Pembongkaran Teras Cihampelas akan Merugikan Pedagang Kecil dan Pemubaziran Anggaran
Para pedagang kaki lima (PKL) menolak wacana pembongkaran Teras Cihampelas. Mereka memiliki usulan agar Teras Cihampelas tidak mubazir berkali-kali.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah4 Juli 2025
BandungBergerak.id - Sudah jatuh tertimban tangga, begitulah nasib para pedagang kaki lima (PKL) saat mendengar kabar Teras Cihampelas diwacanakan dibongkar. Ira Rahayu (50 tahun) salah satunya. Dulu di awal pembangunan, Ira dipindahkan ke atas Teras Cihampelas. Padahal ia sudah 25 tahun menjadi PKL di Jalan Cihampelas. Kini, setelah 8 tahun berjualan di atas Teras Cihampelas, ia mendapat kabar tak sedap tentang pembongkaran itu.
Awalnya Ira optimis berjualan di atas Teras Cihampelas. Saat pertama kali diresmikan skywalk atau pedestrian ini viral dan dibangga-banggakan Kota Bandung. Namun, seiring waktu bergulir Teras Cihampelas semakin sepi ditinggal pejalan kaki atau pengunjung. Infrastruktur raksasa yang dibangun dengan uang puluhan miliar dari APBD seperti mati segan hidup tak mau.
Keberadaan Teras Cihampelas bahkan dikeluhkan oleh para pengguna jalan di bawahnya. Benda-benda sering berjatuhan dari atas teras setinggi 4,6 meter dari permukaan jalan. Fasilitas publik yang dibikin untuk mengurangi kemacetan itu juga dituding menjadi penyebab kemacetan dan kekumuhan, bahkan dianggap sebagai warisan dari rezim sebelumnya.
Keberadaan Teras Cihampelas kontroversi sejak awal. Ia menggusur suasana khas Jalan Cihampelas yang dulu cukup asri dengan nuansa patung-patung di film kartun, seperti Batman dan Spiderman.
Menurut Ira, suasana ramai Teras Cihampelas hanya terjadi tiga tahun pertama setelah diresmikan Wali Kota Ridwan Kamil. Pagebluk Covid-19 menyebabkan situasi berubah dratis. Setelah itu sampai sekarang, pedestrian ini seperti bangunan mangkrak.
Sekarang, jalur skywalk sepanjang 450 meter hanya disinggahi satu dua pembeli, satu dua yang lewat, dan sisanya cuma duduk-duduk dengan membawa makanan sendiri. “Sekarang mah beda sama dulu. Kalau dulu rame, sekarang cuma jadi tempat buang sampah,” ujar Ira dengan nada miris, saat ditemui wartawan, Kamis, 3 Juli 2025.
Memang, Ira tidak dipungut biaya sewa selama dagang di Teras Cihampelas. Walaupun demikian, pendapatannya sangat tidak menentu. Minimnya akses, fasilitas, dan promosi membuat pendapatan para pedagang di Teras Cihampelas bergerak mundur.
Untuk kebutuhan darurat Teras Cihampelas, mereka urunan melalui koperasi pedagang. Dari total 192 kios yang tersedia di Teras Cihampelas, kini hanya sekitar 30 unit kios yang masih digunakan oleh para PKL. Selebihnya, kosong atau tutup. Sebagian pelapak memilih kembali berjualan di bawah Teras Cihampelas.
Ira menyayangkan dengan wacana pembongkaran Teras Cihampelas. Ia berharap pemerintah membuat solusi lain selain membongkar.
“Menyayangkanlah. Harusnya dibantu cari solusi, bukan malah mau ditutup. Kan Teras Cihampelas ini satu-satunya yang tersisa di Bandung. Kenapa nggak diperbaiki saja? Kasihan PKL yang enggak punya tempat. Kami sudah berjuang di sini delapan tahun. Lewat susah, senang, hujan besar, nggak laku. Ini berat,” tutur Ira.
Usulan Para Pedagang
Selain Ira, para pedagang lainnya di Teras Cihampelas gusar mendengar wacana pembongkaran yang disarankan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Ketua Koperasi Pedagang Teras Cihampelas Edo mengatakan, masalah yang dihadapi Teras Cihampelas perlu dikaji para ahli. Ia menyayangkan bangunan yang memakan biaya puluhan miliar rupiah dari uang rakyat akhirnya malah dibongkar. Ia berharap, Teras Cihampelas masih bisa diselamatkan secara fungsi.
“Kalau sekarang mau dihilangkan begitu saja, itu jadi kemubaziran. Menghilangkan aset itu juga kan perlu biaya. Bisa jadi, biaya bongkar sama dengan biaya membangun. Dari kami selaku pedagang yang juga mengelola, kami melihat tempat ini masih bisa diselamatkan secara fungsi,” jelas Edo, kepada BandungBergerak, Kamis, 3 Juli 2025.
Sebagai gambaran, biaya pembangunan Teras Cihampelas mencapai total sekitar 74 miliar rupiah. Anggaran tersebut termasuk pembangunan tahap pertama 48 miliar rupiah, tahap kedua sekitar 23 miliar rupiah, dan rehabilitasi sekitar 3 miliar rupiah pada tahun 2023.
Edo tidak sepakat dengan tudingan Teras Cihampelas mangkrak. Tempat ini masih dimanfaatkan untuk berjualan, olahraga, dan lainnya. “Kalau bicara soal tidak digunakan, ya mungkin itu berlaku buat rumah kosong, nyaris roboh, atau tidak aman. Tapi Teras ini, sampai hari ini, masih bisa dipakai kok,” tukas Edo.
Edo juga tidak terima Teras Cihampelas sebagai biang kemacetan. Cihampelas adalah kawasan wisata belanja yang tidak bisa menghindar dari kemacetan.
Ia berharap ada solusi yang saling mendukung, bukan main bongkar saja. Ia yakin Gubernur Jabar punya niat baik, ingin kota-kotanya tidak kumuh dan macet. “Tapi kita perlu cari solusi yang tidak merugikan pihak mana pun,” ujarnya.
Alih-alih dibongkar, Edo menyatakan bahwa Teras Cihampelas membutuhkan rehabilitasi dan pembinaan. Dari sejak dibangun tahun 2017 sampai sekarang, Teras Cihampelas belum mengalami perbaikan signifikan.
Perlu diingat, Teras Cihampelas merupakan ladang bergantung bagi para pedagang kecil. Mereka punya istri dan anak yang masih sekolah dan mengandalkan hidup dari hasil jualan. “Mereka itu bertahan hidup di sini. Jadi wajar kalau bereaksi, protes. Kami sedih, setelah berjuang, malah ada usulan pembongkaran,” sebut Edo.
Usul lain, kata Edo, Teras Cihampelas bisa menjadi etalase UMKM dan pusat kebudayan. Menurutnya, Teras Cihampelas sudah menjadi ikon Kota Bandung dengan konsep unik. Jika didukung anggaran dan perhatian, ia yakin Teras Cihampelas bisa jadi pusat budaya Jawa Barat yang menarik wisatawan.
“Dari awal, kami selaku pengurus sudah menyebut Teras Cihampelas ini sebagai ikon Kota Bandung. Sayangnya, karena ini peninggalan kepala daerah sebelumnya, jadi narasinya malah jadi politis. Padahal menurut kami, jabatan itu melekat, dan harusnya dilanjutkan, bukan malah dihentikan hanya karena bukan proyek sendiri,” jelasnya
Baca Juga: Lupakan Teras Cihampelas
Pedagang Kurang Diperhatikan, Teras Cihampelas Memprihatinkan
Dibongkar Sayang, Ditenderkan Gagal
Ketua DPRD Kota Bandung, Asep Mulyadi, menegaskan bahwa rencana pembongkaran Teras Cihampelas harus didahului dengan kajian mendalam yang melibatkan para ahli tata kota dan planologi. Ia menyebutkan, di Kota Bandung banyak ahli yang bisa diajak berdiskusi untuk menentukan langkah terbaik.
"Ini perlu ditanyakan kepada para ahli tata kota seperti apa baiknya ke depannya untuk Teras Cihampelas," kata Asep dalam keterangan resmi, Jumat, 4 Juli 2025.
Ia juga menyadari adanya pro dan kontra mengenai pembongkaran, tetapi mendorong agar solusi terbaik tetap dicari. Menurutnya, ikon kota tidak harus dihapus, melainkan disempurnakan jika masih memungkinkan.
Sementara itu, rencana rehabilitasi Teras Cihampelas yang diupayakan oleh Pemerintah Kota Bandung menemui jalan buntu. Berdasarkan data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bandung, tender proyek rehabilitasi senilai 3,9 miliar rupiah dinyatakan gagal. Tender yang diadakan oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga ini tidak menghasilkan satu pun pemenang dari 63 peserta.
Tender yang masuk dalam Rencana Umum Pengadaan APBD 2025 itu menggunakan metode pascakualifikasi satu file dengan sistem gugur harga terendah. Meski terbuka untuk usaha kecil dengan izin usaha di bidang konstruksi jembatan dan flyover, tidak ada peserta yang lolos evaluasi penawaran.
Kegagalan tender ini menjadi pukulan bagi para pedagang kaki lima yang masih bertahan di Teras Cihampelas. Mereka berharap rehabilitasi bisa mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi selama bertahun-tahun, mulai dari menurunnya jumlah pengunjung, kerusakan fasilitas, hingga isu pembongkaran.
Dalam penelitian yang dipresentasikan oleh Yuli Astutik dan Qomarun dari Universitas Muhammadiyah Surakarta pada seminar ilmiah arsitektur SIAR V tahun 2024 disebutkan, Teras Cihampelas belum sepenuhnya berfungsi sebagai ruang publik yang bermakna atau placemaking.
Penelitian tersebut mengungkapkan beberapa persoalan seperti aksesibilitas yang minim, kenyamanan pengunjung yang rendah, dan penggunaan ruang yang tidak optimal. Masalah akses meliputi area parkir dan navigasi yang membingungkan, minimnya pengawasan keamanan, serta kurangnya akses untuk penyandang disabilitas.
"Tangga sebagai akses menuju Teras Cihampelas itu sendiri menjadi bahan pertimbangan bagi pengguna karena harus menaiki lalu menuruni tangga kembali," tulis mereka dalam makalah yang dipublikasikan dan diakses pada Jumat, 4 Juli 2025.

Gagal sejak Awal
Jejen Jaelani, dosen di Institut Teknologi Sumatera dan penulis buku Semiotika Kota: Pertarungan Ideologis di Ruang Urban, menilai bahwa Teras Cihampelas sudah bermasalah sejak awal, terutama dari segi konsep pembangunan.
Ia menyoroti penamaan Teras Cihampelas sebagai skywalk yang dinilai tidak tepat karena tidak menghubungkan satu titik dengan titik lainnya sebagaimana fungsi skywalk pada umumnya. Ia membandingkannya dengan skywalk di Shinjuku, Tokyo, yang menjadi bagian dari infrastruktur mobilitas publik.
Menurutnya, Teras Cihampelas tidak menjadi bagian dari jalur mobilitas warga kota karena tidak menghubungkan lokasi strategis apa pun.
Jejen juga menilai bahwa upaya menjadikan Teras Cihampelas sebagai solusi relokasi pedagang kaki lima tidak berjalan efektif. Ia mencatat bahwa sepinya pengunjung membuat pedagang mengalami kerugian dan memilih kembali berjualan di trotoar yang lebih ramai.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pedagang tidak memiliki pilihan lain karena mereka tidak dapat menutupi pengeluaran jika tetap bertahan di Teras Cihampelas.
Pada awal peresmiannya tahun 2017, Teras Cihampelas sempat menjadi daya tarik wisata karena menawarkan tempat yang instagramable. Bahkan, Teras Cihampelas sempat masuk nominasi Anugerah Pesona Indonesia 2017 untuk kategori Tujuan Wisata Baru Terpopuler.
Namun, menurut Jejen, seiring waktu daya tarik tersebut menurun. Akses parkir bus yang sulit dan kemacetan lalu lintas membuat pengunjung lebih memilih menghabiskan waktu di pusat pertokoan atau mal di kawasan Cihampelas.
Jejen mempertanyakan prioritas Pemerintah Kota Bandung dalam menangani Teras Cihampelas. Ia menyebut masih banyak persoalan yang lebih mendesak dan menyentuh kebutuhan dasar warga kota.
Ia menyoroti banjir yang menjadi ancaman rutin, penerangan malam hari yang buruk, jalan rusak di berbagai ruas, pengelolaan sampah, hingga stagnasi transportasi publik di tengah kemacetan yang semakin parah.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB