Pelajaran Pahit Teras Cihampelas di Mata Tukang Gorengan, Melihah Proyek Pembangunan Tanpa Akar
Teras Cihampelas merupakan potret kegagalan pembangunan kota yang melindas memori dan imajinasi warganya. Pil pahit bagi pembangunan Kota Bandung.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah12 Juli 2025
BandungBergerak.id - Pembongkaran Teras Cihampelas hanya wacana. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung memilih merawat secara rutin skywalk sepanjang 450 meter di atas Jalan Cihampelas ketimbang merobohkannya. Keputusan ini disambut gembira oleh para pedagang, antara lain Dina Anugrah, penjual gorengan. Sebelumnya, para pedagang galau setelah menerima wacana pembongkaran yang dilontarkan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.
“Itu harapan semua pedagang sih. Soalnya ini bagi Sebagian pedagang menjadi tempat satu-satunya buat cari rezeki. Waktu sempat ada isu pembongkaran, banyak yang galau, mau cari penghasilan dari mana lagi?” kata Dina, ditemui BandungBergerak, Rabu, 9 Juli 2025.
Dina bercerita, ibunya sudah terlebih dulu jualan kaos di kawasan Cihampelas sekitar tahun 2009. Di awal pembukaan Teras Cihampelas oleh Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, para pedagang kaki lima (PKL) Jalan Cihampelas ditarik ke Teras Cihampelas. Namun, ibunya tidak mendapatkan kios.
Dina baru bisa berjualan di Teras Cihampelas awal Maret 2024, setelah ada program pemutihan yaitu kios-kios yang vakum karena pandemi Covid-19 bisa diisi oleh pedagang baru.
“Dulu saya juga pengen punya kios atas nama saya sendiri. Tapi enggak dapat. Padahal saya juga termasuk ibu-ibu pedagang yang udah lama. Sayangnya, banyak juga yang dari luar daerah, tiba-tiba bisa jualan di sini,” jelas Dina.
Perempuan berusia tiga puluh tahun ini berharap, kios-kios yang ada bisa direnovasi ulang dan ditambah berbagai fasilitas, misalnya ruang bermain anak agar pedestrian ini ramah anak. Ia optimistis Teras Cihampelas akan semakin ramai dan diminati wisatawan domestik.
Saat ini, sejumlah pedagang memilih menutup ruang dagangnya, beberapa di antaranya memilih kembali berjualan di bawah. Kondisi ini bermula ketika pandemi Covid-19.
Dina pun menyarankan agar pemerintah mengembalikan lagi para pedagang ke atas Teras Cihampelas.
“Kalau terus dibiarkan, orang-orang ya pasti belanjanya ke bawah. Padahal lahan untuk PKL udah disiapkan di atas. Kalau memang ada sanksi buat yang jualan sembarangan di bawah, ya harus ditegakkan. Biar adil juga buat semua pedagang,” tutur Dina.
Untuk meramaikan Teras Cihampelas, Dina menyarankan agar dibuat kegiatan yang menarik pengunjung. Jadi orang datang bukan cuma buat belanja, tapi juga buat ikut kegiatan.
Pedagang Teras Cihampelas Harus Dilibatkan Dalam Rencana Revitalisasi
Kelegaan juga dirasakan oleh Ketua Koperasi Pedagang Teras Cihampelas Edo. Menurutnya, selama ini Pemkot Bandung telah menerapkan kebijakan di jalur yang benar seperti pengamanan selama 25 jam, peningkatan pencahayaan, serta pengecetan ulang akibat vandalisme.
Edo menginginkan agar revitalisasi mendatang harus menyasar ke fasilitas-fasilitas dasar yang selama ini luput dari perhatian, seperti toilet, musala, kanopi yang bocor, rembesan air yang sering menetes ke jalan, lift, serta parkiran untuk pengunjung.
Dia juga menyoroti posisi Teras Cihampelas yang berada di dua kecamatan serta dua kelurahan. Menurutnya, hal ini menjadikan urusan pengelolaan menjadi kompleks. Diperlukan koordinasi serius di antara pemerintah kewilayahan. Mereka harus menganggarkan perawatan setiap tahunya.
Edo juga mendorong DPRD Kota Bandung untuk ikut mengawasi revitalisasi agar benar-benar sesuai dengan yang dijanjikan. Sementara dalam pelaksanaan revitalisasi, ia berharap ada keterlibatan dari para pedagang. Selama ini para pelaku usaha mendapatkan informasi ketika kebijakan sudah final.
“Ke depannya kami berharap bisa dilibatkan dalam FGD atau forum diskusi. Karena kami yang tiap hari beraktivitas di sini pasti tahu kondisi di lapangan,” jelas Edo.
Baca Juga: Bandung Sebagai Kota Paling Macet Nomor 1 di Indonesia, Menguras Waktu dan Sumber Penghasilan Warga
CERITA ORANG BANDUNG #91: Ina dan Rujak Teras Cihampelas, Susah Senang Ia Lakoni
Tidak Dibongkar tetapi Direnovasi
Pemkot Bandung memastikan Teras Cihampelas tidak akan dibongkar. Infrastruktur yang menelan dana APBD lebih dari 80 miliar rupiah ini akan direvonasi dan dirawat secara berkala. Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengatakan, keputusan itu diambil berdasarkan kajian hukum, teknis, dan pertimbangan nilai dan kemanfaatan aset publik.
Farhan menegaskan, renovasi besar yang tengah dilakukan di Teras Cihampelas bukan sekadar proyek fisik, tetapi sebagai amanat yang harus dijaga dengan sungguh-sungguh oleh para pemangku kebijakan.
“Ini bukan cuma proyek renovasi biasa. Teras Cihampelas adalah amanat yang harus dijaga. Kami ingin mengembalikannya ke fitrahnya: ruang publik yang nyaman, aman, dan benar-benar bisa dinikmati warga,” ujar Farhan, Sabtu, 12 Juli 2025.
Proses renovasi saat ini telah memasuki tahapan teknis. Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDAM) telah menunjuk perusahaan pelaksana serta mulai melakukan penutupan total kawasan selama 24 jam. Satpol PP diturukan untuk berjaga di lokasi, sementara aktivitas para pelaku usaha yang selama ini berjualan di kawasan Teras Cihampelas akan dipindahkan ke lokasi sementara.
Tulisan “Teras Cihampelas” juga akan diputar menghadap utara, bukan lagi ke selatan. Perubahan ini dianggap penting untuk menyeseuaikan arah pandang dengan alur pejalan kaki.
Dilakukan juga pengukuran ulang terhadap kekuatan konstruksi skywalk, untuk mengetahui kapasitas maksimum serta menjamin aspek keamanan pengunjung. Solusi jangka panjang lain yang akan dilakukan adalah membangun sistem gorong-gorong baru di sepanjang kawasan Cihampelas. Proyek ini diperkirakan akan memerlukan waktu sampai dua tahun.
Proyek Tanpa Akar
Teras Cihampelas diresmikan 2017 di era Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Pembangunan Teras Cihampelas bertujuan untuk menjawab solusi kemacetan dan penataan PKL. Skywalk dengan tinggi 4,6 meter itu dibangun terinspirasi dengan infrastruktur di luar negeri.
Namun, pembangunan Teras Cihampelas kerap diwarnai kritik dan kontroversi. Bahkan dalam debat politik Pilgub Jakarta 2024, Teras Cihampelas kembali jadi buah bibir. Bukan karena prestasi tata kota melainkan sang pengagas yang kala itu mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Jakarta ditanyai mengenai proyek skywalk itu. Sang pengagas hanya menjawab enteng. “Itu tugas Wali Kota berikutnya,” kata Ridwan Kamil.
Jawaban itu dinilai bukan hanya menghindar, melainkan mencerminkan sesuatu yang lebih mendalam yakni kegagalan membangun kota dengan jiwa. Kota bukan hanya tentang struktur dan beton. Kota merupakan memori, ekspresi rakyat, dan narasi visual yang hidup.
Elisa Sutanudjaja dari Rujak Center For Urban Studies dalam tulisan Dari Denim ke Beton: Pelajaran Pahit Teras Cihampelas mengatakan, jauh sebelum skywalk dibangun, Jalan Cihampelas dikenal sebagai kampung denim dengan karakter kuat. Kawasan ini menjadi simbol industri tekstil Bandung dan surga belanja jins sejak akhir 1980-an.
Elisa mengatakan, transformasi Cihampelas dari perumahan menjadi pusat denim terjadi pada tahun 1987, dimulai dari satu toko denim, kemudian diikuti toko lainnya. Para penguasa Bandung memanfaatkan kemampuan produksi teksil Bandung untuk membuka toko-toko yang menjual produk denim berkualitas dikarenakan lokasi Cihampelas sangat dekat pusat kota juga universitas.
Toko-toko jins di Cihampelas juga menyajikan pemandangan fantasi dengan membangun superhero dan fasad mencolok, seperti Rambo, Hulk, Spiderman, dan lain-lain.
“Sampai hari ini saya masih ingat Rambo ikonik dari Cihampelas. Signage itu sendiri bahkan lebih terkenal daripada nama tokonya. Konsumen dengan mudah menggunakan imaji yang sangat kuat tersebut untuk mengidentifikasi tokonya, misalnya ‘saya beli celana jins ini di toko yang ada Rambonya’,” tulis Elisa, sebagaimana dikutip dari weblog Architectureurban, Sabtu, 12 Juli 2025.
Sejarah panjang dan semangat visual di Cihampelas itu kini terutup oleh skywalk dengan struktur baja. Tidak ada lagi fasad toko yang ikonik. Pengalaman ubrna menjadi datar dan seragam.
Cihampelas yang merupakan bagian sejarah Kota Bandung kehilangan ruang interaksinya. Teras Cihampelas menciptakan pengalaman pejalan kaki yang mengambang, terpisah dari realitas kota di bawahnya. Teras Cihampelas hadir seperti wahana tanpa akar, memotong sejarah, serta konteks yang telah dibangun warga selama puluhan tahun.
“Identitas Jalan Cihampelas telah lama terkait dengan keunikan visual dan pengalaman langsung di level jalan, termasuk interaksi dengan PKL. Dengan membangun Teras Cihampelas, identitas ini menjadi kabur. Fasad-fasad yang sebelumnya ikonik kini tertutupi, sementara level atas menawarkan pengalaman yang lebih homogen dan kurang berkarakter,” tulis Elisa.
Elisa memandang, bangunan skywalk sungguh secara ironis. Sebab, menghasilkan suatu struktur yang merusak lanksap kota di Jalan Cihampelas serta menghilangkan produksi rakyat yang unik.
Elisa juga menyoroti kegagalan Teras Cihampelas dalam merancang ruang urban yang inklusif dan berkelanjutan. Alih-alih memperbaiki masalah, skywalk ini mengorbankan identitas visual serta interaksi sosial yang menjadi daya tarik utama Cihampelas.
Teras Cihampelas adalah contoh kegagalan dalam merancang ruang urban yang inklusif dan berkelanjutan. Alih-alih memperbaiki masalah, proyek ini mengorbankan identitas visual dan interaksi sosial yang menjadi daya tarik utama Cihampelas.
“Proyek ini seharusnya lebih memperhatikan potensi kolaborasi antara arsitektur lokal dan kebutuhan modern, bukan hanya mengikuti tren global seperti skywalk tanpa adaptasi kontekstual,” jelas Elisa.
Ke depan, pemerintah kota dan kepala daerah harus berani memprioritaskan solusi yang memuliakan pejalan kaki dan melestarikan elemen lokal. Contoh, menciptakan zona bebas kendaraan atau menata ulang PKL di level jalan dapat mengembalikan kehidupan urban di Cihampelas tanpa mengorbankan daya tarik visualnya.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB