• Berita
  • Menagih Kepastian Status Hukum SLBN A Pajajaran yang Direlokasi karena Tergusur Pembangunan Sekolah Rakyat

Menagih Kepastian Status Hukum SLBN A Pajajaran yang Direlokasi karena Tergusur Pembangunan Sekolah Rakyat

Komite Orang Tua mendesak agar pemerintah memperjelas status sekolah, SLBN A Pajajaran, Bandung resmi dan legal.

Guru mengantar murid tunanetra melewati bongkaran bangunan bakal Sekolah Rakyat di komplek SLBN A Pajajaran yang akan pindah ke sekolah tunarungu dan wicara SLBN Cicendo di Bandung, 19 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah21 Mei 2025


BandungBergerak.id - Aktivitas pembelajaran di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran Kota Bandung untuk sementara direlokasi ke sekolah tunarungu SLBN Cicendo, berjarak sekitar 800 meter dari lokasi semula. Kebijakan ini diambil karena SLBN A Pajajaran sedang direnovasi untuk Sekolah Rakyat, program pendidikan di bawah Kementerian Sosial RI.

Renovasi dilakukan terhadap dua gedung utama SLBN A Pajajaran, yakni Gedung C dan D, yang selama ini digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar anak-anak disabilitas netra dan disabilitas ganda. Selain menyulitkan adaptasi peserta didik, relokasi ini memunculkan persoalan lama yang terkatung-katung, yaitu status legalitas lahan tempat SLBN A Pajajaran.

Wakil Ketua Komite Orang Tua SLBN A Pajajaran Tri Bagyo menegaskan, upaya meminta kejelasan legalitas ini bukan hal baru. “Tanpa status yang jelas, SLB memang tidak bisa membangun. Dari dulu, Kemensos memang inginnya SLB tidak berada di kompleks ini. Padahal posisi SLB itu kuat, karena tercantum di sertifikat,” jelas Tri Bagyo, Senin, 19 Mei 2025.

Murid SLBN A Pajajaran mendapat wejangan sebelum pindah ke SLBN Cicendo, Bandung, 19 Mei 2025.  (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Murid SLBN A Pajajaran mendapat wejangan sebelum pindah ke SLBN Cicendo, Bandung, 19 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Ketidakjelasan itu berdampak pada banyak hal, termasuk pendanaan operasional dan perawatan gedung SLB. Padahal Kementerian Sosial RI di era Kabinet Indonesia Maju, Tri Rismaharini pernah menjanjikan akan memperbaiki kondisi kelas yang rusak di SLBN A Pajajaran Bandung dan akan menyerahkan lahan agar Pemprov Jabar membangun fasilitas-fasilitas berkebutuhan khusus.

"Kemarin saya sudah sampaikan, karena ini berlarut-larut, seperti contohnya SLB Negeri A Pajajaran di Bandung. Kondisinya rusak. Saya sudah sampaikan kepada tim kami untuk segera memproses. Kami akan serahkan lahan itu agar Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Barat dapat membangun fasilitas yang lebih baik untuk anak-anak kita yang berkebutuhan khusus,” kata Risma, yang tayang di Youtube, Januari 2021, diakses Selasa, 20 Mei 2025.

Tri Bagyo berharap, Kementerian Sosial saat ini mewujudkan janji tersebut, menghibahkan lahan SLB dan memperjelas statusnya. “Bahwa sekolah ini resmi dan legal. Termasuk lokasinya di mana dan luasnya berapa,” kata Tri Bagyo.

Murid SLBN A Pajajaran tiba di SLBN Cicendo, Bandung, 19 Mei 2025.  (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Murid SLBN A Pajajaran tiba di SLBN Cicendo, Bandung, 19 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Sebelumnya, Tri Bagyo menuturkan, SLBN A Pajajaran menempati lahan di Jalan Pajajaran Nomor 50. “Harapan kami, ya kalau bisa dikembalikan ke situ saja, ke Jalan Pajajaran 50. Jangan direlokasi atas nama apa pun,” tandasr Tri Bagyo.

Komite sekolah, guru, dan orang tua murid sempat melakukan berbagai upaya penangguhan relokasi dan pembongkaran gedung karena saat ini sedang dilaksanakan Penilaian Sumatif Jenjang (PSAJ) sedang berlangsung pada awal Mei 2025. Gedung C digunakan oleh 23 siswa SDLB dan 14 siswa SMPLB, sedangkan Gedung D digunakan oleh 5 siswa TKLB, 4 siswa SDLB, 4 siswa SMPLB, dan 2 siswa SMALB.

Namun, permohonan itu tidak dikabulkan. Pada 14 Mei 2025, Kepala Sentra Wyata Guna menolak penangguhan dan pada 15 Mei 2025 proses relokasi dimulai. Sebagai bentuk protes, orang tua peserta didik membuat dan mengunggah video yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, meminta agar ruang belajar anak-anak mereka tidak dikurangi. Video tersebut sempat viral, ditonton lebih dari 74.000 kali, sebelum akhirnya dihapus.

“Supaya tidak gaduh, supaya tidak terlalu ramai. Karena video itu menyebar, jadi banyak yang datang. Bahkan sampai mengganggu kegiatan di sekolah, padahal sedang masa penilaian akhir semester,” jelas Tri Bagyo.

Pertemuan antara pihak sekolah, komite, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Kemensos RI akhirnya digelar pada 16 Mei 2025. Dalam pertemuan itu, Pemprov Jabar menyampaikan rencana pengajuan hibah tanah kepada Kemensos agar SLBN A Pajajaran memiliki status hukum tetap.

SLBN A Pajajaran yang mulai dibongkar untuk Sekolah Rakyat, Bandung, 19 Mei 2025.  (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
SLBN A Pajajaran yang mulai dibongkar untuk Sekolah Rakyat, Bandung, 19 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Kilasan Sejarah SLBN A Pajajaran Bandung

SLBN A Pajajaran memiliki sejarah panjang dan menjadi pionir pendidikan bagi penyandang disabilitas netra di Indonesia bahkan Asia Tenggara. Cikal bakal sekolah ini dimulai pada awal abad ke-20, ketika perhatian terhadap penyandang tunanetra mulai tumbuh di era Hindia Belanda.

Dokter spesialis mata berkebangsaan Belanda, Dr. Charles Herman August Westhoff, menjadi salah satu tokoh penting yang mendorong pentingnya pendidikan bagi tunanetra. Laporan Direktur Institut tot Onderwijs aan Blinden, M.J. Lenderink pada 1900, menyatakan bahwa jumlah tunanetra di Hindia Belanda sangat besar, namun belum tersedia layanan pendidikan yang memadai.

Atas dasar itu, pada 16 September 1901, dibuka Lembaga Rumah Buta Bandung (Bandoengsche Blinden Instituut) di Jalan Cicendo No. 2, Bandung. Lembaga ini kemudian pindah ke Jalan Braga pada Mei 1902. Tak lama setelahnya, filantrop K.A.R. Bosscha menyumbangkan lahan seluas tiga hektare di Burgemeester Coopsweg (sekarang Jalan Pajajaran), yang menjadi lokasi tetap sekolah hingga kini.

Pembangunan kompleks baru selesai pada tahun 1903 dan diresmikan oleh Residen G.J.A.F. Oosthout. Pengelolaannya diserahkan kepada Dr. Westhoff sebagai Ketua Yayasan. Kompleks ini juga menjadi tempat penampungan bagi tunanetra yang sebagian besar berasal dari Rumah Sakit Cicendo, yang juga didirikan oleh Westhoff.

Cikal bakal SLB ini yang bernama Bandoengsche Blinden Instituut bukan hanya tempat belajar, tetapi juga tempat pemberdayaan. Para siswa dilatih keterampilan yang relevan dengan kebutuhan hidup mereka.

Pada tahun 1956, sekolah ini dipimpin oleh Drs. Mustafa Matsam, lulusan pertama dari lembaga tersebut. Di bawah kepemimpinannya, kualitas pendidikan meningkat signifikan.

“Di bawah kepemimpinan beliau inikah citra sekolah mulai meningkat, terbukti dengan adanya siswa yang mengikuti Ujian Negara tingkat dasar dengan hasil yang memuaskan,” tulis sejarah sekolah yang terpampang di depan kantor Kepala Sekolah SLBN A Pajajaran.

Prestasi tersebut membuat pemerintah memberi pengakuan resmi. Berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 03/SK/B/III, sekolah ini diberi status negeri. Keputusan tersebut mengukuhkan peran dan kontribusi sekolah dalam membangun pendidikan inklusif di Indonesia.

SLBN A Pajajaran yang mulai dibongkar untuk Sekolah Rakyat, Bandung, 19 Mei 2025.  (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
SLBN A Pajajaran yang mulai dibongkar untuk Sekolah Rakyat, Bandung, 19 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

SLBN A Pajajaran Akan Tetap di Sentra Wyata Guna 

Meski saat ini aktivitas belajar dipindahkan ke SLB Cicendo, Kepala Sentra Wyata Guna Sri Harijati menegaskan, relokasi ini bersifat sementara. Alasannya, untuk alasan keselamatan karena sedang dilakukan rehabilitasi ruang.

“Penataan ruangan dan rehabilitasi dilakukan agar ruang-ruang yang ada bisa lebih aman dan layak digunakan oleh anak-anak. Ini demi keselamatan bersama,” ujarnya, Senin, 19 Mei 2025.

Sri menyampaikan tidak akan ada perubahan fungsi gedung. Sekolah Rakyat nantinya akan menggunakan gedung lain dalam kompleks Wyata Guna, yang juga sedang direhabilitasi. Rencana ini disebut akan menghasilkan empat ruang kelas baru.

Sementara itu, Kepala SLBN A Pajajaran Gun Gun Guntara menegaskan, pihaknya tidak menolak keberadaan Sekolah Rakyat. Ia mengatakan permasalahan yang muncul hanyalah miskomunikasi.

“Permasalahan kemarin itu hanyalah miskomunikasi. Kami tetap mendukung keberadaan Sekolah Rakyat ini,” ucapnya.

Hal senada disampaikan Kepala Dinas Cipta Karya, Bina Konstruksi, dan Tata Ruang Kota Bandung, Bambang Suhari. Ia menjelaskan bahwa yang dilakukan saat ini hanyalah pembersihan dan pemeliharaan gedung, karena terakhir direhabilitasi tahun 1996.

Dasar hukum SLBN A Pajajaran sendiri tercantum jelas dalam SK Gubernur Jawa Barat tanggal 4 Agustus 1986 No. 593321/SK294/DITAG/1986. Disebutkan bahwa SLB adalah bagian dari fungsi resmi kompleks Wyata Guna, bersama dengan fasilitas lain seperti masjid, asrama, percetakan braille, dan perumahan karyawan. Luas lahan keseluruhan mencapai 39.860 meter persegi, diberikan hak pakai kepada Departemen Sosial sebagai pemegang hak atas nama negara. 

Dengan sejarah panjang dan dasar hukum yang kuat, harapan orang tua siswa dan para pendidik di SLBN A Pajajaran tetap satu: kepastian hukum dan ruang belajar para murid berkebutuhan khusus yang tidak terusik.

Baca Juga: Orang Tua Siswa SLBN A Pajajaran Mengkhawatirkan Sekolah Anak-anaknya Digusur oleh Pembangunan Sekolah Rakyat
Konflik Kebijakan Mengorbankan Hak Pendidikan Kawan Disabilitas SLBN A Pajajaran

Orientasi kelas baru di SLBN Cicendo di Bandung, 19 Mei 2025.  (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Orientasi kelas baru di SLBN Cicendo di Bandung, 19 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Dirundung dari Berbagai Sisi

BandungBergerak menghimpun persoalan yang membelit SLBN A Pajajaran dalam kurun empat tahun terakhir. Masalah mereka sangat rumit dan dirundung dari berbagai sisi. Keberpihakan pemerintah dipertanyakan.

2024: Siswa Difabel Satu Lingkungan Lingkungan dengan Orang Dengan Gangguan Mental (ODGM). SLBN A Pajajaran yang berada di kompleks Wyata Guna tidak lagi menjadi tempat kawan-kawan difabel netra. Kementerian Sosial telah mengalihfungsikan asrama yang dulu digunakan oleh siswa tunanetra untuk menampung Orang Dengan Gangguan Mental (ODGM) dan tunawisma. Akibatnya, siswa difabel dan ODGM berbagi ruang hidup dan fasilitas tanpa adanya pembatas fisik seperti pagar atau sekat. 

Kondisi ini menciptakan ketidaknyamanan dan ketidakteraturan. Anak-anak difabel beberapa kali mengalami gangguan dari ODGM yang bebas berlalu-lalang di sekitar sekolah bahkan saat kegiatan resmi seperti upacara. Surat keberatan yang dikirim pihak sekolah kepada Kementerian Sosial tidak mendapatkan tanggapan. Menurut pihak sekolah, idealnya ODGM tidak ditampung di lokasi yang sama dengan institusi pendidikan, mengingat keberadaan mereka berasal dari berbagai provinsi dan bukan hanya Jawa Barat. Kementerian Sosial sendiri masih memiliki kompleks alternatif di Cimahi, Bekasi, dan Cibinong, namun tidak digunakan untuk memisahkan penanganan sosial dan pendidikan.

Tahun Ajaran 2022/2023: SLBN A Pajajaran Kekurangan Guru. Dengan total 71 siswa di jenjang SD, SMP, dan SMA, SLBN A Pajajaran menghadapi tantangan besar dalam tenaga pengajar, terutama bagi siswa dengan hambatan ganda atau Multi Disability Visual Impairment (MDVI). Untuk siswa MDVI, metode pengajaran bersifat individual dan tidak bisa dilakukan secara klasikal. Oleh karena itu, idealnya satu guru menangani satu siswa MDVI.

Namun, saat ini rasio pengajar MDVI adalah satu guru untuk empat siswa, jauh dari ideal. Kondisi diperparah dengan banyaknya guru honorer yang telah lulus seleksi PPPK kemudian dipindahkan ke sekolah lain seperti di Majalaya dan Bogor, padahal sebelumnya mereka sudah akrab dengan kebutuhan spesifik siswa di SLBN A Pajajaran.

Metode pembelajaran untuk siswa tunanetra pun menuntut keterampilan khusus. Guru harus mampu menyampaikan deskripsi secara detil karena siswa tidak memiliki referensi visual. Proses belajar mengandalkan narasi dan deskripsi, misalnya menjelaskan konsep “jalan” atau “pohon” yang harus digambarkan dengan sangat rinci agar bisa dipahami siswa. Dengan jumlah guru aktif yang hanya 45 orang, beban pengajaran menjadi sangat berat, terutama untuk kelompok siswa dengan kebutuhan pengajaran individual.

2022: Ketidaklayakan Infrastruktur SLB. Kondisi bangunan SLBN A Pajajaran sangat memprihatinkan. Berdasarkan penilaian dari Kementerian PUPR, sekitar 80 persen infrastruktur sekolah mengalami kerusakan berat. Sejumlah ruangan yang terancam ambruk bahkan harus ditopang dengan bambu. Situasi ini membahayakan keselamatan siswa dan guru, serta menurunkan minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sana. Sebanyak 19 orang tua sempat berniat mendaftarkan anaknya, tetapi membatalkan setelah melihat langsung kondisi fisik sekolah.

Meski telah lama mengalami kerusakan, sekolah tidak mendapat anggaran pemeliharaan ataupun renovasi. Salah satu hambatan utama adalah status lahan yang bermasalah sejak disertifikatkan secara sepihak oleh Departemen Sosial pada tahun 1981. Karena tidak memiliki kewenangan atas lahan, pihak sekolah tidak dapat mengajukan renovasi atau pembangunan baru. Ini membuat semua upaya peningkatan kualitas fisik sekolah mandek.

Murid tunanetra SLBN A Pajajaran yang akan pindah ke sekolah tunarungu dan wicara SLBN Cicendo di Bandung, 19 Mei 2025.  (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Murid tunanetra SLBN A Pajajaran yang akan pindah ke sekolah tunarungu dan wicara SLBN Cicendo di Bandung, 19 Mei 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

2022: Konflik dengan Kementerian Sosial. Konflik antara SLBN A Pajajaran dan Kementerian Sosial merupakan konflik struktural yang berkepanjangan. Akar masalahnya adalah status lahan dan pengelolaan kompleks Wyataguna yang berada di bawah kewenangan Kementerian Sosial, sementara sekolah merupakan institusi di bawah Dinas Pendidikan. 

Situasi kian memburuk sejak terbitnya Permensos No. 18 Tahun 2018, yang mengubah status Wyataguna dari panti menjadi balai rehabilitasi. Perubahan ini berdampak langsung terhadap eksistensi SLBN A Pajajaran, yang secara tidak langsung terdesak oleh fungsi baru balai. Gugatan terhadap Permensos tersebut sudah diajukan ke Mahkamah Agung oleh kelompok masyarakat tunanetra, namun upaya ini digagalkan karena saat proses gugatan berjalan, Kemensos justru mengganti regulasi dengan **Permensos No. 23 Tahun 2022**, yang isinya dinilai serupa. Perubahan ini dianggap sebagai “penyelundupan hukum” oleh para penggugat karena substansinya tetap tidak berubah.

Akibatnya, Mahkamah Agung menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena objek yang digugat dianggap sudah tidak ada. Hal ini membuat perjuangan hukum menjadi buntu. Berbagai forum dan lembaga, mulai dari DPRD Jawa Barat hingga Komisi Nasional Disabilitas, telah diajak berdiskusi, tetapi hingga kini belum ada solusi konkret yang dihasilkan.

Kondisi ini membuat masa depan pendidikan di SLBN A Pajajaran semakin terancam. Ketiadaan kepastian hukum dan status kelembagaan menciptakan kebingungan dan keputusasaan di kalangan pendidik dan komunitas disabilitas. Bahkan untuk menyampaikan keluhan pun mereka bingung harus mengadu ke mana, karena sering kali dianggap tidak memiliki kedudukan hukum yang cukup kuat.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau tulisan-tulisan lain tentang SLB A Pajajaran

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//