• Kolom
  • CERITA DARI MEDIA CETAK LAWAS #1: Mahasiswa Indonesia, Lentera Kritis dari Bandung yang Membakar Zaman

CERITA DARI MEDIA CETAK LAWAS #1: Mahasiswa Indonesia, Lentera Kritis dari Bandung yang Membakar Zaman

Mingguan Mahasiswa Indonesia menjadi simbol keberanian anak muda dalam memperjuangkan demokrasi dan keadilan sosial. Melampaui batas kampus dan kota kelahirannya.

Kin Sanubary

Kolektor Koran dan Media Lawas

Mahasiswa Indonesia terbit dari Bandung, mulai 1966 bertahan hingga Peristiwa Malari tahun 1974. (Foto: Kin Sanubary)

5 Juli 2025


BandungBergerak.id – Di tengah riuh rendah peralihan kekuasaan dan ketegangan sosial-politik era 1960-an, sebuah suara tajam dan berani muncul dari Bandung. Mahasiswa Indonesia, sebuah surat kabar mingguan yang terbit pertama kali pada 1966, hadir bukan sekadar untuk menyampaikan berita, tetapi untuk menggelorakan perubahan. Ia adalah corong kaum muda, alat perjuangan pemikiran, dan simbol perlawanan terhadap ketidakadilan.

Sejak edisi-edisi awalnya, Mahasiswa Indonesia sudah menampakkan wajahnya yang tegas dan kritis. Koran ini tidak segan mengkritik kebijakan negara, baik pada masa akhir Orde Lama maupun di awal bangkitnya Orde Baru. Ia bukan hanya menjadi media kampus, tetapi berkembang sebagai kekuatan moral yang berani menggugat arah kebijakan nasional.

Namun sikap kritis itu menuai risiko besar. Puncaknya terjadi setelah Peristiwa Malari pada 15 Januari 1974 yaitu sebuah demonstrasi besar-besaran yang berujung kerusuhan. Pemerintah menuding Mahasiswa Indonesia sebagai salah satu pemicu instabilitas dan mencabut izin terbitnya lewat Surat Keputusan Kopkamtib. Dengan begitu, lembar terakhir koran ini pun tercetak.

Mingguan Mahasiswa Indonesia, surat kabar legendaris yang lahir dari dinamika politik pasca 1965. (Foto: Kin Sanubary)
Mingguan Mahasiswa Indonesia, surat kabar legendaris yang lahir dari dinamika politik pasca 1965. (Foto: Kin Sanubary)

Baca Juga: Orang-orang Koran
Membedah Mitos Netralitas Media, Jurnalisme Memiliki Kewajiban untuk Berpihak Kepada Kepentingan Publik
“Media Silencing” dan Distopia Kebebasan Pers di Era Prabowo

Bertahan Satu Dekade

Meskipun hanya bertahan selama kurang dari satu dekade, pengaruh Mahasiswa Indonesia dalam sejarah pers dan pergerakan mahasiswa sangat besar. Ia menjadi simbol keberanian generasi muda dalam memperjuangkan demokrasi dan keadilan sosial, melampaui batas kampus dan kota kelahirannya. Tak hanya terbit dan beredar di Bandung, tetapi menyebar ke seluruh penjuru tanah air.

Di bawah arahan tokoh-tokoh progresif seperti Riyandi S., Awan Karmawan Burhan, dan Iwan Ramelan (dikenal pula sebagai Rahman Tolleng), surat kabar ini tampil dengan gaya penyajian yang lugas, kritis, dan menyala. Isi-isinya mengusung semangat kemanusiaan, nasionalisme, dan kebebasan berpikir.

Tiras yang terus meningkat pun menjadi bukti sambutan pembacanya. Pada tahun 1966 Mahasiswa Indonesia dicetak 10.000 eksemplar; tahun 1968 dicetak 15.000 eksemplar; serta tahun 1972 dicetak 19.000 eksemplar.

Arsip dan kliping mingguan Mahasiswa Indonesia banyak dicari oleh sejarawan, peneliti dan penggiat demokrasi. (Foto: Kin Sanubary)
Arsip dan kliping mingguan Mahasiswa Indonesia banyak dicari oleh sejarawan, peneliti dan penggiat demokrasi. (Foto: Kin Sanubary)

Pertumbuhan ini mencerminkan betapa besar dahaga masyarakat terutama kalangan muda, akan media yang jujur dan berani.

Setiap minggunya, Mahasiswa Indonesia menyajikan rubrik-rubrik tajam dan reflektif, antara lain: Editorial, Corat-coret, Opini Pers, Hati Nurani Rakyat, Percakapan Minggu Ini, Universitaria,

Indonesiana, Dunia Kita Kaleidoscope, dan Nik Nok (rubrik karikatur satir).

Rubrik-rubrik ini menjadi ruang aktualisasi pemikiran progresif dari tokoh-tokoh muda seperti Wiratmo Soekito, Wildan Jatim, Mar’ie Muhammad, Sampurno, Soeharsono Sagir, Saworno Kusumaatmadja, dan aktivis Angkatan '66 lainnya.

Halaman muka Mahasiswa Indonesia bersama penulis. (Foto: Kin Sanubary)
Halaman muka Mahasiswa Indonesia bersama penulis. (Foto: Kin Sanubary)

Warisan Tak Tertulis, Semangat yang Terus Hidup

Kini, Mahasiswa Indonesia mungkin hanya tersisa dalam kliping tua, rak arsip, dan ingatan generasi pendahulu. Namun semangat yang pernah dibawanya masih relevan dan dibutuhkan: semangat untuk bersuara, mempertanyakan, dan memperjuangkan keadilan.

Ia mengingatkan kita bahwa kebebasan pers bukanlah hadiah dari penguasa, melainkan hasil perjuangan yang tak henti. Ia menjadi teladan bagi media alternatif dan gerakan mahasiswa masa kini, yang juga tengah berjuang menghadapi tantangan zaman.

Dengan menengok kembali lembar-lembar Mahasiswa Indonesia, kita menyalakan kembali api keberanian, menyambung napas perjuangan, dan meneruskan cita-cita akan Indonesia yang lebih adil, terbuka, dan demokratis.

 

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//