• Narasi
  • Kisah Suka Cita Menyambut Bung Karno Keluar dari Penjara Sukamiskin

Kisah Suka Cita Menyambut Bung Karno Keluar dari Penjara Sukamiskin

Kabar bakal bebasnya Bung Karno menyebar di berbagai media massa Indonesia dan Belanda. Pleidoi “Indonesia Menggugat” dalam bahasa Belanda diterbitkan menjadi buku.

Zaki Fathurohman

Bandung Warga Biasa

Sukarno muda di depan pengadilan Lanraad di Bandung. (Koleksi KITLV 142737, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

7 Juli 2025


BandungBergerak.id – Tepatnya pada 31 Desember 1931, Sukarno atau Bung Karno bebas dari jeruji besi Sukamiskin Bandung, setelah melewati 2 tahun masa penjara. Sebelumnya, Bung Karno ditangkap pemerintah kolonial Belanda pada Desember 1929, ketika berkeliling rapat umum di Solo dan Yogyakarta atas tuduhan ujaran kebencian. Setelah sempat dikurung di penjara orang gila Yogyakarta, Bung Karno dan rekan-rekan seperjuangannya diangkut ke Bandung, untuk ditahan di penjara Banceuy. Delapan bulan dalam penjara sempit Blok F nomor 5, Bung Karno baru dibawa ke pengadilan pada 18 Agustus 1930. Sesudah melewati 19 kali persidangan, Bung Karno menulis pleidoi yang terkenal itu. Pleidoi atau pidato pembelaan “Indonesia Menggugat” dikemukakan Bung Karno pada hari Selasa, 2 Desember 1930. Kemudian masih pada bulan yang sama, pengadilan Landraad Bandung menjatuhkan vonis 4 tahun penjara. Dari penjara Banceuy, Bung Karno pun dipindahkan ke penjara Sukamiskin Blok Timur Atas kamar nomor 1. Pidato pleidoi Bung Karno itu sendiri menggugah banyak pihak di antaranya untuk menyoroti dan mengkritik pengadilan politik terhadap Bung Karno. Akhirnya pada September 1931, ditetapkanlah pengurangan hukuman Bung Karno hingga menjadi 2 tahun. Kabar bakal bebasnya Bung Karno pun menyebar di berbagai media massa Indonesia dan Belanda.

Saat itu Bung Karno sudah menjadi tokoh nasional. Sebelumnya, sejak belia, ia mengikuti Haji Oemar Said Tjokroaminoto berkeliling sebagai pemimpin organisasi multietnis pertama yakni Sarekat Islam (SI). Tak kurang 500 tulisan telah dimuat surat kabar Oetoesan Hindia milik SI. Dilanjutkan saat kuliah di Bandung, Bung Karno membentuk dan menggerakkan klub studi, serta tetap menulis di berbagai media massa. Di media Bandera Islam yang juga milik SI, Bung Karno dan Mr. Sartono (kelak menjadi salah satu pengacaranya dalam pengadilan Bandung) pernah mengampu kolom khusus. Bung Karno juga turut membidani dan memimpin media sendiri seperti Soeloeh Indonesia Moeda, Persatoean Indonesia, dan Fikiran Ra’jat. Menyambungkan kerja intelektual dengan kerja politik, Bung Karno pun turut mendirikan Partai Nasional Indonesia, berkeliling menyapa massa rakyat. Demikianlah Bung Karno melakukan komunikasi intelektual dan politiknya melalui literasi tulisan dan orasi lisan. Tak heran, sebagai tokoh muda nasional, kabar bakal bebasnya Bung Karno mendapat sambutan gembira dari berbagai elemen pergerakan nasional di berbagai penjuru tanah air.

Di antaranya surat kabar Bintang Timur edisi 4 Desember 1931, memuat berita dari Sumatera Barat. Di sana terdapat organisasi Persatuan Muslimin Indonesia (PMI) yang terbentuk dari lembaga pendidikan Sumatera Thawalib. Disebutkan dalam berita, bahwa PMI bagian putri di kota Padang berencana merayakan bebasnya Bung Karno dengan menggelar suatu tabligh besar (kini biasa disebut tablig akbar). Tabligh besar rencananya dilaksanakan di ruangan sekolah Thawalib Pasa Gadang Padang, "guna menyambut dan meng(g)embirakan hari keluarnya seorang penganjur Indonesia yang sudah lama dalam pertapaannya."

Tak hanya itu, PMI juga mengemukakan akan mengirimkan hadiah berupa keris emas untuk Bung Karno. Keris emas tersebut akan dikirimkan ke tempat berlangsungnya Kongres Indonesia Raya di Surabaya yang akan diikuti Bung Karno. Kongres ini sendiri diselenggarakan pada tanggal 1-3 Januari 1932. Disebutkan dalam surat kabar yang sama, bahwa Bung Karno berangkat dari Bandung menggunakan kereta ekspres pada 31 Desember dan direncanakan keesokan harinya tiba di Surabaya pada 1 Januari 1932.

Baca Juga: Sukarno dan Bandung sebagai Kota Pemuda
Sukarno, Museum Penjara Banceuy, dan Kesunyiannya
Tarian Sunyi Menyusuri Jejak Sukarno di Bandung

Terbitnya Buku Indonesia Menggugat

Menjelang bebasnya Bung Karno pula, sejumlah media massa Belanda mengiklankan terbitnya buku pleidoi Indonesia Menggugat yang diterjemahkan jadi Indonesie klaagt aan! Buku ini dijual seharga f1.50 gulden dengan ketebalan 112 halaman. Penerbitnya adalah lembaga pers kaum buruh NV. Arbeiderspers berkedudukan di kota Amsterdam. Saat awal penerbitan, surat kabar Het Volk (15-12-1931) menyediakan harga diskon sebesar f1 gulden. Sedangkan saat Mei 1932, surat kabar Het Indische volk memuat iklan toko buku yang beralamat di Heveaweg Meester-Cornelis (kini Jalan Dempo, Pegangsaan, Jakarta) dan Gang Holle, Batavia Centrum (Jalan H. Agus Salim, Menteng, Jakarta) sudah memasang harga f1.75 gulden.

Karena diterjemahkan dari bahasa Melayu, dalam rubrik “Boeken” (Buku), De proletarische vrouw edisi 6 Januari 1932 mengutipkan kata pengantar dari penerjemah “bahwa keindahan bahasa-(Melayu)nya telah hilang, tapi walau sekadar melalui terjemahannya pun Sukarno tetap menyala. Suaranya dapat didengar walau dalam banyak kutipan, yang sepatutnya menaikkan nilai dan otoritas buku ini di mata Barat! Inilah suara manusia Indonesia yang melakukan pembelaan dan gugatan.” Selain itu, Cornelis de Dood (1892-1965) dalam resensinya yang tersebar di De bode (02-01-1932), De transport-arbeider (09-01-1932) dan De fabrieksarbeider (16-01-1932) menulis bahwa pidato Indonesia Menggugat adalah “sebuah pembelaan yang besar dan kuat, sadar dan tulus. Terutama: penuh kebanggaan. Bukan bangga yang disertai keangkuhan, egoisme kesombongan dan penuh prasangka. Tidak, melainkan kebanggaan dengan kesadaran diri yang penuh ketundukan. Ini adalah kebanggaan yang lahir dari ketundukan yang rendah hati pada ide yang luhur. Kebanggaan yang membuat si tertindas menjelma hebat untuk zaman dan sejarahnya.” Tak hanya di media cetak, Indonesia Menggugat pun turut mengudara di radio. Seperti termuat dalam jadwal program Radio Hilversum Belanda yang dimuat surat kabar Het Vaderland (20-02-1932), bahwa pada pukul 3.40 sore ada “pembacaan buku Soekarno Indonesie klaagt aan”.

Demikianlah sekelumit sambutan atas keluarnya Bung Karno dari penjara Sukamiskin. Seperti kita ketahui dari sejarah, sukacita yang ada itu menjadi bagian dari perjalanan Bung Besar selanjutnya yang masih harus menempuhi liku-liku perjuangannya.

 

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//