Menyimak Pameran Kuasa Kata Konferensi Asia Afrika 1955 di Museum KAA
Kutipan atau kata-kata para delegasi Konferensi Asia Afrika 1955 dipamerkan di Museum Konferensi Asia Afrika, Bandung. Mengajak pengunjung menyelami kuasa kata.
Penulis Salma Nur Fauziyah8 Juli 2025
BandungBergerak.id - Museum Konferensi Asia Afrika menyajikan pameran cukup langka bertajuk “Kuasa Kata di KAA: Sketsa Sidang Komite (A Portrayal of Asian-African Solidarity)”. Pameran ini mengangkat Sidang Komite, agenda utama dalam Konferensi Asia Afrika tahun 1955, yang dibuka untuk umum sejak awal Juli hingga Agustus mendatang.
Kepala Museum KAA Noviasari Rustam menjelaskan, pameran ini merupakan pameran pertama yang mengangkat soal Sidang Komite. Sidang ini terbagi menjadi tiga pokok bahasan, yaitu politik, kebudayaan, dan ekonomi.
Selain menampilkan foto-foto suasana Sidang Komite, pameran menyajikan arsip-arsip digital (terkait sidang komite), pemutaran film yang baru digitalisasi, hingga media kreatif yang akan menampilkan pesan-pesan pengunjung. Semuanya bisa diakes tanpa dipungut biaya.
“Kita ingin pengunjung mengenal diplomasi ala KAA dan dari situ kita berharap, dengan cara-cara yang dilakukan selama sidang, para pengunjung bisa terinspirasi dan semangat untuk mengikuti,” harap Noviasari, pada pembukaan pameran, Senin, 7 Juli 2025.
Pameran mengusung konsep Wunderkammer atau Cabinet of Curiosities yang berkembang sekitar abad ke-16 atau ke-17, berupa lemari atau ruang yang menyimpan koleksi menakjubkan dan langka. Benda di dalamnya memantik orang bertanya-tanya, apa yang ada di balik sana. Rasa penasaran itulah yang ingin dipantik di pameran ini.
Umar Hadi, Plt Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri, mengatakan lewat tajuk ‘Kuasa Kata’ pameran ini mempertegas gagasan bahwa kata-kata memiliki kekuatannya sendiri, seperti tertuang dalam teks Proklamasi: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”.
Bagi sebagian orang saat ini, kalimat tersebut terkesan biasa. Tetapi dalam konteks zaman tersebut, sebuah kemerdekaan bukan sebuah hak sebuah bangsa. Menurut hukum internasional saat itu, untuk bisa merdeka, negara perlu izin terlebih dulu kepada penjajah.
Maka pemilihan kata atau diksi begitu penting. Kata ‘menyatakan’ dalam teks Proklamasi memberikan sebuah penegasan sikap bahwa hal yang dideklarasikan itu tindakan sepihak dan hak yang sepatutnya dimiliki oleh setiap negara.
“Karena inilah tindakan unilateral yang tidak perlu izin dari siapa pun,” terang Umar Hadi, dalam sambutan pembukaan pameran.
Baca Juga: Menuju Kawasan Konferensi Asia-Afrika sebagai Warisan Dunia
Kartini dan Semangat Kesetaraan dalam Refleksi 70 Tahun Konferensi Asia Afrika di Bandung

Tur Museum KAA
Pembukaan pameran dilanjutkan dengan tur pameran yang dipandu oleh Katon, Edukator Museum KAA. Dimulai dari area depan museum, ruang pamer utama, koridor menuju Gedung Merdeka, dan ruang galeri.
Sepanjang perjalanan, Katon menjelaskan tentang bagaimana para delegasi KAA 1955 menyampaikan kalimat-kalimat yang memperlihatkan kuasa negaranya masing-masing dan memperlihatkan solidaritas (kerja sama) yang terbentuk di antara mereka. Sistem musyawarah dan mufakat menjadi landasan Sidang Komite KAA 1955.
Di dinding koridor terpasang foto suasana sidang komite serta kutipan dari para delegasi peserta KAA. Ada satu tembok khusus yang menampilkan arsip koran yang memuat soal KAA 1955.
“Pikiran Rakyat saat itu juga memberitakan bagaimana Konferensi Asia-Afrika berlangsung. Terlihat bagaimana ketegangan (KAA) juga disampaikan di Pikiran Rakyat. Namun, Pikiran Rakyat maupun media massa lainnya juga memberikan dukungan-dukungan terhadap konferensi Asia Afrika,” tutur Katon.
Sebelum mencapai titik terakhir tur pameran, film dokumenter Bandung Speaks diputar di ruang Audiovisual. Film dokumenter berdurasi 14 menit keluaran Perusahaan Film Negara tahun 1955 ini menampilkan perdana menteri sedang memberikan pidato sambutan saat konferensi berlangsung.
Dalam ruang galeri, terdapat panel yang menjelaskan kegiatan Sidang Komite lebih detail. Lengkap dengan foto-foto yang menampilkan suasana sidang.
Pameran ini sebagai pengingat poin-poin yang diangkat dalam hasil KAA. Bagi Umar Hadi, lewat pameran masyarakat kembali diingatkan dengan kata ‘solidaritas’ yang merupakan salah satu intisari dari Dasasia Bandung.
“Ketegangan terjadi di mana-mana. Sementara pembangunan negara-negara berkembang menjadi terhambat karena orang sekarang pilih beli senjata daripada membangun ekonominya. Maka, tidak ada ada kata yang lebih relevan daripada kata solidaritas,” ungkap Umar Hadi.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB