• Berita
  • Hari Pertama Sekolah Rakyat Wyata Guna: Harapan Baru Mencegah Angka Putus Sekolah, Asa Menggantung bagi Kawan Difabel SLBN A Pajajaran

Hari Pertama Sekolah Rakyat Wyata Guna: Harapan Baru Mencegah Angka Putus Sekolah, Asa Menggantung bagi Kawan Difabel SLBN A Pajajaran

Sekolah Rakyat di Bandung memulai pembelajaran tahun ajaran baru, menyisakan asa bagi kawan difabel SLBN A Pajajaran yang juga membutuhkan ruang belajar.

Suasanan MPLS Sekolah Rakyat di Wyata Guna, Bandung, Senin, 14 Juli 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah15 Juli 2025


BandungBergerak.id - Sekolah Rakyat Menengah Pertama (SRMP) 9 Kota Bandung di kompleks Sentra Wyata Guna, memulai hari pertamanya dengan masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Di sudut lain, sayup-sayup harapan dari SLBN A Pajajaran disuarakan. Sekolah Rakyat dan SLBN A Pajajaran diharapkan bisa berdampingan di ruang yang setara.

Alvio (12 tahun), salah satu siswa Sekolah Rakyat, datang ke sekolah diantar orang tuanya, Senin pagi, 14 Juli 2025. Endah (48 tahun), ibunya yang berasal dari Kecamatan Cidadap, Kota Bandung, menanamkan harapan besar pada anak bungsunya demi masa depan yang lebih cerah. Di aula Wyata Guna, Alvio bersama peserta didik lain menjalani tes kesehatan, sementara para orang tua menunggu pada Senin, 14 Juli 2025.

Usai tes kesehatan, peserta didik berlari mengelilingi kompleks Sentra Wyata Guna, Jalan Pajajaran, untuk tes kebugaran. MPLS di SRMP 9 Kota Bandung akan berlangsung lima hari ke depan. Selama tiga tahun mendatang, Alvio dan teman-temannya akan tinggal di asrama, jauh dari rumah. Alvio sudah siap dengan segala konsekuensi. “Kangen, pastinya, tapi ini buat masa depan juga,” kata Alvio, penggemar Neymar.

Endah mendukung penuh keputusan anaknya. Ibu empat anak yang bekerja sebagai pekerja sosial masyarakat ini bercerita anaknya terpilih langsung oleh pihak kementerian yang datang ke rumahnya. “Katanya anak saya terpilih masuk Sekolah Rakyat. Alhamdulillah, anak saya juga mau dan semangat. Kita kan tidak boleh memaksakan kehendak kita ke anak. Tapi ternyata anak saya semangat dan mau,” kata Endah.

Endah tidak mengeluarkan biaya sedikit pun. Ia berharap Alvio bisa meraih cita-citanya menjadi pemain bola, dokter, atau orang sukses. “Sekolah ini juga tidak seperti sekolah kecil, kata orang-orang. Bukan sekolah yang asal-asalan. Anak-anak diajarkan untuk mandiri, dan semua fasilitas difasilitasi secara gratis, 100 persen. Tidak mengeluarkan biaya apa pun,” jelas Endah.

Hal serupa dirasakan Agus (25 tahun), warga Cimenyan. Ia mengantar adiknya ke Sekolah Rakyat mendampingi sang ayah yang sudah sepuh. “Tadinya, memang tidak akan melanjutkan sekolah karena gak ada biayanya, kemudian ada Sekolah Rakyat, dan anaknya juga pengen sekolah jadi kita antar ke sini, karena si bapak udah sepuh saya dampingi,” ujar Agus.

Baca Juga: Orang Tua Siswa SLBN A Pajajaran Mengkhawatirkan Sekolah Anak-anaknya Digusur oleh Pembangunan Sekolah Rakyat
Menagih Kepastian Status Hukum SLBN A Pajajaran yang Direlokasi karena Tergusur Pembangunan Sekolah Rakyat

Asrama Sekolah Rakyat tingkat SMA kelas X di komplek kampus Politeknik Kesejahteraan Sosial, Bandung, 14 Juli 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Asrama Sekolah Rakyat tingkat SMA kelas X di komplek kampus Politeknik Kesejahteraan Sosial, Bandung, 14 Juli 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Sekolah Rakyat dan Upaya Mengatasi Kemiskinan

Sebanyak 50 siswa menjadi angkatan pertama SRMP 9 Kota Bandung. Kepala SRMP 9 Kota Bandung, Setia Nugraha, mengatakan semua peserta didik terdaftar sebagai anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem berdasarkan data Desil 1 dan 2.

Kegiatan pertama diawali tes kesehatan dan kebugaran untuk memastikan kesiapan fisik siswa sebelum menjalani pembelajaran berbasis asrama. Setia menjelaskan, Sekolah Rakyat bertujuan memutus rantai kemiskinan lewat pendidikan menyeluruh dan gratis. “Anak-anak ini adalah pilihan dari Dinas Kependudukan dan Kementerian Sosial. Mereka masuk melalui seleksi berbasis data, dan seluruh kebutuhannya, dari makan, tempat tinggal, hingga perlengkapan sekolah, disediakan penuh oleh negara,” kata Setia, Senin, 14 Juli 2025.

Menurut Setia, Sekolah Rakyat bukan hanya lembaga akademik tetapi juga tempat menumbuhkan karakter anak. Sistem asrama diharapkan membentuk kemandirian, disiplin, dan kebersamaan. Kegiatan siswa diisi ibadah bersama, olahraga, pembelajaran formal, penguatan karakter, dan ekstrakurikuler. Kurikulum mengikuti kurikulum nasional SMP, ditambah penguatan bahasa asing, kemampuan digital, akhlak, dan semangat kebangsaan.

Anak-anak juga diarahkan mengembangkan minat lewat seni musik, olahraga, hingga kegiatan sosial, dengan fasilitas lengkap di Sentra Terpadu Kementerian Sosial: ruang kelas, laboratorium bahasa, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan asrama putra-putri.

“Semua fasilitas lengkap dan sudah siap. Pemerintah hadir secara penuh untuk memastikan pendidikan ini layak dan bermartabat. Tidak ada biaya sama sekali bagi siswa dan keluarganya,” kata Setia.

Setia menekankan program asrama tidak mengisolasi siswa. Komunikasi dengan orang tua tetap dibuka tanpa mengganggu kegiatan belajar. Ia berharap lulusan Sekolah Rakyat bisa melanjutkan ke jenjang berikutnya dengan pembinaan karakter dan akademik berkelanjutan.

“Ini bukan hanya soal akses, tapi bagaimana negara hadir memuliakan yang selama ini tidak terjangkau. Harapannya, mereka tumbuh menjadi generasi unggul yang bisa memutus rantai kemiskinan,” terang Setia.

Kondisi SLBN A Pajajaran Setelah Sekolah Rakyat Berdiri di Wyata Guna

Keberadaan Sekolah Rakyat berdampak pada Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran yang juga menempati kompleks Wyata Guna. Gedung D, yang dulu dipakai siswa TK dan program SLB, kini difungsikan untuk Sekolah Rakyat.

Ketua Osis SLBN A Pajajaran, Aja, mengungkapkan kegelisahan teman-temannya. “Dulu kami khawatir benar-benar diusir. Kabar yang saya dengar, sekolah kami mau dipindahkan, dan gedungnya tidak akan diberikan lagi ke SLB,” ujar Aja, Senin, 14 Juli 2025.

Aja bercerita, sejak gedungnya beralih fungsi, kegiatan belajar jadi terganggu karena kelas digabung dengan materi berbeda-beda, membuat murid sulit fokus. “Kami jadi kurang fokus saat belajar karena banyak kelas yang disatukan,” jelas Aja.

Saat ini, siswa SLB mengandalkan satu gedung utama yang dinilai terlalu kecil. Siswa SLBN A Pajajaran, yang mayoritas tunanetra low vision, berasrama di Cibabat, Kota Cimahi, cukup jauh dari sekolah. Berbeda dengan Sekolah Rakyat yang disediakan asramanya tidak jauh dari ruang kelas.

Meski demikian, Aja tetap siap mendukung kegiatan bersama Sekolah Rakyat. Ia berharap hak belajar siswa disabilitas tetap diperhatikan dan mendapatkan perlakuan yang setara.

Plh Kepala SLBN A Pajajaran Kota Bandung, Rian Ahmad Gumilar, menjelaskan dua sekolah berbeda kewenangan meski berada di lingkungan sama. SLBN A Pajajaran di bawah Dinas Pendidikan Jawa Barat, sedangkan Sekolah Rakyat di bawah Kementerian Sosial. “Kami siap berkolaborasi. Tujuannya tentu menciptakan lingkungan yang inklusif dan saling memahami,” kata Rian.

SLBN A Pajajaran sempat dialihkan ke SLB Cicendo tahun ajaran lalu, kemudian kembali dipusatkan di tiga gedung tersisa. Keterbatasan ruang membuat sekolah harus menyekat kelas untuk beberapa rombongan belajar. “Misalnya, kelas 7 dan kelas 8 tunanetra kami gabung. Begitu juga kelas autisme, digabung dengan autisme. Ini bukan ideal, tapi kami berusaha menyesuaikan kondisi,” jelas Rian.

Tahun ini, 114 siswa mengikuti MPLS, 26 di antaranya peserta didik baru dari TK hingga SMALB. Mayoritas siswa memiliki hambatan penglihatan. Rian menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Jabar terkait asrama di Cibabat, Cimahi. Program pengasramaan telah berjalan sejak 2020. “Kami harap ke depannya bisa membangun pemahaman bersama. Anak-anak disabilitas perlu dimengerti karakteristiknya, dan ini bisa jadi momen untuk saling belajar,” jelasnya.

Sebelum Sekolah Rakyat 

Pembangunan Sekolah Rakyat sebelumnya membuat resah pihak SLB Negeri A Pajajaran, sejak gedungnya dikosongkan untuk dijadikan Sekolah Rakyat, 16 Mei 2025. Pengosongan gedung bikin kaget Dede Yulianti, orang tua murid kawan difabel yang anaknya sekolah di SLB Negeri A Pajajaran. Nunik Haerani, orang tua lainnya, menuturkan SLB Pajajaran sudah lama menjadi tempat anak-anak disabilitas belajar mandiri. Ia khawatir anaknya akan kesulitan beradaptasi jika harus pindah sekolah.

Orang tua siswa mengaku tidak pernah diajak berdialog sebelum gedung dikosongkan. Mereka tidak menolak Sekolah Rakyat, tetapi keberatan bila harus kehilangan ruang belajar. Mereka menuntut anak disabilitas tetap punya akses setara.

Persoalan status lahan menambah pelik. Orang tua murid menilai SLB Pajajaran berdiri lebih dulu sebelum lahan disertifikatkan Kementerian Sosial pada 1986. Humas SLBN A Pajajaran, Tri Bagio, menegaskan sekolah ini memiliki hak penyelenggaraan pendidikan sejak 1901.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Jawa Barat, Herman Suryatman, menjelaskan Wyata Guna adalah satu dari empat lokasi Sekolah Rakyat. Menurutnya, siswa difabel tidak akan direlokasi, melainkan diintegrasikan dalam sekolah inklusif.

Sekolah Rakyat adalah program pusat untuk keluarga miskin, dirancang gratis dan berasrama dari jenjang SD hingga SMA. Wyata Guna bersama tiga lokasi lain ditargetkan mulai menerima siswa pada tahun ajaran 2025/2026. Orang tua siswa berharap keberadaan Sekolah Rakyat tidak menggeser hak belajar anak-anak disabilitas yang sudah lebih dulu bersekolah di sana.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//