah dasar. Namun, lirik lagu “Ini hidup wanita si Kupu-Kupu Malam” akhirnya saya tanyakan kepada orang rumah, dan saya pun kena marah.
"Kupu-kupu Malam" bisa dikatakan sebagai karya dalam khazanah budaya pop bertema subaltern pertama yang saya dengar. Yang kedua adalah lagu Iwan Fals berjudul "Doa Pengobral Dosa" (1981), yang saya kenal karena bapak sering memutarnya melalui VCD saat saya bersiap ke sekolah. Lirik dalam lagu ini terasa lebih dekat dan menyentuh, menyuarakan kegelisahan dan kegetiran: “Di sudut dekat gerbong yang tak terpakai, perempuan bermake-up tebal, dengan rokok di tangan, menunggu tamunya datang”.
Melalui dua lagu dari dua musisi legendaris ini, saya mulai mengenal karya bertema subaltern atau mereka yang termarjinalkan dan menjadi korban hegemoni. Kali ketiga saya menemui tema ini adalah saat membaca cerita pendek karya Seno Gumira Ajidarma yang kemudian dikembangkan menjadi novela berjudul Marti & Sandra (2022).
Novela yang terbagi dalam 20 bab ini merupakan pengembangan dari cerita pendek Seno berjudul "Pelajaran Mengarang" yang terbit di Harian Kompas tahun 1991. Cerita ini juga pernah diadaptasi menjadi skenario berjudul Ibuku Seorang Pelacur pada 1997 dan disunting menjadi bentuk prosa pada 2022.
Konon, cerpen “Pelajaran Mengarang” ini sempat diadaptasi menjadi film televisi yang dibintangi oleh Nikita Mirzani dengan judul "Ibuku Seorang P" — huruf "P" digunakan sebagai bentuk sensor mandiri karena kendala penyiaran kala itu. Sayangnya, saya belum sempat menonton film tersebut dan memilih menyelesaikan novela ini, yang beberapa hari belakangan menjadi teman pengantar tidur.
Kepolosan Sandra dalam Novela Seno Gumira Ajidarma
Marti & Sandra mengeksplorasi sisi kehidupan, cinta, dan kasih sayang melalui tokoh seorang ibu pekerja seks komersial bernama Marti dan anaknya. Sandra, sebagai anak kecil, digambarkan oleh Seno Gumira Ajidarma sebagai sosok polos dan bingung ketika guru di sekolah menyuruhnya menulis karangan tentang rumah dan keluarga.
Kepolosan Sandra dieksplorasi di sebelas bab buku ini. Dimulai dari bab pertama berjudul "Jakarta 1991", digambarkan bagaimana Sandra merasa seperti terbang bersama benda-benda angkasa yang dilihatnya menjelang tidur, hingga cerita tentang ibunya yang cantik dan menarik, dan bab “Pelajaran Mengarang” ketika Sandra yang duduk di kelas V kesulitan mengerjakan tugas dari ibu guru Tati.
Selama enam puluh menit, ibu guru Tati meminta murid-muridnya menulis karangan dengan memilih satu dari tiga tema: Keluarga Kami yang Berbahagia, Liburan ke Rumah Nenek, dan Ibu. Saat anak-anak lain lancar menulis, Sandra justru melamun menatap kertas kosong. Melalui alur mundur, Seno dengan apik menggambarkan moral anak dalam sosok Sandra. Dalam bab “Menyeret Celana Melorot”, Sandra setiap malam berpura-pura tidur sementara ibunya bekerja melayani laki-laki hidung belang.
Realitas ini menimbulkan pertanyaan dalam diri Sandra: siapa sosok ayahnya? Pertanyaan ini ditelusuri dalam bab "Papa" dan "Pangeran dan Putri". Dalam “Pangeran dan Putri”, Sandra dipaksa menelan kenyataan bahwa ia tidak memiliki figur ayah sebagai pangeran, seperti dalam dongeng yang dibacakan ibunya menjelang tidur.
Sandra, yang tinggal berdua bersama ibunya di rumah kontrakan, menganggap benda-benda seperti kondom sebagai balon. Ia kemudian berhasil menulis karangan tentang ibunya setelah memahami bahwa pekerjaan ibunya dilakukan demi masa depannya. Marti berpesan agar Sandra menjadi anak baik dan tidak mengikuti jejaknya. Kisah tentang Sandra ditulis secara dramatis oleh Seno, dan Sandra pun memberi judul karangannya: “Ibuku Seorang Pelacur.”
Mariam Ulfa dan Andaru Ratnasari (2023) dalam artikel berjudul Realita Kontingensi Moral Anak dalam Cerita Pendek Pelajaran Mengarang di Jurnal Guru Indonesia menyatakan, karya sastra ini merupakan cermin realitas atau mimesis. Dengan pendekatan mimetik, cerita Sandra menunjukkan bahwa moralitas anak bersifat relatif dan dinamis.
Sandra memperlihatkan realitas kontingensi moral anak dalam lingkungan sosial yang keras. Tumbuh tanpa figur ayah dan hidup di lingkungan lokalisasi membuatnya kesulitan memahami konsep keluarga bahagia sebagaimana digambarkan dalam tugas sekolah. Alih-alih menulis dengan imajinasi, Sandra tenggelam dalam kenyataan yang penuh kekerasan verbal, kemiskinan, dan prostitusi. Kisah Sandra juga memuat fragmen-fragmen moral, terutama nasihat Marti agar anaknya tidak mengikuti jejak hidupnya.
Baca Juga: RESENSI BUKU: Sebuah Buku yang Tidak Ditujukan untuk Malaikat dan Iblis
RESENSI BUKU: Membaca Buku Sejarah Dunia Seasyik Mendengarkan Dongeng Hebat
Menyelami Hati Marti sebagai Subaltern
Pendekatan mimetik juga terasa dalam penggambaran sosok Marti. Seno menggambarkan sisi lain dari Marti sebagai seorang ibu. Meski secara moral ia dipandang sebagai “pengobral dosa”, cinta yang Marti dambakan tidak sebatas tubuh. Dalam bab “Hatiku. Hatiku”, Seno menarasikan harapan Marti akan cinta sejati yang tak bisa dibeli.
Marti bahkan menolak ajakan menikah dari Alex, seorang pria kaya, karena ia tidak memiliki perasaan terhadapnya. Justru, Marti jatuh hati pada sosok pedagang biasa. Namun, cintanya tidak berbalas.
Penggambaran Marti dalam novela ini mengingatkan saya pada feature yang ditulis Sindhunata dalam buku Manusia dan Keseharian: Burung-Burung di Bundaran HI (2006). Dalam liputannya, Sindhunata menggambarkan cinta, kecemburuan, dan spiritualitas para pekerja seks di lokalisasi Kramat Tunggak. Liputan itu merekam mereka sebagai individu dengan latar belakang sosial-ekonomi yang sulit namun tetap manusiawi.
Demikian pula dengan Marti. Ia adalah suara lain dari mereka yang terpinggirkan — kelompok subaltern. Marti sebagai pekerja seks sering kali diposisikan sebagai objek komoditas ekonomi kapitalistik yang tak terdengar dalam sejarah dominan. Seno mencoba menyuarakan pengalaman dan perjuangan subaltern melalui karya sastranya.
Posisi subaltern perempuan terbentuk dalam sejarah panjang feodalisme, kolonialisme, dan kapitalisme, khususnya terkait industri prostitusi di Indonesia. Menurut Mudjiyanto, Launa, dan Lusinawati (2025) dalam artikel Fenomena Industri Prostitusi dalam Perspektif Subaltern yang dimuat di JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan), ketiga sistem tersebut menciptakan struktur kekuasaan yang meminggirkan perempuan dan membuat mereka rentan terhadap eksploitasi.
Konsep subaltern sendiri, menurut ketiga penulis tersebut, pertama kali diperkenalkan oleh Antonio Gramsci untuk merujuk pada kelompok-kelompok inferior dalam masyarakat yang menjadi objek hegemoni kelas penguasa — seperti petani, buruh, pedagang kecil, dan pekerja informal. Dalam novela Seno, Marti adalah perempuan dari kelas bawah yang diposisikan sebagai entitas subaltern yang tak bersuara dalam struktur sosial.
Prostitusi dalam novela ini tidak semata dilihat dari perspektif moral, tetapi juga sebagai fenomena sosial yang berakar pada sejarah panjang dan dinamika kekuasaan yang menindas perempuan subaltern di Indonesia.
Singkatnya, Marti & Sandra adalah representasi sastra dari realitas sosial yang sering enggan diakui oleh sejarah dominan. Ketika sejarah bungkam, maka sastra dan musiklah yang bersuara.
Informasi Buku:
Judul buku: Marti & Sandra
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tanggal terbit: 2022
ISBN: 978-623-346-509-0
Halaman: vi + 146 halaman.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB